TESTIMONI

Cacat Kaki Umar Syarief demi Merah Putih

Umar Syarief | CNN Indonesia
Rabu, 27 Apr 2022 19:00 WIB
Umar Syarief mempersembahkan 12 medali emas di SEA Games dnan satu medali perunggu dan perak diukirnya di ajang Asian Games.
Umar Syarief meraih 12 medali emas SEA Games dari cabang olahraga karate semasa aktif. (AFP/MIKE CLARKE)
Jakarta, CNN Indonesia --

Saya berasal dari keluarga tentara. Masa kecil saya dihabiskan di Bhumi Marinir, Karang Pilang, Surabaya, tempat ayah saya bertugas.

Sejak masih kanak-kanak pula saya sudah dimasukkan ayah ke karate. Ayah ingin saya belajar bela diri. Ini berbeda dengan kakak perempuan saya, Azizah, yang menekuni olahraga voli.

Kakak saya bahkan berstatus atlet nasional. Dia juga berhasil mempersembahkan medali perak di SEA Games 1997 saat Indonesia menjadi tuan rumah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Semasa kanak-kanak bisa dibilang saya agak bandel. Mungkin kenakalan saya itu yang kemudian jadi pertimbangkan ayah untuk mengarahkan saya menekuni seni bela diri karate.

Saat berlatih karate saya sering dipertemukan dengan karateka yang lain. Bahkan pernah ada yang saya pukulin sampai muntah-muntah. Herannya pelatih saya malah tertawa waktu itu.

Di luar kegiatan karate, saya seringkali berantem dengan orang lain. Sering berantem dan saya juga punya geng sendiri juga. Namanya anak sekolah zaman itu. Ha..ha..ha..

Saking bandelnya saya juga punya nama panggilan tersendiri yang melekat sampai sekarang. Saya punya nama panggilan Fadli di lingkungan rumah saya, bukan Umar Syarief.

Umar SyariefUmar Syarief berasal dari keluarga tentara dan besar di Surabaya. (Arsip Pribadi)
Umar Syarief

Nama itu yang kasih Umi saya. Dulu itu ada pemeran di film namanya dokter Fadli. Orangnya nakal. Akhirnya jadilah saya dipanggil Fadli dan bukan Umar.

Karena kenakalan itu banyak masalah yang saya timbulkan. Pernah juga berantem dengan orang di jalanan. Tetapi saya beruntung karena mengenal karate.

Kenakalan saya bisa tersalurkan dan saya bersyukur karena akhirnya bisa menjadi seorang atlet nasional. Andai dulu tidak begitu, saya tidak tahu mau jadi apa.

Seni bela diri karate menjadi pintu saya membela Indonesia di ajang internasional. Saya kali pertama masuk timnas Karate saat 19 tahun atau 20 tahun setelah tampil di PON 1996, dan di tahun yang sama saya langsung ikut Kejuaraan Dunia di Afrika Selatan.

Ada perasaan takut waktu itu karena baru kali pertama tampil. Apalagi lawannya berpostur besar dan lincah. Saya sampai bolak-balik ke kamar mandi sebelum bertarung. Benar-benar gugup. Hasilnya saya tidak bisa berbuat banyak.

Saya belajar banyak dari kekalahan di kejuaraan besar pertama itu. Meski hasilnya mengecewakan, saya tetap punya mimpi besar membuktikan bahwa karateka Indonesia suatu saat bisa mengalahkan negara-negara Timur Tengah menjadi jawara Asia.

Pada 1997 saya untuk kali pertama bertanding di SEA Games yang berlangsung di Jakarta. Saya yang masih karateka junior, alhamdulillah dapat dua emas dari nomor perorangan 84 kilogram dan beregu.

Dua tahun berselang, di SEA Games 1999, saya harus puas dengan medali perak di perorangan tetapi di beregu bisa dapat emas. Kekalahan di final perorangan itu menyakitkan karena saya sempat unggul 4-1 atas wakil Malaysia, namun kemudian kalah 5-6.

Meski gagal dapat emas jalan saya sebagai karateka nasional bisa dibilang lumayan mulus. Langsung mengukir prestasi dan juga mulai diperhitungkan karateka dari negara lain. Bukan hanya Asia Tenggara, tetapi juga Asia.

Namun jalan hidup tak selamanya mulus dan saya sadar akan hal itu. Ujian untuk saya menjadi karateka yang diperhitungkan datang di SEA Games 2001.

Diproyeksikan untuk medali emas nyatanya saya hanya bisa meraih perunggu di nomor perorangan. Kegagalan itu membuat saya dimaki-maki oleh ketua umum PB FORKI masa itu.

Ketua umum PB FORKI tidak melihat pertarungan saya karena datang belakangan. Tetapi beliau dapat informasi bahwa saya disebut enggak punya mental, meskipun saya sebenarnya tahu ada pengurus yang sengaja ingin menjatuhkan saya.

Z Poorshab of Iran (L) competes against Umar Syarief of Indonesia in the men's  +84KG karate at the 16th Asian Games in Guangzhou on November 24, 2010.       AFP PHOTO/MIKE CLARKE (Photo by MIKE CLARKE / AFP)Umar Syarief berhasil merebut satu medali perunggu dan satu medali perak di ajang Asian Games. (AFP/MIKE CLARKE)

Saya dimarahi oleh ketua umum. Saya dibilang pecundang, bukan patriot, dan lain-lain. Saya tidak marah. Justru makian itu memotivasi saya, membulatkan tekad saya membuktikan anggapan itu salah.

Tahun 2002 menjadi kesempatan saya untuk membuktikan hal itu di Indonesia Open. Saya juga termotivasi ucapan pelatih saya. Dia bilang: "Mar, kamu tunjukkan ke mereka kalau orang Indonesia bisa juara Asia, bukan hanya orang Timur Tengah saja."

Saya tunjukkan di sana. Saya mengalahkan karateka dari Arab Saudi yang tingginya hampir dua meter. Saya menang telak 11-3 di final. Meski jadi juara, saya tidak berangkat ke Asian Games 2002 karena dikatakan kalau kelas berat karate itu penguasaanya ya orang Arab.

Saya tidak patah arang. Saya buktikan lagi dengan meraih medali emas SEA Games 2003 dan menjadi juara Asia tahun 2004. Saya buktikan bisa menjadi juara Asia tahun 2004 di Taiwan. Saya bungkam semua keraguan dengan prestasi yang saya raih.

Keberhasilan menjadi juara Asia membuka pintu buat saya tampil di World Games 2005 di Duisburg, Jerman. Ajang ini mempertandingkan seluruh atlet dari cabang olahraga yang tidak masuk Olimpiade. Masing-masing juara per zona ambil bagian di sana dan saya menjadi wakil Asia.

Setelah itu saya ambil bagian di ajang Master Cup juga di Jerman dan menjadi juara. Sepulangnya ke Indonesia, sebelum SEA Games ada pertandingan simulasi. Saya bertanding melawan karateka Malaysia.

Saya tetap bermain agresif. Karena mungkin ototnya lelah, di sana mulai sedikit cedera. Begitu diperiksa oleh dokter diketahui meniskus saya sobek dan otot ligamen lutut saya putus satu. Peristiwa itu terjadi sekitar dua bulan jelang SEA Games 2005 di Filipina.

Itu jadi salah satu momen terberat lainnya. Ketika itu para pelatih goyah, mengarah ke menyerah, karena saya cedera. Mereka angkat tangan karena SEA Games sudah begitu dekat.

Banner live streaming MotoGP 2022

Tetapi saya tidak menyerah. Tekad saya begitu besar untuk bisa bermain di SEA Games. Akhirnya saya putuskan ke rumah sakit, tidak ada pelatih yang mengantar. Saya katakan juga ke pihak rumah sakit untuk operasi pakai biaya sendiri, supaya bisa cepat dilakukan tindakan.

Kalau tidak begitu prosesnya akan lama karena awalnya saat datang ke rumah sakit saya diminta surat pengantar dari KONI karena berstatus atlet nasional.

Menunggu surat dulu kan butuh waktu lagi dan tidak langsung dioperasi. Maka itu saya putuskan keluar uang dari kantong pribadi.

Selesai operasi saya fokus ke recovery hingga akhirnya berangkat ke SEA Games Filipina dengan kaki yang belum sembuh. Di setiap pertandingan lutut kanan itu pasti saya balut. Benar-benar seperti robot, tidak bisa bergerak leluasa seperti biasanya.

Saya juga melawan rasa sakit. Selalu pakai obat nyeri. Sehabis pertandingan bagian lutut pasti saya kompres dan juga minum obat nyeri. Mental saya benar-benar diuji.

Namun buat saya itu tidak masalah, yang penting bisa senyaman mungkin berdiri dan masih bisa bergerak. Saya beruntung dengan kondisi yang terbatas itu bisa mempersembahkan tiga emas untuk Indonesia; beregu, kelas bebas, dan kelas 84kg.

Baca lanjutan artikel ini di halaman selanjutnya>>>

8 Kali Operasi untuk Indonesia

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER