3. Serangan Sayap Monoton
Gagal sekali, coba lagi, coba lagi, dan coba lagi. Begitu rumus dalam sepak bola. Akan tetapi kisahnya agak berbeda dari Timnas Indonesia saat menekan Bangladesh secara bertubi-tubi.
Pola serangan dari sayap, yang mengandalkan Pratama Arhan dan Asnawi Mangkualam pada babak pertama, mudah diantisipasi. Pada babak kedua tusukan dari sisi sayap pun selalu bisa dipatahkan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satu hal yang terlihat monoton dari formasi sayap ini adalah umpan silang. Sebelum akselerasi selalu diawali umpan silang yang akhirnya terbaca lawan dan naifnya beberapa umpan silang tak akurat.
4. Kreator dan Penerobos
Klok sebagai katalisator Timnas Indonesia memang memberi dampak signifikan. Pemain Persib Bandung ini melepas umpan akurat hingga 81 persen dan juga giat membantu memutus serangan lawan.
Hanya saja tak ada sosok kreator dan penerobos ke lini vital lawan. Saat menghadapi lawan yang tak cepat dan mengandalkan fisik, pemain seperti Evan Dimas biasanya bisa menjadi pembeda.
Absennya Ricky Kambuaya sedikit banyak membuat sosok penerobos itu hilang. Marselino Ferdinan yang dicoba menjadi pendobrak malah tampil di bawah performa dengan banyak melepas umpan melenceng.
![]() |
5. Belum Ada Bomber
Tak bisa dimungkiri salah satu titik lemah Timnas Indonesia selama masa kepelatihan Shin Tae Yong adalah lini depan. Sejak 2020 hingga 2022 ini belum ada striker yang bisa diandalkan.
Saat ini Shin berharap pada sosok Dimas Drajat. Pemain yang mengoleksi 11 gol selama Liga 1 2021/2022 tersebut telah diberi kesempatan debut, tetapi belum tampil sesuai ekspektasi Shin.
Karenanya pula Lilipaly yang bukan seorang striker, coba direposisi menjadi penyerang lubang. Untuk urusan ini Lilipaly tak meragukan, tetapi sepertinya butuh waktu untuk menyatu dengan pemain yang lain.