TESTIMONI

Citra Febrianti dan Cerita Miris Perak Olimpiade 2012

Citra Febrianti | CNN Indonesia
Kamis, 07 Jul 2022 19:00 WIB
Citra Febrianti memiliki jalan berliku dalam menjalani karier sebagai atlet angkat besi, termasuk saat meraih perak Olimpiade 2012 di London.
Citra Febriati satu-satunya atlet wanita Indonesia di Olimpiade 2012. (AFP/YURI CORTEZ)

Setelah bertahun-tahun menunggu akhirnya sekitar tahun 2016 ada kabar kenaikan peringkat dari Olimpiade 2012. Pertama-tama teman ucapkan selamat ke saya, saya disuruh buka Facebook.

Pak Hadi Wihardja juga ucapkan selamat untuk penambahan medali. Saya percaya enggak percaya, karena pada berikan selamat di media sosial.

Lalu tidak berselang lama ada acara di rumah Pak Imron Rosadi. Waktu itu ulang tahun pernikahan yang 'gold'. Para pengurus PB datang, saya datang juga.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sana saya tanyakan ke Pak Alamsyah, mantan manajer. Katanya, "Oh iya benar kamu peringkatnya dinaikkan, tapi belum tahu kabar resminya."

Kata dia baru dengar-dengar saja. Saya disuruh tunggu, ya sudah ditunggu. Sampai akhir 2019 saya tanya lagi ke PB, saya sampai bicara ke media, katanya ada kenaikan peringkat kok sampai saat itu tidak ada kabar sedikit pun, semua diam.

Kemudian pada 2020 saya nekat, karena ekonomi mendesak dan virus corona juga lagi tinggi-tingginya. Kalau memang medali Olimpiade 2012 ini ada rezeki buat saya, ya saya mau juga seperti teman-teman mendapat bonusnya.

Awalnya saya minta tolong ke padepokan Gajah Lampung, tapi padepokan tidak mau bantu karena takutnya mereka dianggap kompor-komporin saya untuk naik peringkat.

Saya berusaha sendiri datang ke Jakarta. Sampai Jakarta bingung sama sekali harus ke mana. Pertama ke PB, kata Pak Djoko Pramono harus tunggu.

Kata dia kalau urusan begitu bisa 10 tahun seperti Lisa Rumbewas. "Si Lisa itu nunggu 10 tahun baru bisa gol," kata dia begitu.

Ya saya nurut aja nunggu-nunggu, lalu pulang. Setelah itu saya ke Jakarta lagi. Saya ke Jakarta bolak-balik beberapa kali.

Pernah juga disarankan bertemu Ketua Asosiasi Olympian Indonesia Mbak Yayuk Basuki. Dibantu sama Cik Ling Ling [Agustin, mantan atlet tenis meja], tapi tidak ada hasilnya. Saya dan Cik Ling Ling di depan rumahnya. Kata Cik Ling Ling memang enggak mau ditemui.

Citra FebriantiCitra Febrianti 'dipingpong' sebelum dapat bonus perak Olimpiade 2012. (Arsip Kemenpora)

Indonesia kok begini banget ke atlet yang dulunya mati-matian untuk mencapai prestasi, sampai cedera. Saya sampai cedera apa diurusi sama Indonesia? Tidak sama sekali.

Lalu saya juga tanya ke Pak Djoko, kata Pak Djoko sudah menyurati KOI, tapi belum ada kejelasan dari KOI. Pokoknya yang pertama Pak Djoko bilang itu "Saya sudah menyurati, saya sudah bilang ke KOI, menyampaikan berita ini bahwa kamu dapat kenaikan peringkat, tapi belum ada jawaban dari KOI."

Akhirnya saya nekat ke KOI. Saya bertemu sama Pak Wijaya (Noeradi, Wasekjen KOI). Saya ngomong terus terang, katanya KOI sudah disurati sama PB, tapi kok tidak ada kejelasannya.

Langsung Pak Wijaya bilang, "Belum pernah ada Mba surat yang bilang penambahan medali". Lah saya kagetnya luar biasa di situ, saya mati-matian tunggu bertahun-tahun.

Saya butuh memang (bonus Olimpiade 2012). Saya keluar dari angkat besi itu enggak dapat apa-apa, yang saya dapat malah cedera.

Cedera saya itu didapat dari awal ikut angkat besi. Awal mula tertarik sekitar usia 9 atau 10 tahun. Ada teman yang bilang "Ayo ikut angkat besi, nanti dikasih makan enak, ayam goreng."

Namanya akan kecil di kampung senang sekali dengar bisa makan ayam goreng. Datanglah kami ke tempat latihan, malah bertemu anjing besar.

Dikejar kami dan lari kencang. Ada yang bilang kalau kami ketangkap sama penjaga tempat latihan itu, kami akan dipotong-potong dan dijadikan makanan anjing. Setelah itu kapok datang ke sana.

Lalu waktu pertama masuk SMP sekitar umur 12 tahun. Asisten Pak Imron datang ke sekolah mencari atlet-atlet baru. Setelah dites di sekolah saya dianggap bagus, posisi kaki dan punya power. Boleh daftar di padepokan.

Satu minggu baru latihan saya dapat gaji Rp2.500 karena angkatan saya bagu. Bisa tambah angkata, gaji saya naik Rp5.000. Setiap kali angkatan bertambah, gaji saya dinaikkan.

Yang namanya masih remaja itu kan nilai angkatan bisa naik dan turun dengan drastis. Persaingannya ketat sekali. Kamis ebagai atlet tidak bisa istirahat terlalu lama.

Suatu ketika saya ingin menghadapi kejuaraan, saya ingin buat rekor baru di snatch saat latihan di padepokan. Begitu angkat, besi itu tidak naik ke atas, malah menimpa leher dan menggilas tulang ekor.

Posisi saya jatuh tengkurap, dan besi ada di atas saya. Tidak bisa berdiri, saya, setiap kali mencoba duduk saya selalu nangis.

Lalu di bawa ke tukang pijat yang tahu tulang. Katanya tulang saya bengkok. Habis itu saya tidak latihan beberap minggu. Untuk terapi saya bergelantungan, lalu ada orang-orang yang beratnya lebih dari saya menggelayuti saya.

Mereka begitu biar tulang saya lurus lagi. Tapi ternyata itu yang membuat tulang saya tambah renggang karena sering digelantungin. Setelah itu enggak ada penanganan medis lain, cuma minum obat dan pijat.

Cedera itu kambuhan, suka parah juga. Mau buka celana saja enggak bisa. Saya pun harus tidur berbulan-bulan tanpa alas, tidurnya di papan.

Pernah saat ingin kejuaraan di Antayla, Turki, saya sakit tifus. Sedang kena tifus dapat ancaman dari Pak Imron, kalau saya tidak bisa akan digantikan orang lain. Ketika tes tetap saya paksakan, alhamdulillah lulus tes.

Cedera itu makin parah saat mau Asian Games 2014 di Incheon, Korea Selatan. Waktu mau berangkat ke Incheon itu saya sudah bilang ke Pak Imron, 'Ini saya serahkan tiket sama uang saku, saya tidak ingin berangkat'.

Saya bilang, saya gak sanggup, karena posisi saya makin lama parah luar biasa. Kalau sudah jongkok mau bangun itu enggak bisa. Yang memaksa saya berangkat itu Pak Imron, karena enggak ada lagi atlet lain di kelas 53kg, karena peringkat saya masih lebih bagus.

Pak Imron cuma bilang, 'Kamu percaya Tuhan gak? Kalau kamu percaya sama Tuhan kamu berangkatlah, serahkan semuanya sama Tuhan,' katanya begitu.

Enggak tahunya setelah datang ke sana, saya setiap hari datang ke medical, ke dokter mesti pasang taping. Jadi buka pasang, buka pasang lagi, sampai kulit saya luka-luka.

Taping itu kan lengket sekali, klo dibuka sakitnya luar biasa, saya sampai nangis-nangis. Sampai Sinta melihat saya, 'Ya ampun badan kamu sampai begini.'

Ya mau bagaimana lagi, kalau enggak pasang taping badan saya tidak bisa tegap. Tulang saya kan sudah copot dari engselnya, jadi kalau dilihat dari rontgen itu di MRI bisa terlihat.

Saat posisi badan saya agak bungkuk, tulang itu kelihatan menonjol, enggak kaya orang normal pada umumnya. Hasilnya di Asian Games 2014 saya enggak bisa mengangkat sama sekali.

Dari sejak saya latihan cuma bisa nangis, sampai semua atlet pada menyaksikan. Ya karena rasanya sudah sakit tapi tetap dipaksakan harus bisa dan harus bisa.

Semasa persiapan saya sudah hancur-hancuran, masih parah-parahnya sakit. Saya dari awal sudah bilang enggak bisa, tapi Pak Imron yakin kalau saya bisa.

Setelah pulang dari Incheon itu saya masih ditelepon untuk ikut kejuaraan. Saya bilang tidak. Saya akhirnya benar-benar berhenti setelah mengunjungi dokter di Malaysia.

Setelah dirontgen itu terlihat dua tulang lumbal saya patah. Kata dokter, kalau terlambat saja saya datang bisa lumpuh. Akhirnya saya dilarang mengangkat beban lebih dari 5kg, atau nanti bisa lebih parah.

Makanya kalau melihat atlet-atlet yang sekarang itu luar biasa banget. Bonusnya masyaAllah, pengorbanannya beda banget sama yang senior-senior.



(sry)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER