Lantas apa yang salah dengan 'local pride' dan keinginan melakukan naturalisasi pemain? Karena sebenarnya dua hal ini bisa berjalan bersamaan, berdampingan, tanpa merugikan satu dengan yang lain.
Punya segudang pemain hebat yang benar-benar datang dari akar rumput pembinaan sepak bola di tanah air tentu akan memberikan kebanggaan buat kita semua. Talenta-talenta muda ini akan menebalkan kepercayaan kita bahwa Indonesia tak pernah kehabisan bakat luar biasa.
Namun melakukan naturalisasi pemain juga bukan sesuatu yang haram. Asalkan naturalisasi yang dilakukan sudah diukur dengan matang, tepat sasaran, dan tidak terkesan murahan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
PSSI harapannya sudah belajar soal ini. Terutama setelah banyaknya pemain naturalisasi gagal macam Jhonny Van Beukering yang jelas tidak memberikan dampak apapun buat Timnas Indonesia.
Markus saat masih berseragam Timnas Indonesia juga tak asing dengan kata naturalisasi. Mantan pemain PSMS Medan itu pernah bermain di tim Merah Putih bersama penyerang naturalisasi berdarah Uruguay, Cristian Gonzales.
Toh, di negara-negara lain yang sepak bolanya sudah maju, naturalisasi bukan hal yang tabu. Contoh kecil seperti Jerman yang pernah diperkuat Cacau dan Gerald Asamoah, begitu pula dengan Jepang yang menaturalisasi pemain asal Brasil, Alex dos Santos.
Tujuan dari naturalisasi pemain ini jelas, demi prestasi timnas di negara tersebut tanpa bermaksud menepikan pemain lokal yang memiliki kualitas. Ini juga yang seyogyanya jadi fokus seluruh pihak, tanpa perlu ribut-ribut pemain lokal atau naturalisasi.
Karena harus diakui untuk saat ini Indonesia, di level Asia Tenggara saja tertinggal beberapa langkah dari Thailand dan Vietnam. Bukan hanya dari segi prestasi tetapi juga bagaimana serius membangun tata kelola sepak bola yang baik.
Ketertinggalan itu tidak sepantasnya menjadi salah pemain. Sorotan justru harus diarahkan kepada PSSI yang memang diberikan tanggung jawab untuk mengelola dan menjalankan amanah dalam memajukan sepak bola Indonesia.
Perkara mencetak pemain muda berkualitas bukan semudah membalikkan telapak tangan. Bukan pula pekerjaan yang bisa diselesaikan dalam hitungan sebentar.
Ada banyak hal yang harus dikerjakan, ada pengorbanan yang harus dilakukan. Sedikitnya mulai dari pembinaan yang berjenjang dari level kelompok umur, infrastruktur yang mendukung, kehadiran pelatih-pelatih usia muda yang mumpuni, dan tentunya kompetisi yang berkualitas serta berjenjang.
Jika ini bisa dilakukan secara konsisten maka talenta-talenta pemain lokal niscaya akan banyak muncul. Berlimpahnya pemain berkualitas akan memudahkan kerja pelatih, termasuk timnas senior untuk membangun kerangka tim yang kuat dan bisa bersaing di Asia.
(rhr)