Membawa PSIS Semarang jadi juara Liga Indonesia musim 1998/1999 menjadi momen yang tidak terlupakan sepanjang hidup saya.
Saat itu secara finansial PSIS sedang kritis usai krisis moneter 1998. Gaji kami sering telat, tapi kami tetap kompak. Meskipun para pemain tidak mau latihan, tapi kami tetap jaga kondisi dengan berlatih masing-masing.
Walaupun gaji telat, kami tetap mampu mencapai final. Di final kami bertemu Persebaya Surabaya. Saat itu pertandingan digelar di Stadion Klabat, Manado, pada 9 April 1999.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Laga final pasti menegangkan. Saat itu menjelang final saya banyak merokok di hotel untuk menghilangkan ketegangan. Saya memang suka merokok. Sehari bisa habis setengah bungkus.
Tapi sekarang sudah berhenti sejak 10 tahun lalu. Meski memang prinsip saya pemain bola itu harus nakal dan pintar. Sebab main bola itu kan ya curang-curangan.
Kemudian masuklah ke pertandingan final. Suasana di ruang ganti saat itu cukup menegangkan, tapi pelatih terus memberikan motivasi pada kami. Pokoknya dalam otak kita semua bagaimana caranya harus menang.
Akhirnya kami menang lewat gol Tugiyo pada menit ke-89 dan itu berkat umpan saya. Gol itu tercipta setelah saya berhasil melewati Aji Santoso di sisi kanan, lalu saya memberikan umpan crossing yang disambut Tugiyo menjadi gol.
Perasaan saya senang sekali karena Persebaya saat itu tim yang luar biasa. Persebaya diperkuat Hendro Kartiko, Aji Santoso, Anang Maruf, Uston Nawawi, Ronald Pieters dan banyak pemain bagus dan mereka adalah favorit juara. Di penyisihan kami kalah 1-4 dari Persebaya.
Oh ya, sebelumnya di semifinal kami juga berhasil menang lawan Persija Jakarta 1-0 lewat gol Ebanda Timothy pada menit ke-83. Saat itu saya juga yang memberikan assist dari tendangan bebas.
Memang saat itu saya punya kelebihan dalam assist dan tendangan bebas. Setiap tendangan bebas selalu saya yang mengambil.
Selain itu saya juga dikenal punya umpan-umpan yang memanjakan striker. Sebenarnya sebutan lord assist kepada saya tidak pas juga. Cuma kebetulan saja umpan saya yang pas. Tapi memang sepanjang karier saya cukup banyak memberikan assist.
Terutama kepada Rochy Putiray waktu di Arseto Solo karena memang saya sudah mengerti keinginan dia sebab kami dari SMA di Ragunan sudah main bareng.
Rochy itu maunya umpan yang keras kayak shooting gitu dengan ketinggian rata-rata air. Jadi dia tinggal menyambar bola saja.
Kemampuan mengumpan saya memang dilatih. Biasanya kalau selesai latihan pagi bersama tim, saya menambah porsi latihan sendiri untuk mengasah umpan-umpan crossing. Biasanya saya latihan ditemani pembantu umum tim.
Selain membawa PSIS juara momentum lain yang tidak bisa saya lupakan adalah membawa Indonesia menjadi runner up Piala AFF 2002.
Kejadian itu sangat disayangkan karena tinggal sedikit lagi kami juara. Kami kalah penalti 2-4 lawan Thailand di final. Padahal kemenangan itu sangat dinantikan oleh pemain, ofisial, dan seluruh masyarakat Indonesia.