Pelatih Arema FC Javier Roca menceritakan kronologi tertahan empat jam di ruang ganti pemain hingga menyaksikan suporter meninggal.
Roca mengaku baru menyadari kerusuhan membesar setelah keluar dari ruang konferensi pers. Ia melihat banyak orang lalu-lalang di lorong ruang ganti pemain.
Pelatih asal Chile tersebut kaget setelah melihat peristiwa tragis yang terjadi di ruang ganti pemain. Tim medis dan pemain mencoba membantu suporter yang terluka dan sekarat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami berada di ruang ganti selama hampir empat jam, jadi kita tidak bisa keluar dan tidak tahu apa yang terjadi di luar. Sama di dalam lapangan juga," kata Roca.
"Ya kami bantu orang datang ke situ (ruang ganti), jadi kita kasih air, kita kipasi dengan handuk, untuk pernapasan, tapi sudah kolaps karena banyak orang yang keluar masuk ruang ganti, histeris, jadi kacau kondisinya," tambah Roca.
Roca mengaku sedih ketika mengetahui ada korban yang meninggal di ruang ganti.
"Ternyata di situ ada sekitar empat sampai lima orang yang sudah meninggal dunia. Itu salah satu momen paling parah yang kami alami."
"Makanya banyak pemain kami yang sangat terpukul, termasuk saya. Melihat orang kok bisa meninggal di tempat yang kita biasanya kerja kan, itu yang paling berat," terang Roca.
Tragedi Kanjuruhan terjadi setelah Arema kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya pada lanjutan Liga 1 di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu (1/10).
Para suporter merangsek masuk ke lapangan dan terpaksa dipukul mundur aparat kepolisian. Selain mengadang secara langsung, pihak kepolisian juga menembakkan gas air mata ke arah tribune penonton.
Imbasnya, penonton panik dan berdesakan menuju pintu keluar stadion. Akibatnya, terjadi penumpukan massa hingga menyebabkan korban meninggal dunia. Hingga kini pemerintah mengumumkan 125 orang meninggal dunia.
(abs/jun)