Malang, CNN Indonesia --
Duka Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022 yang menelan ratusan jiwa Aremania membuat warga Malang bahu membahu bangkit dari kepedihan.
Sore hari setelah terjadi kericuhan di Stadion Kanjuruhan, selepas pertandingan Arema FC versus Persebaya, jalanan di Malang Raya tetap ramai. Namun, ada nuansa duka yang tergambar di wajah warga.
Spanduk dan coretan dinding belum banyak bertebaran. Hanya di sejumlah titik terpajang tulisan 'Usut Tuntas' dengan warna hitam tebal. Kebetulan pula pada Minggu (2/10) itu mendung menyelimuti sepanjang hari.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada hari yang sama suasana Stadion Kanjuruhan terlihat hening. Sisa kepanikan dan kericuhan masih bertebaran. Belum banyak orang yang datang, selain aparat keamanan dan jurnalis dari berbagai media.
CNN Indonesia.com yang tiba di Stadion Kanjuruhan sekitar pukul 18.15 sore, langsung mengitari ring dua stadion. Di pintu 13, 12, 11, dan 10, lokasi yang banyak merenggut korban, sudah mulai ditaburi bunga. Jumlahnya tak banyak.
Tulisan 'usut tuntas' sudah ada, tetapi masih bisa dihitung jari. Begitu pula tulisan ACAB yang adalah akronim 'all cops are bastards' sudah terpajang di dinding stadion dengan warna merah tipis atau samar.
[Gambas:Video CNN]
Besok paginya, Senin (3/10) tulisan protes makin menjamur jalanan Malang Raya. Nadanya pun makin beragam, dari mencerca hingga menyindir polisi. Dari 'operasi senyap' tengah malam itu kode 1312 sebagai representasi ACAB juga makin menjamur.
Pagi hari itu pemain Arema bersama jajaran pelatih datang ke stadion berkapasitas 42 ribu tersebut. Johan Ahmad Alfarizi dan kawan-kawan menabur bunga di dalam stadion. Tangis pun pecah. Alfarizi dan Dendi terlihat paling terpukul.
Pada hari itu dikonfirmasi pula jumlah korban meninggal dunia versi pemerintah mencapai 131. Ini berbeda dengan versi Aremania yang meyakini jumlahnya lebih dari 180-an.
Malam harinya, tahlilan di depan tugu singa Stadion Kanjuruhan dihadiri ratusan orang. Tak hanya warga sekitar Kepanjen, ada juga warga dari Malang Kota yang hadir. Sementara di pintu 13 ada belasan orang membaca Yasin.
Jika Minggu dan Senin kondisinya mendung, hujan gerimis, Selasa (4/10) mentari bersinar cerah. Tiga hari setelah peristiwa kelam tersebut, tuntutan usut tuntas makin menggema di sepanjang kota dan kabupaten.
Keadilan adalah Pelipur Lara
Dedi, 34 tahun, terdiam sejenak saat diajukan pertanyaan. Warga Kepanjen itu berpikir sebentar mencari kata yang pas soal polisi yang menembaki gas air mata ke tribune Stadion Kanjuruhan.
"Pasti ada orang baiknya," kata Dedi. "Di polisi itu pasti ada yang baik. Kapolres Kabupaten Malang itu contohnya. Dia orang baik. Baik sama Aremania, tapi kenapa dia yang dicopot Polri," ujarnya dengan intonasi yang tak stabil.
Sebab itu Dedi berharap polisi bersikap profesional. Jangan ada pihak yang dilindungi dalam Tragedi Kanjuruhan. Rasa percaya masyarakat harus dibayar tuntas. Mereka yang meninggal dalam peristiwa 1 Oktober sudah cukup jadi korban sebuah sistem bobrok.
Pada Jumat (7/10) malam itu Dedi datang ke Kanjuruhan bersama istri dan anaknya, juga beberapa rekan satu kampungnya. Memang tak ada korban dari keluarga dan desanya, tapi rasa sakit, pedih, dan kecewa ikut memompa emosi dan akal budinya.
Tak hanya polisi, Dedi juga berharap PSSI berbenah dengan sungguh-sungguh. Harus ada reformasi. Menurutnya tak akan ada peristiwa nestapa itu jika PSSI menerapkan sistem yang dibuat FIFA dengan baik. Manajemen Arema pun diamuk.
"Mas, warga Malang itu pasti cinta Arema. Ga mungkin enggak. Mesti itu. Tapi kalau begini, siapa yang jadi korban. Warga. Aremania. Ini yang jadi korban orang-orang baik," kata rekan Dedi bernama Atmo dengan nada tinggi.
Warga Kepanjen ini, yang bertetangga langsung dengan Stadion Kanjuruhan, kini berharap PSSI, Arema, dan semua elemen sepak bola Indonesia berbenah. Tragedi Kanjuruhan harus jadi tamparan untuk sepak bola lebih baik.
Bersambung ke halaman berikutnya...
Pada Jumat (7/10) siang menjelang sore, puluhan umat Hindu berkumpul di depan pintu D Stadion Kanjuruhan. Dengan memakai pakaian indahnya, mereka melantunkan doa ke dewa-dewi.
Berdasarkan data meninggal dunia yang dirilis pemerintah, mayoritas warga yang meninggal beragama Islam. Kendati demikian ini tak menyurutkan warga Hindu untuk ikut menyumbang doa bagi para mendiang.
Istiati, wanita paruh baya 42 tahun, datang ke Kanjuruhan bersama suami dan tiga anaknya. Mereka sengaja ke lokasi meninggalnya Aremania untuk memanjat doa. Sebagai warga Malang mereka turut bersedih hati.
"Ada dua korban di desa kami. Satu remaja putri dan satunya anak sekolah SMA. Ini duka bagi kami. Nanti malam kan umat Islam tahlilan di sini, kami juga memanjat doa. Semua warga Malang pasti sedih" ucap Istiati.
Bukan hanya warga Malang, masyarakat Jawa Timur juga hadir di Kanjuruhan. Sandro Ginting, begitu dia memperkenalkan diri, salah satunya. Warga Banyuwangi berdarah Batak ini sengaja ke Malang untuk ikut berkabung.
Baginya peristiwa 1 Oktober 2022 adalah musibah bagi Indonesia. Meski terjadi di Malang, yang patah hatinya adalah seluruh rakyat Indonesia.
"Saya memang bukan orang Malang, tapi ini tragedi untuk Indonesia. Saya datang untuk mendukung warga Malang. Saya tak bisa memberi apa-apa, tapi saya bisa mengirim doa untuk mereka," kata lelaki 49 tahun ini.
Sekumpulan mahasiswa asal Papua pun tampak hadir di Kanjuruhan. Mereka datang dan berbaur di tengah lautan manusia pada malam tahlilan. Mereka datang atas nama kemanusiaan.
[Gambas:Video CNN]
Bangkit di Penjuru Kota
Pada Kamis (6/10) ada yang berbeda di kota Malang. Hari itu, setiap melintas lampu merah terdengar lagu band pop punk, Endank Soekamti diputar lewat pengeras suara.
Lagu berjudul 'Sampai Jumpa' dari Endank Soekamti ini salah satunya memiliki lirik seperti ini: Hei, sampai jumpa di lain hari. Untuk kita bertemu lagi. Ku relakan dirimu pergi. Meskipun ku tak siap untuk merindu. Ku tak siap tanpa dirimu. Kuharap terbaik untukmu.
"Haru sekaligus meneguhkan hati," ucap Sastro Wisanggeni. "Pas Rabu (5/10) belum ada, pas Kamis (6/10) baru ada ini lagu. Kami sedih, tapi kami sadar harus bangkit dari situasi ini."
Pedagang kelontong tak jauh dari RSUD Malang, Budiman mengaku pedih saat mendengar kabar duka di Kanjuruhan. Meski tak ada keluarganya yang terdampak, ia menyebut dirinya sebagai pendukung Singo Edan.
"Setau saya Aremania itu kreatif, menginspirasi kelompok suporter lain. Sekarang ada musibah di Malang. Suporter lain mengambil hikmah, ya Aremania harus mengambil inspirasi dari sini," ucap Budiman.
Malang sebagai kota yang dikenal dengan kota pendidikan, dianggap Debbie Puspita diyakini akan bangkit. Luka setelah tragedi memang tak bisa cepat disembuhkan, tetapi kebangkitan adalah keniscayaan.
Mahasiswi salah satu universitas ternama di Malang ini mengatakan ada beberapa rekannya yang terdampak. Ada trauma yang dialami, namun rekan-rekannya malah ingin ikut menyuarakan perbaikan dan kebangkitan.
"Hari ini kami ke Stadion Kanjuruhan bukan cuma untuk mengenang mereka yang telah gugur. Kami ingin menunjukkan bahwa warga Malang bersatu dalam situasi duka ini. Malang akan kembali jadi lebih baik," ujar Debbie bersemangat.
Generasi Cinta Damai
Ada dendam permusuhan yang diwariskan. Begitulah kira-kira gambaran rivalitas Aremania sebagai fan Arema dengan Bonek selaku pendukung setia Persebaya.
Rivalitas tidak sehat ini sudah berlangsung puluhan tahun dengan korban meninggal dunia yang tidak sedikit. Dan, Tragedi Kanjuruhan menyadarkan mereka tak ada gunakan bara dendam terus diperam.
Aris, pelajar di kota Malang, sangat berharap kisah permusuhan dan pertikaian Aremania vs Bonek Mania tutup buku. Menurutnya sepak bola itu harus mempersatukan, bukan malah memakan korban.
"Tuntutan kami usut tuntas. Titik. Kalau soal perdamaian inilah saatnya. Yang tua-tua, ayo egonya ditanggalkan. Ini yang muda-muda ingin damai. Arema itu cinta damai," ucapnya.
Dalam situasi berduka, pentolan-pentolan Aremania memang menolak berkomentar soal Tragedi Kanjuruhan, termasuk isu damai dengan Bonek. Karena itu akar rumput lewat generasi muda mendorong hal tersebut.
Apalagi kelompok suporter di luar Malang telah memulainya. Tragedi Kanjuruhan memantik suporter di Jawa Tengah, yakni Persis Solo, PSIS Semarang, dan PSIM Mataram berdamai setelah sering bentrok.
Anto Baret, sesepuh Aremania, salah satu tokoh yang mendorong antarsuporter berdamai di luar stadion. Menurutnya sudah bukan saat rivalitas di luar stadion diwariskan ke anak muda dan anak cucu.
"Karena apa, Allah kalau melihat umatnya rukun, maaf bukannya menggurui, InsyaAllah ini benar. Allah akan suka melihat kita semua rukun. Salah satu jiwa salam satu bangsa," ucap Anto dalam orasi tahlilan.
Dalam orasi yang berapi-api itu Anto berkali-kali meneriakkan kata 'salam satu jiwa' yang dibalas dengan pekikan 'Arema' dilanjutkan 'salam satu bangsa' yang disambut dengan teriakan 'Indonesia' oleh Aremania.
Inilah satu jiwa yang sedang digelorakan di bumi Arema, Malang Raya. Korban meninggal dan luka-luka dari Tragedi Kanjuruhan ingin dijadikan 'jalan jihad' menuju kebangkitan kota Apel.
[Gambas:Photo CNN]