Dalam meniti karier jadi pemain badminton, atlet dan orang-orang terdekat harus benar-benar jeli melihat perkembangan sang pemain. Ketika sang atlet kesulitan bersaing, keputusan pahit terkadang memang harus diambil.
"Sekarang karena hadiah turnamen besar-besar jadi banyak orang tua yang mau anaknya jadi pemain bulutangkis. Gairahnya meningkat meski risikonya besar dan harus jeli."
Lihat Juga : |
"Misalnya saya punya anak tetapi anak itu tidak istimewa. Jadinya ya sudah lanjut sekolah saja," kata Ketua PB Jaya Raya Imelda Wiguna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Imelda berharap atlet-atlet badminton Indonesia juga bisa seiring sejalan dalam hal latihan dan juga pendidikan. Hal itu bisa jadi bekal bagi atlet, baik mereka yang sukses sebagai bintang badminton kelas dunia maupun mereka yang harus menghentikan mimpinya di tengah jalan.
Dalam pandangan Ketua SGS Taufik Hidayat, jalan karier atlet badminton adalah sebuah jalan pertaruhan. Karena itu, setiap atlet harus punya rencana lain bila hal-hal manis yang dimimpikannya di dunia badminton berakhir miris.
"Tidak hanya atlet badminton, namanya jadi atlet itu secara keseluruhan adalah pertaruhan. Risikonya harus mereka ketahui jadi memang yang benar-benar mau saja."
"Mereka juga harus tahu kalau tidak jadi atlet akan jadi apa," tutur Taufik.
![]() |
Ketegasan untuk menentukan pilihan adalah hal yang seringkali harus dilakukan, bukan hanya dari sisi atlet melainkan juga dari sisi klub. Hal itu juga diakui oleh Ketua PB Djarum Yoppy Rosimin. Ketegasan itu yang kemudian akhirnya berbentuk pada proses promosi-degradasi yang dilakukan oleh klub-klub Indonesia di tiap tahunnya.
"Mungkin ada pikiran kasihan masih kecil. Tetapi kalau kami kasihan, kami justru akan mengorbankan masa depannya."
"Kami harus berani jujur untuk mengatakan stop kepada atlet yang dinilai tidak punya prospek. Jangan digantung terus dan kami juga wajib mengingatkan orang tua," tutur Yoppy.
Fung pun menilai bahwa hidup masih menawarkan banyak pilihan selain jadi atlet badminton. Karena itu setiap orang yang berani bermimpi untuk jadi atlet kelas dunia juga harus sadar dengan risiko yang menyertainya.
"Kita harus menerima realitas dan bersikap realistis. Memang semua punya keinginan mau jadi juara bulutangkis, tetapi tidak semua bisa mewujudkannya. Selama masih ada kesempatan di bidang bulutangkis, manfaatkan waktu sebaik-baiknya."
"Namun bila gagal, hidup masih harus terus berjalan. Masih banyak bidang lain di luar sana," ujar Fung.
(ptr/har)