Seperti halnya PB Djarum, PB Jaya Raya juga dianggap sebagai salah satu klub Indonesia dengan pendanaan yang kuat. PB Jaya Raya didukung oleh Yayasan Pembangunan Jaya Raya.
Namun sebelum bisa berdiri seperti sekarang, PB Jaya Raya juga melalui jalan penuh liku dan tantangan.
"Ketika Rudy Hartono juara terus, Pak Ciputra diminta oleh [Gubernur DKI Jakarta] Ali Sadikin menangani bulutangkis, sepak bola, dan atletik di Jakarta. Namun seiring berjalannya waktu, Pak Ciputra melihat yang bisa membesarkan Indonesia itu bulutangkis, makanya olahraga lain dipotong dan fokus ke bulutangkis sekitar tahun 80-an," kata Ketua PB Jaya Raya Imelda Wiguna.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk bisa mencapai ke posisi sekarang, PB Jaya Raya pun harus jatuh bangun. Mereka bahkan sempat nyaris tak punya atlet ketika krisis melanda.
"Menurut Mbak Koes [Retno Koestijah], pernah juga yang berlatih itu tinggal dua orang. Gara-gara sempat ada krisis di Indonesia. Pendanaan berkurang dan atletnya tinggal dua," ucap Imelda.
Setelah melalui masa krisis, PB Jaya Raya bisa mencetak sejumlah legenda badminton Indonesia. Susy Susanti, Candra Wijaya/Tony Gunawan, Markis Kido/Hendra Setiawan, dan Greysia Polii/Apriyani Rahayu sebagai penyumbang medali emas Olimpiade untuk Indonesia.
![]() |
Namun untuk mencapai prestasi fenomenal tersebut, PB Jaya Raya mengalami pasang-surut.
"Ketika kami masih di Ragunan, kami sempat bagus karena menurut penglihatan saya, klub-klub lain itu tidak seagresif sekarang."
"Sementara itu klub-klub lain mulai aktif itu sekitar akhir 2000-an. PB Djarum mulai bikin audisi terus ada PB Exist sebagai klub baru juga agresif sekali. PB Jaya Raya sempat terpuruk karena tidak ada rekrutmen. Atlet-atlet potensial diambil klub-klub lain," ungkap Imelda.
Saat Imelda naik jadi Ketua PB Jaya Raya di 2014, ia mulai kembali melakukan pendekatan agresif dalam perekrutan pemain. Mulailah PB Jaya Raya membangun klub-klub satelit yang akhirnya jadi sumber mereka merekrut atlet potensial.
Pendirian klub-klub satelit tidak selamanya berjalan mulus. Ada sejumlah daerah tempat mereka membangun klub satelit tidak menghasilkan atlet sama sekali. Padahal dana sudah dikeluarkan dari kantong mereka.
PB Jaya Raya juga kemudian mendirikan GOR di Bintaro yang berisi 16 lapangan dan berbagai fasilitas penunjang lain.
"Di Ragunan lapangannya cuma empat. Itu membuat atlet-atlet malah banyak terbentuk jadi nomor ganda karena lapangan sedikit. Waktu itu atlet sering datang berbarengan. Latihan yang single jadi sulit."
"Karena merasa kurang dan Jaya adalah perusahaan properti, makanya dibangun di sini karena punya lahan. Menurut saya di Bintaro paling ideal karena jauh dari mana-mana juga. Anak-anak jadi tidak sering keluar," ujar Imelda.
![]() |
Dalam hal sumber dana yang dianggap kuat, PB Jaya Raya juga harus mempertanggungjawabkan ke Yayasan. Konsistensi prestasi adalah hal yang terus berusaha dijaga oleh PB Jaya Raya meskipun pihak Yayasan Pembangunan Jaya Raya telah memiliki komitmen jangka panjang untuk PB Jaya Raya.
"Kami harus tanggung jawab karena ada rapat tahunan. Di situ saya harus mempertanggungjawabkan karena dana yang sudah dikeluarkan sekian harus jelas hasilnya apa."
"Yayasan mendukung sekali tetapi saya juga harus membuat program untuk menunjukkan hasil yang baik," tutur Imelda.