TESTIMONI

Maria Kristin: 'Paksaan' Berbuah Medali Olimpiade

Maria Kristin Yulianti | CNN Indonesia
Rabu, 23 Nov 2022 19:10 WIB
Perjalanan saya menjadi atlet bulutangkis Indonesia penuh jalan terjal. Mulai karena 'terpaksa' hingga jatuh cinta dan berbuah medali Olimpiade.
Maria Kristin tak pernah menyangka bisa merebut perunggu Olimpiade Beijing 2008. (AFP/INDRANIL MUKHERJEE)

Saya tampil sekuat tenaga. Di gim pertama, saya mainnya belum in. Saya kalah jauh 11-21 di gim pertama. Sebab lawan yang saya hadapi atlet tuan rumah yang rankingnya jauh di atas saya. Percaya dirinya juga lebih besar saat itu.

Di gim kedua, pelatih bilang saya tidak usah mikir strategi ribet-ribet. Yang penting kuat dan enggak gampang mati sendiri. Dengan kata lain, yang penting pukulan masuk.

Saya lakukan itu dan membuat lawan jadi mendapat tekanan di depan publik sendiri. Saya berhasil rebut gim kedua 21-13 dan memaksa rubber game.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di gim ketiga, saya merasa harus tampil habis-habisan. Saya makin percaya diri, sementara dia malah tertekan. Ya sudah, saya mainnya makin enjoy dan akhirnya menang 21-15.

Setelah pertandingan rasanya lega sekali. Bukan karena menang tapi karena capeknya sudah berakhir dan sudah bisa bernapas lega. Saya nggak nangis, tapi lebih merasa capek yang luar biasa.

Setelah seremoni, saya baru mulai menangis. Enggak menyangka ternyata saya bisa mendapatkan perunggu. Dengan kondisi cedera dan underdog saya bisa menang. Sangat bangga dengan perjuangan saya sendiri.

Ini adalah salah satu momen terbaik dalam hidup saya karena sangat-sangat tidak terduga. Saat itu saya tak masuk 10 besar dunia. Tapi ternyata saya bisa. Jadi benar-benar momen tak terlupakan.

Setelah Olimpiade 2008 karier saya langsung drop karena cedera saya makin parah. Saya tak bisa maksimal menjalani latihan berat karena lutut saya sering bengkak.

Indonesia's Maria Kristin Yulianti celebrates her victory over Malaysia's Jing Yee Tee during the Uber Cup badminton championships in Kuala Lumpur on May 12, 2010. AFP PHOTO/Saeed KHAN (Photo by SAEED KHAN / AFP)Maria Kristin sempat down dan nyaris layu sebelum berprestasi. (AFP/SAEED KHAN)

Tahun 2010 saya masih dipercaya ikut Uber. Sebenarnya saya sudah merasa tidak sanggup dan merasa atlet lain lebih layak. Alhasil saya tak bisa berbuat banyak.

Tahun 2011 saya akhirnya putuskan untuk mundur dari pelatnas. Saya merasa posisi saya lebih baik diganti orang lain. Karena sayang sekali tetap di pelatnas tapi sudah tak yakin bisa berprestasi.

Setelah mundur dari pelatnas, saya balik ke PB Djarum. Dua tahun kemudian saya pensiun di usia 27 tahun karena tak sanggup lagi menghadapi cedera.

Banyak orang bertanya kenapa saya pensiun di usia muda?

Banner Testimoni

Saya ingin jelaskan, mental saya sebagai atlet sudah tidak bisa lagi mengatasi cedera saat bertanding. Rasa sakit dan lelah itu tak sanggup lagi saya jalani. Lebih baik istirahat.

Saya sempat melatih pemain-pemain muda di PB Djarum tapi berhenti di 2016 karena menikah. Saat ini saya sudah tidak terlalu terlibat di bulutangkis. Paling-paling hanya jadi juri audisi PB Djarum.

Saat ini saya punya dua anak dan tidak mau mengulangi cara mendidik bapak saya. Meskipun dia berhasil membuat saya sebagai atlet.

Keinginan melihat anak jadi pemain bulutangkis memang ada. Tapi saya tak mau paksa atau bahkan merancang sedemikian rupa. Biar mengalir begitu saja. Terserah dia mau jadi apa, yang penting baik dan sesuai kesukaannya. Tugas saya hanya memberikan dukungan.

Surat Cinta untuk Tunggal Putri Indonesia

Saya pernah berpikir untuk pensiun bukan karena cedera melainkan sulit raih juara. Kalau cedera mungkin zaman sekarang lebih mudah diatasi tapi mental sulit diobati.

Mungkin saat ini yang dialami pemain-pemain muda, khususnya Gregoria Mariska sama seperti yang saya alami dulu. Selalu dinantikan kapan bisa juara karena kita dulu punya Susy Susanti. Itu jadi beban sekali.

Jujur saya sedih melihat Gregoria ketika kalah. Saya saja sedih bagaimana dia? Tapi, mungkin tekanan atlet sekarang jauh lebih besar karena faktor luar lapangan.

Mungkin tekanan di medsos menambah beban atlet sekarang lebih besar dari kami-kami dulu. Saya tahu apa yang dirasakan Gregoria.

Beban atlet sekarang lebih berat karena perkembangan teknologi. Yang sering juara saja sering diserang kalau sesekali kalah, bagaimana yang belum juara?

Pebulutangkis Indonesia Maria Kristin di GOR Djarum, Jati, Kudus, pada MInggu (6/9). (CNN Indonesia/Putra Permata Tegar)Maria Kristin pernah mengalami tekanan psikologi sebagai atlet minim prestasi. (CNN Indonesia/Putra Permata Tegar)

Saya berharap pelan-pelan muncul lagi tunggal putri yang lebih prestasi lagi dari saya. Butuh kesabaran.

Mereka juga harus jeli mengukur kemampuan. Apa yang harus diperkuat lagi dan apa yang harus dilatih lebih intens. Mungkin porsi latihan perlu ditambah.

Semoga kepercayaan diri tunggal putri Indonesia, terutama Gregoria lebih percaya diri lagi setelah runner up kemarin. Selain itu pemain-pemain yang di bawah Gregoria lebih sabar lagi.

Sebab menjadi juara itu tidak bisa instan. Paling tidak kita harus jalani prosesnya dengan baik. Jika kerja keras kita saat ini belum ada hasil, porsi latihan atau usahanya harus dilipatgandakan lagi.

Berusaha lebih keras lagi. Disiplin dalam hal apapun harus ditingkatkan. Semoga dua-tiga tahun kedepan Gregoria dan tunggal putri lain bisa berprestasi lebih jauh lagi.

(jun)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER