Tidak seperti Elite Pro Academy dan Piala Soeratin di Indonesia yang berjalan dengan durasi pendek, kompetisi usia muda di Thailand berlangsung dengan durasi panjang.
Sepak bola amatir di Thailand yang mayoritas diisi pemain-pemain muda, berlangsung dengan durasi panjang. Setiap regional menjalankan kompetisi dengan sistem grup hingga babak final.
Para finalis ini lantas bertanding lagi pada fase nasional. Ini mirip dengan Piala Soeratin tetapi bukan sebuah kejuaraan. Thailand punya kejuaraan lain, yakni Khor Royal Cup dan Ngor Royal Cup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berbicara sepak bola usia muda Thailand sama juga artinya berbicara soal sepak bola sekolah. Kompetisi sepak bola antar sekolah, antar kampus, sangat masif di Thailand dari tahun ke tahun.
Bahkan bisa dibilang atmosfer sepak bola antarsekolah ini sangat tinggi. Itu sebabnya fasilitas-fasilitas pembinaan sepak bola Thailand banyak terdapat di kampus-kampus, tidak hanya di klub.
Stadion-stadion yang sering digunakan Thailand untuk pertandingan besar, terafiliasi dengan kampus sebagai representasi pemerintah. Rajamangala misalnya dikenal sebagai markas Universitas Chulalongkorn.
Karena kualitasnya yang terjaga dengan baik, Thailand paling banyak menjadi tuan rumah kejuaraan AFF hingga AFC. Kualitas ini pula yang membuat anak-anak Thailand mendapat sistem pelatihan dengan baik.
Sistem yang dibangun FAT pada akhirnya membuat bibit sepak bola mereka terdepan di kawasan ASEAN. Saat negara lain kesulitan mencari bibit andal, Thailand konsisten melahirkan jagoan di kawasan ASEAN.
Suphanat Mueanta misalnya, kini terikat kontrak dengan Consadole Sapporo, tak dipaksakan membela Thailand meski dinilai sudah pantas. Mueanta didorong bisa mengembangkan bakat di Jepang atau Eropa.
Mueanta adalah pemain seangkatan Amiruddin Bagus Kahfi. Ia menjadi top skor Piala AFF U-15 2017 dan tercatat sebagai pencetak gol termuda Thai League 1. Adik kandung Supachok Sarachat ini diyakini jadi bintang masa depan Thailand.