Egy Maulana Vikri dan Witan Sulaeman memutuskan kembali ke Indonesia dan tampil di Liga 1 2022/2023. Salahkah keputusan dua pemain Timnas Indonesia ini?
Dua hari menjelang penutupan jendela transfer kompetisi, secara mengejutkan Egy dikontrak Dewa United. Sehari setelahnya giliran Witan Sulaeman diumumkan sebagai rekrutan terakhir Persija Jakarta.
Ada yang senang, tetapi tak sedikit yang kecewa dengan kembalinya dua pemuda ini. Ini tak lain karena kedua pemain tersebut sebelumnya berkarier di Eropa, tepatnya di Slovakia dan Polandia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Egy bergabung dengan Lechia Gdansk pada 2018 lantas ke FK Senica pada 2021 dan terakhir pada 2022 bergabung dengan ViOn Zlate Moravce. Kiprah Egy di Eropa ini membuatnya jadi langganan Timnas Indonesia.
Adapun Witan membela Radnik Surdulika pada 2020, lantas ke Lechia Gdansk pada 2021 dan AS Trencin pada 2022. Hampir sama seperti Egy, Witan kurang mendapat jam terbang, meski di klub terakhirnya lumayan banyak.
Beredar info kedua pemain mendapat kontrak fantastis. Dewa United dan Persija disebut sama-sama menggelontorkan dana hingga Rp4 miliar untuk kontrak keduanya selama semusim.
Ini peningkatan jika dibanding kontrak yang didapat di Eropa. Meski tak ada angka pasti, diperkirakan gaji yang didapat dari kontrak itu tak sampai Rp3 miliar semusim. Sebagai pemain muda dan bukan bintang, mereka masuk kategori pemain level ketiga.
Pertanyaan muncul, apakah kembalinya Egy dan Witan ke Indonesia semata-mata karena nilai kontrak? Hanya kedua pemain yang tahu jawaban pasti, tetapi masa depan sama-sama jadi pertimbangan utama.
Jam terbang yang minim di Eropa membuat kedua pemain agak kesulitan mengembangkan bakat. Penampilan di Piala AFF 2022 bisa jadi cerminan. Utamanya Egy terlihat tak memiliki talenta istimewa lagi.
Padahal di usia mudanya Egy dan Witan adalah pemain dengan bakat menonjol. Aksi individu kedua pemain menonjol dibanding pemain lainnya. Sayang gemblengan kompetisi Eropa tak membuat kualitas mereka makin matang.
Bermain di Eropa, utamanya di negara kelas ketiga, memang bukan jaminan kesuksesan. Jika ukurannya peningkatan kemampuan, ada beberapa jebolan Liga Indonesia yang tetap bisa mengasah bakat dan kualitasnya.
Indra Sjafri, Direktur Teknik PSSI yang juga mantan pelatih kedua pemain, menilai jalan sukses sepak bola tak hanya melalui Eropa. Ada banyak faktor lainnya, salah satunya jam terbang yang rutin di kompetisi.