TESTIMONI

Suzanna Anggarkusuma: Batal ke Amerika, Harumkan Nama Indonesia

Suzanna Anggarkusuma | CNN Indonesia
Rabu, 15 Feb 2023 19:00 WIB
Keputusan Suzanna Anggarkusuma menolak pindah ke Amerika Serikat berbuah deretan medali emas, mulai dari SEA Games hingga Asian Games 1986 dan 1990.
Suzanna Anggarkusuma petenis wanita Indonesia pertama yang tampil profesional. (CNN Indonesia/Surya Sumirat)

Ada satu momen ketika saya dibilang sebagai pelopor petenis profesional wanita Indonesia. Pada sekitar 1984 saya pertama kali mengikuti bermain di level profesional.

Itu waktu zamannya ITF satelit, yang total hadiah uangnya USD5 ribu (Rp75,6 juta). Tapi saya gak berhasil waktu itu.

Jadi awalnya ketika itu saya mestinya ke Amerika Serikat, latihan dan main turnamen. Tapi saya bilang ke Pelti, saya enggak mau latihan di Amerika, saya mau coba tur di Eropa saja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya minta visa, kebetulan dapat. Dari uang yang harusnya buat ke Amerika itu saya pakai untuk ikut turnamen pro di Italia.

Di Amerika itu program Pelti, cuma ya hanya latihan-latihan gitu saja. Mulanya saya dapat informasi dari teman saya yang di Belanda 'Kenapa kamu gak coba main saja pertandingan profesional daripada latihan-latihan'.

Pelti itu setiap latihan ke luar sering ke Amerika. Pernah kami dimasukkan ke turnamen yang besar gitu di Amerika, tapi benar-benar cuma bengong saja, gak ngerti apa-apa.

Waktu di Italia itu saya sendiri, dengan dana dari Pelti. Waktu itu bujet latihan sekitar US$500 sebulan, saya masih ingat dapat bujet US$1.500 buat tiga bulan.

Saya ke Italia itu cuma kepingin coba saja. Kan waktu itu kita enggak ngerti, seperti apa sih turnamen profesional itu.

Ya saya coba saja, oo begini ya rupanya, kalau mau jadi pemain profesional harus begini. Ini jalannya. Ya sudah kita terusin.

Saya merasakan enggak bisa sistem yang cuma latihan. Dahulu kita kan cuma memikirkan event seperti Fed Cup, Asian Games, SEA Games, itu doang yang ada di kepala. Pokoknya buat Indonesia, ada juga PON.

Suzanna Anggarkusuma peraih medali emas ganda putri Asian Games 1986 dan 1990 bersama Yayuk BasukiFoto: CNN Indonesia/Surya Sumirat
Suzanna Anggarkusuma menolak pindah ke Amerika Serikat dan melanjutkan karier di tenis.

Lama-lama berpikir kalau mau cari uang kita mesti berkembang. Memang mesti lebih banyak bermain di turnamen berhadiah. Waktu pertama atau kedua kali ketemu Arantxa Sanchez juga ya di turnamen kaya begitu.

Di pelatnas dapat uang saku. Kalau gak dapat dari turnamen gak dapat apa-apa. Pemasukan lain dapat dari bank, kita kan juga sebagai pegawai. Tapi kan cuma begitu-gitu saja pemasukannya.

Dengan bermain di turnamen profesional itu akhirnya kita bisa mengatur uang juga. Kita hitung juara dapat segini, pengeluaran segini, ya sudah berani jalan.

Kita pernah ikut turnamen ITF di Filipina, tanpa bujet. Tapi kita tahu pengeluaran kita segini, berarti kita harus juara buat balikin modal tiket sama hotel.

Akhirnya setelah itu saya, termasuk almarhumah Tante Mien selalu bawa teman-teman buat tur ke Eropa ikut turnamen pro. Kita main ke Italia ke Jepang, teruslah ke Australia kita coba.

Banner Testimoni

Menolak Pindah ke Amerika

Saya tidak pernah menyesali jalan yang saya pilih sebagai atlet tenis. Saya hobi main tenis. Dan mungkin kita terbiasa untuk bawa nama Indonesia. Jadi kalau dapat mengharumkan nama Indonesia suatu kebanggaan yang gak bisa dibeli.

Terkadang kita bisa punya uang banyak, tapi kalau enggak ada prestasi yang bagus, enggak nikmat. Jadi ya kalau saya bilang, saya selalu merasa senang menjalani kehidupan di tenis.

Dan saya bilang tenis itu bikin kita sebagai manusia lebih kuat untuk hidup, dan saya tidak menyesal saya tidak sekolah tinggi.

Kalau orang kan ada saja yang menyesal, 'Kenapa saya enggak sekolah tinggi saja dulu, kenapa saya main tenis'. Tapi saya tidak menyesali itu.

Saya bilang karir tenis saya sudah membawa saya ke jenjang yang seperti ini. Sebagai manusia memang tidak akan pernah cukup, tapi kita mensyukuri apa yang kita lewati selama ini

Dan pelajarannya yang kita dapat selama pandemi dua tahun ini. Karena tenis, kita masih bisa bagus hidupnya.

Saya sebenarnya sudah mau pindah ke Amerika tahun 1979, sebelum masuk pelatnas. Saya masuk pelatnas tahun 1979 setelah juara Thamrin Cup, dari Belitung saya dibawa ke Jakarta berkat sponsor dari PT Timah, karena ayah saya kerja di sana.

Waktu itu kan sudah mau selesai SMA, dan saya juga belum jadi pemain tenis. Kalah dengan senior, belum masuk tim utama juga. Sudahlah mau pindah saja. Saya sudah dapat green card, sudah bisa pindah.

Tapi Papi saya yang enggak mau. Saat itu pun sedang persiapan general check up, periksa dengan dokter untuk pindah ke sana.

Karena yang di Amerika itu dari saudara Mami. Akhirnya kata Papi kakak saya yang duluan ke Amerika dengan mami.

Akhirnya saya dan Papi tetap di Indonesia. Saya melanjutkan karier di tenis. Karena ketika saya memilih tenis waktu kecil Papi saya senang betul.

Mami saya main tenis, sekadar main saja, kalau Papi enggak. Tapi begitu saya mau main tenis, Mami biasa saja, papi yang senang.

Sampai akhirnya saya memenangkan kejuaraan lokal, masuk pelatnas. Menang beragam medali di SEA Games, Asian Games, turnamen pro. Saya juga ikut Olimpiade 1992 di Barcelona. Tenis ini olahraga dan hidup saya.



(nva)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER