Jakarta, CNN Indonesia --
Kinerja wasit masih menjadi salah satu masalah akut sepak bola Indonesia. Dari musim ke musim, rapornya tetap merah, nyaris tidak pernah hijau.
Sebagai solusi atas kinerja para pengadil ini, pada 2018 PSSI meluncurkan referee assessor atau penilai wasit, yang pembentukannya disepakati dalam Kongres.
Ini merupakan evaluasi atas perlawanan sejumlah pihak, termasuk di internal (komite eksekutif) PSSI, yang menolak penggunaan wasit asing dalam Liga 1 2017.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wasit asing resmi digunakan PSSI mulai pekan ke-18 Liga 1 2017 pada 4 Agustus. Ini adalah implementasi dari hasil Referee Development Discussion PSSI pada 28 Mei 2017.
Menjelang Liga 1 2018, PT Liga Indonesia Baru sempat keras kepala ingin tetap menggunakan wasit asing. Namun PSSI Komite Eksekutif (Exco) akhirnya membatalkannya.
Sebagai gantinya, PSSI menunjuk dua wasit asing, Toru Kamikawa asal Jepang dan Raymond Olivier dari Inggris, untuk menggelar pelatihan referee assessor atau penilai wasit.
Ketika kompetisi dimulai, PSSI menunjuk mantan wasit berlisensi FIFA asal Jepang, Toshiyuki Nagi, sebagai Direktur Teknik Wasit. Ia membawahi referee assessor.
Namun masa kerja Nagi di PSSI hanya seumur jagung. Politik di internal federasi membuat Nagi tak sampai semusim membenahi sistem perwasitan Tanah Air.
Sepanjang putaran kedua Liga 1 2018 misalnya, hampir setiap pekan terjadi protes dari para pelatih dan manajemen klub. Mereka kecewa dengan keputusan-keputusan kontroversi yang dibuat wasit.
Pertandingan terakhir Liga 1 2018 antara Persija kontra Mitra Kukar, yang menjadi penentu juara kompetisi dan degradasi bagi Mitra Kukar, pun tak lepas dari kontroversi.
[Gambas:Video CNN]
Ketika itu wasit Prasetyo Hadi menghukum Mitra Kukar dengan penalti. Keputusannya kontroversial karena Marko Simic terlihat diving saat berbenturan dengan bek Mitra Kukar.
Gol kedua Persija juga diawali gangguan kepada kiper, tapi tak diindahkan wasit. Ramdani Lestaluhu terlihat menghalangi gerak Yoo Jae Hoon sebelum Simic berhasil menanduk bola.
Terjadi di Liga 2 dan Liga 3 juga
Tak hanya di Liga 1, kejadian serupa juga menghiasi Liga 2 dan Liga 3. Bahkan bisa dibilang coreng moreng wasit Liga 2 dan Liga 3 lebih brutal.
Hal ini memicu polisi melakukan pengusutan dugaan mafia sepak bola di keseluruhan Liga Indonesia. Lewat Satuan Tugas (Satgas) Antimafia Bola, para pelaku dikejar.
Belasan orang akhirnya ditangkap. Dari akhir Desember 2018 hingga awal 2019, tercatat 15 orang ditetapkan polisi sebagai tersangka mafia sepak bola.
Beberapa nama yang diciduk adalah Priyanto, Yuni Kartika, Dwi Irianto alias Mbah Putih, Johar Lin Eng (Asprov Jateng), hingga Joko Driyono yang ketika itu jadi Plt Ketua Umum PSSI.
 Petugas membawa tersangka kasus mafia bola di Indonesia. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono) |
Beberapa cara yang digunakan para pelaku untuk memuluskan aksinya adalah dengan mengatur wasit. Dalam hal penugasan wasit, dijadikan cara mengatur hasil akhir pertandingan.
Memasuki musim 2019, wacana penggunaan wasit asing kembali mengemuka. Namun asa itu pupus karena kinerja wasit asing pun dianggap tak cukup memuaskan.
Tak jauh berbeda dengan musim 2018, musim 2019 juga banyak diwarnai kontroversi kinerja wasit. Hingga pekan ketiga PSSI sampai menghukum tujuh wasit.
Hingga akhir musim, beragam kontroversi kinerja wasit menjadi bahasan utama di media massa dan media sosial. Kegeraman demi kegeraman makin keras didengungkan.
Berlanjut ke halaman kedua >>>
Pada akhir 2019, PSSI resmi berganti tampuk kepemimpinan. Mochamad Iriawan terpilih jadi ketua umum dan diyakini bisa memperbaiki kinerja wasit yang amburadul.
Liga 1 2020 disebut-sebut akan menjadi wajah baru PSSI. Sayang pandemi Covid-19 menghantam pada Maret. Kompetisi yang baru berlangsung tiga pekan dihentikan.
Kompetisi baru digulirkan kembali pada Agustus 2021 untuk musim 2021/2022. Kompetisi musim ini digelar dengan sistem gelembung untuk beradaptasi di masa pandemi.
Hampir tak jauh berbeda dengan musim-musim sebelumnya, kinerja wasit langsung disorot sejak pekan pertama. Banyak keputusan kontroversial tercipta. Namun PSSI berkilah performa wasit menurun karena kompetisi tidak berlangsung selama satu tahun lebih.
 Wasit Iwan Sukoco di Liga 1 2022. (ANTARA FOTO/Nyoman Hendra Wibowo) |
Nyatanya, seiring berjalannya kompetisi, masih banyak wasit yang tak bekerja optimal. Persoalan offside dan hukuman masih jadi masalah paling akut.
Karena persoalan ini, PSSI memutuskan menggunakan wasit tambahan di belakang gawang. Ini dilakukan untuk meminimalisir kesalahan pengambilan keputusan.
Sayangnya kinerja wasit belakang gawang bak hantu, antara ada dan tiada. Wujudnya ada di samping gawang, tetapi keputusan wasit masih berantakan dan memilukan.
Rentetan wasit yang dihukum PSSI
Terakhir, musim 2022/2023, belum terlihat perubahan kinerja wasit. Ada yang bagus, tetapi tidak sedikit yang seolah memang setelan pabriknya membuat kesalahan dan kontroversi.
Kompetisi baru berjalan lima pekan, PSSI sudah menghukum tiga wasit Indonesia berlisensi FIFA karena dianggap lalai dalam bertugas.
Ketiga wasit FIFA yang dihukum PSSI itu adalah: Fariq Hitaba, Yudi Nurcahya, dan Sance Lawita. Ketiga wasit FIFA itu adalah di antara dari total 18 wasit, AAR (additional assistant referee), dan asisten wasit yang disanksi PSSI.
 Wasit Fariq Hitaba (ketiga kanan) memberikan kartu kuning kepada penjaga gawang Persija Jakarta Andritany. (ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana) |
Fariq Hitaba dihukum karena dinilai blunder dalam duel Bali United vs Persija Jakarta pada pekan pertama. PSSI menyebut Fariq tidak memberikan hukuman penalti kepada Persija saat pemain Bali United handball di arena hukuman.
Fariq Hitaba dihukum delapan minggu sejak pekan kedua dan baru kembali ditugaskan pada pekan kedelapan Liga 1.
Yudi Nurcahya adalah wasit Indonesia kedua dengan lisensi FIFA yang saat ini dihukum PSSI. Yudi disebut salah dalam menerapkan law of the game pada laga Bali United vs Rans Nusantara di pekan kedua.
"Wasit lalai dalam menerapkan LOTG pasal 12 yang seharusnya apabila ada pelanggaran yang bersamaan maka yang diputuskan yang terberat," tulis PSSI.
Berlanjut ke halaman berikutnya >>>
Wasit FIFA Indonesia yang terakhir diskors PSSI sampai dengan pekan kelima Liga 1 musim ini adalah Sance Lawita. Pada pekan kelima saat Borneo FC menjamu Persebaya Surabaya, Sance hanya memberikan kartu kuning untuk Kei Hirose yang membuat pelanggaran keras terhadap Koko Ari.
"Wasit lalai menerapkan pasal 12, hanya memberikan KK (kartu kuning) yang semestinya KM (kartu merah) untuk pemain Borneo FC yang melanggar pemain Persebaya dengan tenaga berlebihan (very very dangerous play) Menerjang tulang kering dengan telapak kaki dengan kekuatan penuh. (lalai dalam memberikan jaminan keselamatan pemain)," bunyi rilis PSSI.
Selain ketiga wasit FIFA itu, mereka yang saat ini dihukum PSSI adalah: Yeni Kristanto, Abdullah, Mustofa Umarella, Tabrani, Ami Jerimias Tepal, Hamim Tohari, Pipin Indra Pratama, Darma Santoso, Hotlan Nainggolan, Hari Cristanta, Mansyur, Sudarmono, Dwi Purba, Gidion Napaherang, dan Totok Fitrianto.
Sukar diterima akal sehat
Beberapa rapor merah wasit pada musim yang dihiasi Tragedi Kanjuruhan yang menelan 135 korban meninggal dunia ini bahkan sulit diterima akal sehat.
Sangat banyak keputusan wasit yang salah terkait offside. Beberapa di antaranya terjadi dalam pertandingan Rans vs Persikabo, Borneo vs PSS, dan PSIS vs Persija.
[Gambas:Video CNN]
Referee Assessor PSSI musim 2022/2023 Fakhrizal M Kahar mengakui masih banyak wasit yang membuat kesalahan. Ia bahkan sampai kesal sendiri.
Menurutnya kesalahan-kesalahan mendasar para wasit ini karena fokus dan konsentrasi yang bermasalah. Karenanya ia berharap penyegaran wasit rutin dilakukan.
Lelaki yang biasa disapa Rambo ini juga sangat berharap PSSI di bawah kepemimpinan Erick Thohir membuat terobosan baru yang berimplikasi pada kualitas wasit.
"Selama ini [penyegaran wasit] cuma dua kali. Sebelum kompetisi dan saat jeda. Ini belum cukup. Wasit-wasit yang kurang, ibarat mobil di bengkel, kita kumpulkan, kita latih lagi."
"Jadi mereka dibina terus. Sehingga ada kepercayaan diri. Setiap ada yang kena sanksi dipanggil dan diberikan kepelatihan. Diberi tahu mana yang salah dan bagusnya apa," katanya.
 Ilustrasi wasit Liga 1. (ANTARA FOTO/YULIUS SATRIA WIJAYA) |
Referee Assessor PSSI lainnya Achmad Romadhon menilai perlu kerja lebih besar dan sistem lebih mapan untuk membenahi wasit yang kurang kompeten.
"Menilai wasit tidak bisa hanya dari video sepotong-sepotong. Harus full match dan hal ini sudah menjadi kesepakatan bersama dari tim evaluasi. Dalam hal wasit yang telah lalai menjalankan tugas, jelas akan mendapatkan sanksi atau pembinaan sesuai taraf kesalahannya dan akan dibebaskan sementara dari penugasan," kata Romadhon.
Selepas Tragedi Kanjuruhan, PSSI lewat situs resminya tak pernah lagi mengumumkan hasil sidang Komite Wasit. Praktis tak ada sanksi tambahan meski keputusan kontroversi masih marak terjadi.
Merespons masalah tersebut, Head of Development Referee PSSI Andes Lestyanto mengatakan pihaknya terus berupaya memperbaiki masalah kinerja wasit usai Tragedi Kanjuruhan.
"Kaitannya dengan Liga 1, "Kita melakukan analisis dan kemudian melakukan evaluasi terhadap semua perangkat pertandingan di seluruh pertandingan, baik itu yang terpantau oleh media atau tidak, dengan mudah dapat dipantau dari televisi atau layanan streaming dan rekaman pertandingan," ujar Andes.
"Dari situlah kami melakukan kerja kami, kewajiban kami, menganalisis kemudian mengevaluasi. Ya, kami menemukan beberapa kekeliruan dari perangkat pertandingan. Kami menyoroti faktor mental, fisik, konsentrasi dan fokus mereka. Kami hanya fokus pada faktor-faktor itu sehingga jika kami menemukan kelalaian atau error, maka kami akan menganalisis lebih dalam apa penyebabnya," ucap Andes.
"Setelah Tragedi Kanjuruhan kita duduk kembali kita melihat dinamika yang ada, toh akhirnya PSSI memutuskan hanya Liga 1 yang dapat dilanjutkan dengan berbagai pertimbangan, sehingga kami memutuskan fokus terhadap development untuk membantu kinerja perangkat pertandingan sejak Tragedi Kanjuruhan hingga pekan ke-34 yang akan berakhir pada 15 April nanti," ujar Andes.