Jakarta, CNN Indonesia --
Debut Rafael Struick bersama Timnas Indonesia sekilas mirip kisah Elkan Baggott, namun serupa cerita Egy Maulana Vikri atau Oktovianus Maniani pula.
Struick debut dalam laga melawan Palestina di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Rabu (14/6). Ia tampil sebagai starter, main 45 menit, dan memperlihatkan aksi menjanjikan di lini depan Indonesia.
Puja dan puji mengalir. Nama pemain ADO Den Haag tersebut lantas sempat menjadi trending topic urutan pertama Indonesia pada Rabu (14/6) malam. Ada harapan besar yang mulai digantungkan di namanya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini mirip dengan kisah debut Baggott. Pada 16 November 2021 Baggott debut saat melawan Afghanistan dalam laga uji coba di Dubai, Uni Emirat Arab. Baggott hanya main 68 menit karena cedera di kepala.
Ketika itu media sosial juga riuh. Aksi pemain 20 tahun ini diapresiasi tinggi. Media massa Indonesia juga mengupas pemain Ipswich Town ini dengan intonasi positif.
Ada pula kisah debut Egy dan Okto sebagai perbandingan. Egy debut bersama skuad Garuda saat melawan Islandia pada 14 Januari 2018 saat masih 17 tahun. Ia tampil menggantikan Osvaldo Haay.
Debut Egy pun penuh puja dan puji. Bedanya, nama Egy sudah populer sejak membela Indonesia U-16. Apalagi ketika debut itu namanya dikait-kaitkan dengan sejumlah klub Eropa.
Kini Egy sudah tidak mendapat panggilan Timnas Indonesia lagi. Sejak kembali ke dalam negeri dengan membela Dewa United dari Slovakia, pamor Egy turun. Namanya jarang lagi disebut-sebut.
Adapun Oktovianus debut bersama Timnas Indonesia dalam laga melawan Uruguay pada 8 Oktober 2010. Saat itu usianya baru 19. Hampir mirip Egy, Okto sudah dikenal sejak membela Indonesia U-15.
Debut Okto pun mendapat sanjungan. Kecepatan akselerasinya jadi bahan perbincangan. Namun pada akhirnya Okto redup seiring waktu. Kisahnya di Timnas Indonesia hanya bertahan tiga tahun.
Lantas, apa korelasi debut Struick, Baggott, Egy, dan Okto? Ekspektasi sama-sama tinggi. Ada harapan besar dialamatkan ke pemain muda untuk masa depan indah Timnas Indonesia.
Setidaknya Indonesia tidak kehabisan bakat bagus pemain muda. Terlebih lagi Rafael Struick kini akan dihadapkan pada ujian berat melawan Argentina dalam FIFA Matchday di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senin (19/6).
Jika Struick bisa melakoni ujian melawan Argentina dengan tampil baik, dia akan jadi pemain yang menjanjikan bagi Tim Merah Putih.
Baca kelanjutan berita ini di halaman berikutnya>>>
Dalam skuad Argentina yang akan dihadapi Timnas Indonesia pada Senin (19/6) ada tiga pemain muda di bawah 23 tahun. Mereka itu Thiago Almada, Facundo Buonanotte, dan Alejandro Garnacho.
Pada saat yang sama Indonesia punya sembilan pemain di bawah 23 tahun: Ernando Ari, Rizky Ridho, Pratama Arhan, Elkan Baggott, Ivar Jenner, Marselino Ferdinan, Witan Sulaeman, dan Rafael Struick.
Hadirnya pemain-pemain muda ini membuat banyak kalangan yakin masa depan Timnas Indonesia akan cerah di masa mendatang. Apalagi tim-tim yang menjajal mentalitas pemain bukan kaleng-kaleng.
Ujian dari Argentina yang adalah peraih gelar Piala Dunia 2022, diyakini akan melambungkan pengalaman bertanding pemain Indonesia. Meski Argentina tanpa Lionel Messi, Argentina bisa memberi pelajaran.
Pemain 35 tahun yang baru pindah ke Inter Miami tersebut tak berangkat ke Indonesia karena mendapat jatah libur lebih awal. Angel di Maria dan Nicolas Otamendi juga absen.
Tanpa empat bintang, 'ilmu' dari Argentina akan tetap penting bagi Tim Merah Putih. Indonesia yang saat ini sedang menanjak dalam ranking FIFA perlu belajar dari banyak hal, terutama Argentina yang saat ini di posisi di posisi pertama dunia, khususnya soal cara pemain-pemain Tim Tanggo bermain.
Menang melawan Argentina sama sekali bukan mustahil. Tak ada yang mustahil dalam sepak bola. Namun demikian mungkin terlalu berlebihan menyebut skuad Garuda akan mengalahkan La Albiceleste.
Meski demikian perlu diingat juga, mengambil pelajaran dari tim-tim kaliber dunia bukan pertama kali muncul. Indonesia juga pernah melawan Uruguay, Belanda, dan Islandia beberapa tahun lalu.
Kendati demikian asa mendapatkan 'pelajaran penting' itu akhirnya limbung. Harapan melihat Timnas Indonesia membaik dalam pentas Asia Tenggara dan benua Asia, tak terwujud. Timnas Indonesia terus terpuruk.
Ada banyak faktor yang bisa dikemukakan atas kegagalan itu. Beberapa di antaranya adalah manajemen federasi yang kacau dan kualitas kompetisi sepak bola nasional yang jalan di tempat.
Situasi saat ini boleh dibilang berbeda dengan ketika Indonesia melawan Uruguay, Belanda, hingga Islandia. PSSI memiliki niat melakukan perbaikan dan kompetisi sedang digenjot kualitasnya.
Selain itu, ada juga asa yang melambung setelah melihat penampilan impresif Struick, Jenner, dan selanjutnya Shayne Pattynama, tetapi bukan bukan di situ poinnya.
Ratusan atau bahkan ribuan potensi bisa saja muncul, tetapi akan redup jika tidak dibarengi gaya hidup atlet papan atas. Argentina akan memperlihatkan gaya hidup atlet top dan semoga Timnas Indonesia bisa memetik pelajaran.
[Gambas:Video CNN]