Nomor speed, menurut Hendra Basir, berbeda dengan lead atau boulder. Atlet lead dan boulder tidak saja diminta cepat bergerak atau membuat keputusan, tetapi juga harus menguasai pegangan atau point.
Dalam setiap kejuaraan, jalur atau pegangan point di nomor speed tidak pernah berubah, karena itulah kategori speed memiliki rekor dunia.
Sementara di nomor lead serta boulder, baik jalur maupun pegangan (point) selalu mengalami perubahan dalam kejuaraan. Tidak hanya itu, dalam pergantian babak, jalur pada nomor ini juga bisa berubah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau di lead, variabel pertama adalah sport industry atau industri olahraganya. Bayangkan, setiap pegangan di federasi internasional saja ada sekitar 20 lebih produsen yang bersertifikasi, dan mereka ini bersaing, dalam tanda petik, produknya untuk dipakai di event resmi," tutur Hendra.
"Kalau produknya sudah dipakai di event resmi, otomatis setiap gym-gym di Eropa akan mencoba belanja itu, biar konsumen datang berlatih di gym itu. Kita kalau mau mengikuti itu, bukan kita gak punya uang, keuangan kita kan terbatas," ucap Hendra melanjutkan.
Ia mengatakan, Indonesia masih sulit mengimbangi perkembangan point pada nomor lead dan boulder yang terus berubah setiap tahun. Sementara Indonesia hanya memiliki kemampuan membeli produk baru seperti saat event-event besar seperti Asian Games atau Piala Dunia.
Sedangkan terbiasa dengan pegangan pada point nomor lead dan boulder jadi salah satu kunci sukses di dua kategori tersebut.
Karena itu, guna mengimbangi kesuksesan nomor speed, Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) sudah bergerak mempersiapkan atlet-atlet junior yang diharapkan berprestasi pada nomor lead.
![]() |
Para atlet ini dibina usai Kejuaraan Nasional (Kejurnas) 2020. Hendra mengatakan pembinaan jangka panjang untuk nomor lead ini berbeda dengan sistem sebelum-sebelumnya yang merekrut atlet-atlet senior berprestasi hasil sebuah event.
Atlet junior yang direkrut pada 2020 lalu berusia sekitar 15 hingga 17 tahun. Penilaiannya mereka memiliki potensi di nomor lead dan lolos dalam sejumlah tes pelatnas.
"Dan semua yang ada di sini itu, semuanya belum pernah juara di level nasional. Tapi sekarang mereka ada di mana? Saya tidak bilang mereka lebih bagus dari seniornya, levelnya bersaing. Mereka ini lebih muda, dan mereka bukan sasaran jangka pendek, jangka panjang [Olimpiade] 2028," ucap Hendra.
Setelah dinilai mantap, FPTI berencana memberangkatkan para atlet ini guna berlatih ke Eropa ketimbang membeli jalur track wall climbing yang dianggap kelewat mahal.
"Daripada kita mendatangkan pegangan yang harganya mahal dan selalu berkembang, mendingan kirim orang berlatih di sana. [Berlatih] tiga bulan [lalu] pulang sebulan, berangkat lagi tiga bulan, begitu atau bisa saja kalau visanya memungkinkan, pakai durasi visa yang lama," ujar Hendra.
"Kenapa di Eropa? Karena di Eropa itu pusatnya industri. Semua gym-gym itu berusaha jadi yang terbaik, jadi kita panjatin, kita bayar," kata Hendra menambahkan.
Selain faktor kualitas atlet dan juga industri, aspek lain yang bisa membuat nomor lead dan boulder di Indonesia berkembang adalah kualitas pelatih. Pelatih yang piawai membuat jalur mirip dengan jalur di ajang internasional bisa meningkatkan kualitas atlet.