Jakarta, CNN Indonesia --
Postur tubuh sejatinya bukan masalah untuk bisa berprestasi sebagai atlet panjat tebing.
Dalam setiap nomor panjat tebing, baik speed, lead, dan boulder, pemanjat yang paling cepat mencapai ketinggian adalah pemenang.
Di atas kertas, atlet dengan postur tubuh yang lebih tinggi punya peluang lebih bagus menjadi pemenang dibandingkan dengan pemanjat yang berpostur pendek.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kendati demikian, hitung-hitungan di atas kertas itu tidak selalu tepat. Rajiah Sallsabillah adalah bukti nyata pemanjat dengan postur yang tidak tinggi, namun bisa berprestasi.
Rajiah Sallsabillah atlet speed putri timnas panjat tebing Indonesia baru saja meraih medali emas Piala Dunia IFSC 2023 di Chamonix, Prancis, Juni lalu.
Victoire Andrier lawan yang dihadapi di final Piala Dunia di Chamonix memiliki postur lebih tinggi ketimbang Sallsa. Sebagian besar lawan-lawan Sallsa di Piala Dunia Panjat Tebing juga mempunya postur yang lebih baik.
Akan tetapi dalam sejumlah kesempatan, Sallsa bisa tampil lebih baik. Sampai puncaknya gelar juara Piala Dunia pertama di Camonix.
Pelatih Tim Kombinasi Indonesia, Triyanto Budi, mengatakan postur bisa menentukan keberhasilan seorang atlet.
Tetapi Budi juga tidak membantah faktor postur ini tidak selalu mutlak. Sallsa dan Veddriq Leonardo yang menjadi pemegang rekor dunia nomor speed putra dengan catatan waktu 4,90 detik jadi bukti.
"Pasti menentukan, meski tidak mutlak. Veddriq itu 162cm bisa juara dunia, di speed rata-rata [tinggi badan] memang 162cm. Tapi kalau di bawah 155cm sepertinya berat karena atlet butuh lompatan dan jangkauan ekstra yang dibantu dari postur," ujar Budi saat ditemui di sela latihan timnas panjat tebing di Bekasi.
Komentar senada dilontarkan mantan juara dunia Evi Neliwati. Di mata Evi postur tubuh tidak selalu jadi patokan seorang atlet diunggulkan juara.
Evi mencontohkan dirinya, dengan tinggi 155cm, namun bisa juara Piala Dunia Panjat Tebing UIAA di Singapura 2006 dan dua kali juara Asia UIAA.
"Untuk postur itu relatif, saya sendiri tingginya 155cm. Tergantung [atletnya] itu, disiplinnya, kita rajin, latihan rutin," tutur Evi.
"Jalur speed ini kan hafalan, ya mau gak mau dengan latihan kontinu pasti akan bisa. Kembali lagi kalau skill orang sudah bisa, kembali ke mental," ucap Evi menambahkan.
Sukma Lintang Cahyani jadi contoh lain atlet yang menembus pelatnas panjat tebing Indonesia tanpa peduli dengan tinggi badan.
Saat ini atlet asal Yogyakarta itu jadi bagian tim lead panjat tebing Indonesia. Lintang memiliki tinggi badan 153cm.
Meski begitu persoalan postur ini tidak menjadi problem berarti. Walaupun nomor yang dilakoninya memiliki pengaruh terhadap postur seorang atlet.
Pasalnya untuk nomor lead, seorang atlet dituntut menempuh jalur guna memasang runner. Jalur pada kategori lead ini akan berubah di setiap babak, berbeda dengan speed yang tidak pernah berubah.
"Untuk postur sama saja. Mau yang pendek mau yang tinggi bisa juga," kata Lintang.
Akan tetapi Lintang menekankan soal kelebihan dan kekurangan dari atlet yang memiliki postur tinggi serta pendek.
"Kalau yang pendek mengeluarkan power-nya dua kali lipat dibandingkan orang yang tinggi. Jadi endurance harus kuat, strenght juga lebih bagus," ucap Lintang.
Salah satu kelebihan pemanjat dengan postur tubuh tinggi adalah memiliki jangkauan yang lebih baik, sehingga memudahkan dalam bergerak.
"Kalau di lead, bisa tinggi, bisa pendek. Kalau atlet dengan postur tinggi lebih enak jangkauan poinnya. Kalau yang pendek-pendek juga masih bisa bersaing di lead," atlet lead putra Indonesia, Musauwir, menimpali.
Prinsip panjat tebing nyaris sama dengan cabang-cabang olahraga lain. Seorang atlet dituntut menutup kekurangan potensi dalam dirinya dengan meningkatkan kualitas pada aspek lain.
Jika tidak memiliki postur yang tinggi, maka seorang pemanjat bisa meningkatkan kualitas dengan menambah daya tahan dan kekuatan saat di papan panjat.
Kecerdasan dengan cepat membaca jalur juga jadi poin yang tidak kalah penting. Pembacaan jalur yang tepat akan memudahkan seorang pemanjat membuat keputusan hingga akhirnya lebih cepat sampai puncak.
"Salah satu hal yang penting juga rentang tangan. Kalau panjang tangannya tidak balance dengan tinggi badan, pasti keseimbangannya kurang bagus," kata Budi.
Pelatih yang juga guru SMP 1 Sragen ini juga menjelaskan eks atlet Spanyol Ramon Julian Puigblnque sebagai contoh lain atlet yang tidak tinggi tetapi memiliki jangkauan tangan yang panjang. Hasilnya Ramon Julian bisa menjadi juara Piala Dunia dan Kejuaraan Eropa.
"Bisa juga, salah satunya itu Ramon. Badannya pendek tapi rentang tangannya panjang, intelegensi juga tinggi dan bisa jadi nomor satu dunia," Budi menjelaskan.