Jakarta, CNN Indonesia --
Bisa memecahkan rekor dunia panjat tebing nomor speed putri mungkin jadi salah satu momen yang paling berkesan dalam karier saya sebagai atlet.
Dalam karier saya sebagai atlet, alhamdulillah saya pernah merasakan beberapa gelar juara. Medali emas Kejuaraan Asia 2017 di nomor speed relay (estafet), lalu medali emas Asian Games 2018 di Jakarta-Palembang nomor speed relay juga.
Di nomor tunggal speed putri Asian Games 2018 juga saya dapat emas, terus empat kali medali emas di Piala Dunia Panjat Tebing speed putri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tapi saat memecahkan rekor dunia itu yang menurut saya paling berkesan. Waktu itu saya memecahkan rekor speed putri di Piala Dunia IFSC 2019 di Xiamen, China.
Rekor catatan waktu saya saat itu 6,99 detik, mengalahkan pemanjat tuan rumah, Song Yiling.
Kenapa berkesan? Karena itu target kami di tim panjat tebing Indonesia waktu 2018 menargetkan harus ada nih orang Indonesia yang bisa pecah rekor [di tahun 2019].
Kemudian mungkin kalau untuk juara dunia itu disebutnya bisa diraih [siapa saja]. Tapi kalau pecah rekor itu kan mencatatkan nama kita, nama kita tercatat di sejarah.
Ditambah lagi waktu itu saya juga sedang cedera. Saya cedera sendi pada jari telunjuk dan tengah tangan kiri karena over training di Tebing Lembah Harau, Padang, Sumatera Barat.
Karena saat latihan di sana saya sedang persiapan pra kualifikasi Olimpiade 2020. Meskipun kami atlet speed, tetapi untuk Olimpiade 2020 kan yang dipertandingkan kombinasi speed, lead, dan boulder, jadi kami tetap dipaksa harus bisa di lead dan boulder untuk pra kualifikasi Olimpiade itu, makanya latihannya di tebing beneran.
Saat pecah rekor itu perjuangannya memang benar-benar terasa. Yang selalu saya ingat, setiap saya habis memanjat, tangan saya harus direndam di air es biar cepat pulih. Saya baru mengangkat tangan dari rendaman air es sebelum giliran saya memanjat lagi.
Namanya lomba memanjat ini kan terus-terusan, bergantian dari setiap peserta yang lolos. Jadi setiap kali saya habis memanjat dan lolos, tangan saya perlu direndam di air es. Setiap selesai bertanding saya juga harus ke tim medis mengurangi rasa sakit di jari-jari.
Faktor lain yang membuat rekor dunia itu begitu membekas adalah ada kata-kata pelatih saya waktu dulu, Bang Hendra [Basir]. Dia bilang begini: "ini event terakhir. Kalau memang harus kita 'hancurkan' [tangan kita] hancurkan saja dulu."
Istilahnya ya sudah, mau bagaimana pun, jarinya itu nanti setelah kompetisi kita perbaiki jarinya di Indonesia. Hal-hal itu jadi pemicu sendiri bagi saya.
Bisa memecahkan rekor itu di luar ekspektasi saya. Apalagi menjadi atlet perempuan pertama yang bisa mencatatkan waktu di bawah tujuh detik, saat itu.
Kita atlet hanya ingin berlatih bertanding terus juara. Setiap impian atlet pasti inginnya seperti itu. Inginnya mengharumkan Indonesia.
 Memecahkan rekor dunia di Piala Dunia IFSC 2019 jadi momen yang paling berkesan bagi Aries Susanti Rahayu. (Dok. IFSC) |
Untuk menceritakan seperti apa suasana dan pikiran saya saat itu, saat memanjat dan juara saja agak susah sepertinya. Ha...ha...ha...
Bagaimana ya caranya menceritakan sisi teknis seperti itu? Kalau sudah di climb wall, pokoknya gas saja. Kalau saya pribadi, pokoknya saya manjat menampilkan yang terbaik, bagaimana caranya saya perfect saat memanjat.
Jujur saja saya benar-benar enggak menyangka bisa pecah rekor. Begitu saya memencet bel, setiap atlet panjat nomor speed pasti akan melihat catatan waktu setelah memencet bel. Kan ada lampu hijau dan merah, hijau untuk yang menang, merah untuk yang kalah. Waktu tahu lampu saya hijau rasanya luar biasa.
Pikiran saya kan, posisi tangan saya lagi gak fit. Memanjatnya nothing to lose, lillahi ta'ala. Di setiap event yang saya ikuti pun saya bilang, ya sudah saya harus melakukan yang terbaik, apapun hasilnya itu yang terbaik.
Kalau bisa viral seperti setelah juara dunia di Chongqin pada 2018 dan lain-lain kaya kemarin, itu bonus dari Allah. Seorang atlet itu harusnya seperti itu, kita berlatih kita bertanding.
Baca kelanjutan cerita ini di halaman berikutnya>>>
Saya tidak menyesali harus pensiun lebih cepat. Ada beberapa faktor kenapa saya pensiun pada 2021 lalu.
Pertama, buat saya tidak apa-apa kalau memang harus pensiun, karena saya sempat berpikir, hidup itu kan pilihan.
Yang kedua, juga agar regenerasi khususnya di olahraga panjat tebing Indonesia bisa lebih meningkat, agar juaranya tidak satu-dua orang saja, tetapi menyeluruh. Biar ada regenerasi lagi di panjat tebing.
Saya berharap dengan pensiunnya saya yang lebih cepat ini anak-anak muda juga mulai terpacu. Mungkin bisa dikatakan, kemarin Mba Aries sudah bisa juara dunia pecah rekor, saya juga harus bisa. Nah benak saya inginnya seperti itu.
Kemudian, namanya juga usia, kan perempuan. Memang saya sama pelatih saya dulu Bang Hendra (Basir) masih punya target buat Olimpiade (2024). Cuma karena memang kayaknya saya cukup sampai di sini. Akhirnya saya tetap memutuskan pensiun.
Saya memutuskan kepada Bang Hendra secara baik-baik. Saya berhenti di dunia panjat sebagai atlet, dan saya ingin mencoba berkarier di dunia pelatih, biar ilmu saya gak cuma di bagian atlet saja.
Saya balik ke Grobogan, Jawa Tengah, yang merupakan daerah asal saya. Saya mengajar di sekolah SMAN 1 Grobogan, karena di sini ada kelas khusus olahraga.
Saya ingin menularkan ilmu yang saya dapat di situ. Ini pengabdian saya untuk panjat tebing, terutama untuk daerah saya setelah tidak jadi atlet lagi.
 Juara Piala Dunia Panjat Tebing IFSC 2018 di Chongqing, China, jadi momen di mana Aries Susanti Rahayu dan panjat tebing terkenal di Indonesia. (IFSC/ForrestLiu) |
Dulu, saya itu memulai karier sebagai atlet panjat tebing di kelas 2 SMP. Jadi awal mulanya dulu saya dari SD kelas 4 sampai SMP kelas 2 itu atlet atletik di tingkat kabupaten, jadi juaranya terus.
Lalu saya dikenalkan sama guru saya di SMP, yang saat itu jadi pelatih saya di atletik. Saya disuruh coba olahraga panjat tebing.
Karena waktu itu 2009 mau ada Porprov Jawa Tengah. Jadi saya diminta ikut persiapan di cabang panjat tebing untuk kontingen Kabupaten Grobogan.
Saya akhirnya gabung, coba olahraga panjat pada akhir 2007, coba olahraga ini ternyata suka. Lalu saya merintis, intinya saya sampai harus keluar dari Grobogan biar dapat ilmu lebih.
Keluar dari Grobogan itu saya ke Semarang, latihan, ikut kejuaraan. Dulu kan seperti fasilitas di daerah kan belum mendukung.
Awal-awal saya di panjat tebing ini benar-benar sampai harus berkelana. Lulus SMP itu saya 2010 dan pindah ke Semarang. Itu pun saya dititipkan di pelatihan daerah (pelatda), pelatihan jangka panjang untuk persiapan PON 2012 di Riau.
Saya dititipkan di sana untuk jadi sparring partner, akhirnya saya sekolah juga di Semarang dua tahun.
Saat ikut PON 2012, saya belum dapat hasil apa-apa, namanya anak baru, terus ilmunya masih kurang, gak dapat hasil bagus. Setelah itu berkelana di Jawa Tengah.
Akhirnya bagaimana caranya biar saya betah di panjat tebing, akhirnya coba latihan di Purwokerto, Semarang, Yogyakarta, di Solo juga.
Sampai akhirnya saya masuk pelatnas 2017 setelah (meraih perak) PON 2016 di Jawa Barat. Ke pelatnas juga sama seperti cerita saya masuk pelatda, sparring partner juga awalnya. Saya dilirik sama pelatih Bang Hendra.
Alasan saya ikut seleksi lewat jalur sparring partner, karena saya kan enggak masuk peringkat 10 besar nasional untuk yang bisa ke pelatnas.
Nah akhirnya diakali sama Bang Hendra ada promosi degradasi. Saya ditanya: "Kamu mau gak latihan di Yogyakarta bareng sama anak-anak di pelatnas? Tapi jadi sparring partner."
 Aries Susanti Rahayu kini fokus membina atlet-atlet panjat tebing muda di Grobogan, Jawa Tengah. (Photo by ADEK BERRY / AFP) |
"Intinya biaya sendiri, kita cuma menyediakan tempat latihan bareng." Jadi waktu itu kaya biaya makan dan lainnya ya biaya kantung sendiri.
Dalam program sparring partner itu saya bersama beberapa atlet daerah lain juga. Kebetulan juga karena uang menipis, saya pilih latihannya tektok (pergi-pulang) saja.
Lalu kalau ada event promosi-degradasi kita diundang sama Bang Hendra dua kali, dari dua kali itu kan kelihatan hasilnya. Hasil saya keluar setelah event di Piala Dunia 2017 di Villars, Prancis.
Saya baru bisa masuk ke timnas panjat tebing setelah event di Villars 2017 itu. Dengan saya masuk ke timnas, ada yang terdegradasi. Akhirnya saya menjalani karier di pelatnas dan sampai pensiun.
Alhamdulillah ada berkah tersendiri dari dunia panjat tebing. Pokoknya setelah ikut pelatnas alhamdulillah ada berkah, entah itu ada generasi panjat tebing atau orang awam yang dulunya belum tahu panjat tebing sekarang jadi tahu.
Sekarang regenerasinya juga makin banyak, makin banyak prestasinya pula. Terus, alhamdulillah ada rezeki dari luar pula.
[Gambas:Video CNN]