Bermain badminton dari semula hobi, kemudian membuat orang tua bangga, dan saya juga merasakan aura luar biasa ketika berdiri membawa bendera Indonesia. Menurut saya itu 'wow' banget dan tidak semua orang seberuntung saya.
Bermain di dua Olimpiade, 2004 dan 2008, adalah hal yang spesial karena semua pemain ingin main di Olimpiade. Pada Olimpiade 2004 saya bermain bersama Nova Widianto sampai babak perempat final, dan empat tahun kemudian saya berpasangan dengan Flandy Limpele sampai babak perebutan medali perunggu.
Saya juga bermain rangkap di sektor ganda putri pada Olimpiade 2008. Ketika itu saya berduet dengan Liliyana Natsir yang juga main rangkap bersama Nova di sektor ganda campuran.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meski gagal meraih medali, Olimpiade menurut saya adalah prestasi paling terbaik.
Di luar itu, yang namanya gelar juara tetap tidak kalah penting dan selalu punya memori positif. Semua gelar juara tentu ada kenangan manis, tetapi yang paling saya ingat adalah juara Japan Open 2006 ketika pertama kali dipasangkan bersama Flandy. Itu benar-benar berkesan karena saya habis operasi.
Saya comeback di situ dan berpikir: "Wah gila jadi juara lagi". Padahal sebelumnya harapan sudah mau pupus dan menyerah karena cedera bahu yang membuat saya istirahat panjang dan sampai ada pergantian pasangan.
![]() |
Sebelumnya saya bermain di ganda campuran bersama Nova. Kemudian saya cedera, Nova dipasangkan dengan Butet. Sementara setelah sembuh, saya bermain bersama Flandy.
Untuk peringkat saya pernah di level atas bersama Nova dan Flandy di ganda campuran dan pernah juga bareng Deyana Lomban, Emma Ermawati, dan Butet.
Saya memang main di dua sektor tersebut. Sebenarnya waktu kecil, sebagaimana atlet-atlet cilik, saya main di nomor tunggal dulu. Atas saran Papa, selanjutnya saya main di sektor ganda karena melihat persaingan waktu itu.
Saya masuk pelatnas di sektor ganda putri. Seingat saya waktu itu latihan ganda putri dan ganda campuran masih digabung. Sektor mixed double juga istilahnya masih jadi 'anak tiri', enggak seperti sekarang.
Dari situ saya mulai berkenalan dengan sektor ganda campuran, mengalir dan kemudian bermain rangkap.
Saya benar-benar termotivasi dengan prestasi dan ingin tampil di lapangan. Satu hal lagi adalah saya menikmati. Itulah alasan saya main di ganda putri dan ganda campuran.
Kalau ditanya, "Kok, kamu kuat?", ya saya juga enggak tahu, ha ha ha. Saya hanya merasa senang saja bisa main di dua sektor. Lagi pula ada juga atlet luar yang main rangkap seperti Ge Fei, Gao Ling, atau Ra Kyung Min. Jadi menurut saya itu bukan hal yang aneh.
Kemudian ada pula pertanyaan soal bagaimana saya membagi fokus. Kalau main dua di dua sektor itu mana yang lebih jadi prioritas? Kalau saya ya fight saja. Enggak banyak pikir, jalani saja, yang penting prestasi.
![]() |
Memang kalau di lapangan ada perbedaan yang cukup besar antara main di ganda putri dan ganda campuran. Kalau di ganda putri saya harus siap capek dan bermain sabar. Sementara di ganda campuran saya harus membawa diri saya lebih berani dalam bermain karena salah satu lawan yang dihadapi adalah laki-laki.
Main di dua sektor tidak membuat saya menggandakan porsi latihan. Saya latihan normal saja seperti yang lain, paling ya ada tambahan 30 atau 40 menit. Kuncinya ada di mindset.
Sebenarnya kalau dihitung-hitung latihan sehari kira-kira 5-6 jam, seminggu latihan terus. Kalau dibandingkan sama bertanding, paling sekali main satu jam. Kalau menurut saya logikanya seperti itu.
Cedera jadi salah satu titik terendah dalam kehidupan karier saya. Ada hal lain lagi yang membuat saya harus mengambil keputusan berat, yaitu ketika keluar dari pelatnas PBSI.
Menurut saya, waktu itu saya harus keluar dari Cipayung karena ada masalah dengan perkataan salah satu pengurus baru. Detik itu juga saya tidak terima, dan saya pilih keluar dari PBSI. Faktor harga diri, sakit hati, dan tersinggung atas salah satu pengurus membuat saya tak berpikir panjang untuk pergi.
Di sepanjang karier saya, banyak rekan duet di lapangan. Dari yang usianya senior dibanding saya ataupun yang junior. Ketika masih bermain, saya percaya kepada pilihan pelatih untuk menentukan siapa yang menjadi pasangan saya. Tugas pemain di lapangan adalah menyesuaikan dengan siapa kita bermain. Saya bukan tidak pernah komplain, tetapi saya selalu berusaha untuk main maksimal dan beradaptasi dengan siapapun saya dipasangkan.
Di antara banyak rekan bermain bersama, menurut saya semuanya punya jalan cerita, sejarah, dan efek positif dalam hidup. Hanya saja biasanya yang diingat atau yang dibanggakan adalah yang punya prestasi tertinggi karena biasanya kalau kita bisa juara dengan pasangan kita maka masa dipasangkannya lebih lama.
Baca lanjutan artikel ini di halaman selanjutnya>>>