AF Rinaldo, 'Jenderal' Kebangkitan Basket Indonesia

AF Rinaldo | CNN Indonesia
Rabu, 11 Okt 2023 18:55 WIB
AF Rinaldo  yang dikenal dengan julukan 'Jenderal' meraih prestasi bergengsi di masa kebangkitan basket Indonesia era 1990-an hingga 2000-an.
AF Rinaldo bergelimang prestasi saat menekuni dunia basket. (dok. tim dewa united)

NBA jelas jadi acuan saya dalam bermain basket. Saya menimba ilmu dari empat pemain top Amerika Serikat pada masa itu, yakni Earvin 'Magic' Johnson, Isiah Thomas, John Stockton dan Kevin Johnson soal cara bermain basket.

Tidak langsung bertemu dengan empat legenda tersebut, saya nonton dari video atau dari televisi. Kebetulan saya lahir di keluarga basket. Mungkin pada tahun 1980-an keluarga-keluarga menonton film dengan menggunakan media video VHS/Betacam, tetapi keluarga saya nontonnya pertandingan basket.

Basket memang mengalir dalam darah saya, dalam artian saya terlahir di keluarga yang begitu mengenal basket. Eyang saya, RM Sidharta, adalah mantan ketua Perbasi Jawa Barat dan pernah punya jabatan di Perbasi pusat. Eyang juga yang bawa video-video NBA dan akhirnya saya menonton itu di rumah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Waktu saya masih kecil, beliau juga suka mengajak saya menonton pertandingan basket. Kemudian ada juga om saya yang juga menjadi atlet basket, salah satunya adalah Karsiman yang juga pernah sampai level timnas pada tahun 1970/1980-an.

Ketertarikan dalam dunia basket membuat saya 'terjerumus' ke arena olahraga 5 on 5. Dari SD kemudian makin serius ketika masuk SMP. Saat berseragam putih biru itulah saya masuk klub basket yang dirintis oleh keluarga besar saya yang dikenal dengan nama Esco.

Selain berlatih di tim, saya juga berlatih mandiri berbekal tonton video. Bagaimana cara Magic Johnson main dengan visi yang luas, saya melatih ball handling seperti yang dimiliki Isiah Thomas, bagaimana pick and roll-nya John Stockton, dan kecepatan Kevin Johnson ketika bermain.

AF RinaldoAF Rinaldo lahir di keluarga basket sehingga ia bisa mendapat banyak pengetahuan soal basket sejak usia muda. (dokumentasi IBL)

Apa yang saya lihat, saya praktikkan dalam latihan mandiri yang biasa berlangsung pagi sebelum berangkat sekolah dan siang hari setelah pulang sekolah.

Pada usia SMP saya mendapat panggilan membela Jawa Barat di level nasional. Bukan untuk kelas kelompok umur atau junior, melainkan untuk tim senior yang sedang bersiap menuju ke Pra-Pekan Olahraga Nasional (Pra-PON).

Di situ saya bermain dengan orang-orang yang usianya jauh di atas saya. Mereka bahkan ada yang sudah bermain di level profesional, pada tahun 1980-an mungkin namanya kalau enggak salah itu Gabatama (Liga Bola Basket Utama).

Jelas bangga bisa bermain dan dipercaya di level senior, tetapi yang jadi masalah adalah ketika saya bermain di level sepantaran atau kelompok usia. Lawan dari tim saya biasanya protes.

"Lho, kok Inal main di level sekolahan atau junior? Dia kan sudah main di pra-PON," begitu biasanya mereka protes ha ha ha.

Situasi itu enggak sekali atau dua kali saya temui. Saya anggap wajar karena saya lompat sekian level dari usia saya yang seharusnya masih main di tingkat umur belasan tahun, tetapi sudah bisa tembus ke tim dewasa.

Prestasi saya bisa dibilang stabil sehingga kemudian saya terpilih masuk ke dalam sebuah tim yang dipersiapkan jadi Timnas Junior Indonesia. Saya dipanggil dan dimasukkan ke Sekolah Atlet di Ragunan.

Terpilih masuk tim junior ada rasa enggak betah dengan situasi yang ada. Ragunan tahun 1980-an bukan seperti sekarang, masih sepi dan seram. Selain itu saya juga merasa kurang sreg dengan kualitas pendidikan formal yang saya dapat di kelas sebagai pelajar SMA.

Karena hal itu saya memilih mundur. Saya bilang ke eyang saya dan mundur baik-baik dari Ragunan untuk memilih kembali ke Bandung. Eyang juga waktu itu berpesan agar saya menuntaskan sekolah dan kemudian baru terjun total ke basket.

Setelah saya selesai SMA, ada panggilan memperkuat Timnas Junior. Saya terpilih masuk lagi dan membela Indonesia di luar negeri.

Waktu itu saya belum bergabung dengan klub manapun, sementara semua pemain lain sudah punya klub. Banyak yang mengincar saya agar gabung menjadi pemain mereka, tetapi saya sudah 'terpagut' dengan Aspac atau yang waktu itu masih bernama Asaba.

Awal mulanya dari ketidaksengajaan. Setelah pulang dari tugas membela negara di luar negeri, saya berada di Jakarta. Mau pulang ke Bandung kok kayaknya jauh dan capek karena sudah berlatih selama weekdays, akhirnya saya ikut tawaran beberapa pemain Asaba waktu itu, untuk main ke mess mereka dan latihan bareng.

Dari situ Koh Irawan Haryono melihat saya dan terjadilah saya dipinang Asaba. Koh Kim Hong [panggilan Irawan Haryono] datang ke Eyang, meminta izin untuk menjadikan saya pemain di klub tersebut.

Hubungan saya dengan Koh Kim Hong bisa dibilang sangat dekat, seperti anak dan orang tua. Hal itu juga yang menjadi alasan saya bermain di satu klub saja.

Keinginan untuk pindah sempat muncul pada 1995-an. Rasa gundah ingin pindah klub bisa dibilang masa frustrasi saya sebagai pemain basket. Itu terjadi karena saya merasa gagal upgrade medali dari perunggu ke perak di SEA Games.

Saya pikir mungkin saya butuh ruang baru untuk bisa memotivasi dan menjadi energi baru, namun urung terjadi setelah saya bicara hati ke hati dengan Koh Kim Hong.

Hal lain yang juga sempat bikin saya merasa down adalah keputusan tidak memberangkatkan Timnas Basket Indonesia ke Asian Games 2002.

Padahal sebelumnya Timnas Basket Indonesia tampil bagus di SEA Games 2001 dengan hasil medali perak. Waktu itu memang masih ada dampak krisis moneter, sehingga imbasnya tidak semua cabang olahraga bisa berangkat.

Tetapi menurut saya kalau memang betul-betul niat, kan mungkin bisa mencari sponsor. Janji yang semula diucapkan tak terwujud. Akhirnya hingga pensiun medali perunggu dan perak di SEA Games dan emas SEABA saya tak bisa dilengkapi dengan keikutsertaan di Asian Games.

Banner Testimoni

Sekarang saya menjadi pelatih, sebuah peran yang sudah saya jalankan sejak 2007 ketika menjadi assistant player [menjadi pemain dan menjadi tim pelatih] di Aspac.

Kini basket sudah berubah dibandingkan masa saya dulu bermain. Peraturan mengubah sistem permainan. Dulu kan waktu pegang bola 30 detik sekarang 24 detik. Kalau dulu saya melihat pemain lebih skilfull, keindahan, dan more physical. Sementara sekarang speed and power.

Terlepas dari perbedaan tersebut, saya menerapkan hal penting setiap kali melatih. Saya ingin para pemain punya attitude yang bagus, work ethic, komunikasi, mental, bisa membangun chemistry di tim, dan mampu berkompetisi secara sehat.



(nva/har)

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER