TESTIMONI

Iman Agus Faizal: Legenda Voli, Pelopor Jump Serve ASEAN

Iman Agus Faizal | CNN Indonesia
Rabu, 13 Sep 2023 19:00 WIB
Mantan pemain Timnas Voli Indonesia Iman Agus Faizal bercerita soal momen jadi pemain terbaik di SEA Games 1991 sebagai yang paling berkesan dalam kariernya.
Agus Iman Faizal mempopulerkan jump serve bola voli di ASEAN. (Arsip Istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia --

Bagi saya event seperti SEA Games, di mana kita bisa meraih emas, itu jadi masa-masa yang paling berkesan, karena hal tersebut adalah merupakan kehormatan dan harga diri Republik Indonesia.

Saya masuk Timnas Voli Indonesia sejak 1985 untuk area senior, tapi di junior sejak 1982. Sampai dengan SEA Games 2001 di Malaysia, total saya meraih lima medali emas: SEA Games 1987 di Jakarta, 1989 di Malaysia, 1991 di Manila-Filipina, 1993 di Singapura, dan 1997 di Jakarta.

Bahwa pada saat itu, masuk ke dalam Tim Nasional senior harus mempunyai prestasi terbaik di level Timnas junior, seperti juara di junior ASEAN, di pelajar ASEAN, dan di junior Asia tahun 1982 sampai 1985.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan prestasi di level international di tingkat junior, maka dapat masuk dalam level Timnas senior mulai tahun 1985.

Lalu yang paling berkesan yang mana? Yang paling berkesan itu saat dapat penghargaan pemain terbaik, karena tidak setiap SEA Games ada pembagian di area terbaik.

Di SEA Games 1991 Manila, selain di final lawan Thailand menang 3-2 dengan waktu yang sangat lama, sekitar 3 atau 4 jam, juga waktu itu saya mendapat penghargaan sebagai best server dan MPV (most valuable player). Saya juga kaget waktu itu.

Nah saya tidak bisa membayangkan, selain mengharumkan nama bangsa ternyata saya ini pemain terbaik Asia Tenggara. Itu merupakan suatu prestasi tertinggi bagi saya.

Yang jelas hitung-hitungan statistik untuk server terbaik itu sama saja seperti sekarang, memberikan banyak poin atau ace.

Iman Agus FaizalIman Agus Faizal mengatakan perjuangan jadi atlet nasional pada zamannya cukup berat. (Arsip Istimewa)

Saya waktu itu juga bisa jump serve. Mungkin bisa dibilang jump server pertama di Asia Tenggara atau SEA Games. Sepanjang karier saya di timnas sejak 1985 sampai 1991, munculnya jump serve di Asia Tenggara itu saat SEA Games 1991.

Waktu zamannya saya itu belajar untuk bisa bermain bola voli yang baik tidak seperti sekarang. Kalau sekarang di media sosial atau di televisi, banyak caranya.

Zamannya saya, belajar main voli itu adalah saat kami itu bertanding ke luar negeri dan melihat tim Jepang, tim China, tim Korea Selatan.

Di situlah kami menonton pertandingan, di situlah kami belajar. Salah satunya saat itu adalah saya mengagumi pemain Jepang Yuichi Nakagaichi.

Saat Asian Championship 1991 (Kejuaraan Asia 1991) di Perth, Australia, dia menerapkan jump serve dan smes (setinggi) tiga meter. Saya belajar saat melihat dia tampil di Kejuaraan Asia 1991.

Jadi waktu jelang SEA Games 1991 itu Timnas Indonesia banyak melakukan try out. Try out pertama ke Fukuoka, Jepang, try out kedua ke Sheffield, Inggris ke Universiade, try out ketiga ke Kejuaraan Asia di Perth. Lalu ke SEA Games.

Dan saya langsung mempraktekkan jump serve tersebut dalam latihan. Kalau bicara jump serve sebenarnya mulai berlaku di tahun 1990, tapi kan tidak seperti sekarang, TV sudah bisa memperkenalkan ini itu segala macam.

Kalau saya kan mesti menunggu ke luar negeri, kebetulan ke luar negerinya tahun 1991. Dan saya melatih jump serve itu di klub, di JVC.

Lalu kenapa saya bisa menjadi pemain terbaik?

Ini mungkin hitungannya best scorer. Kalau berapa poin yang saya cetak, saya tidak tahu. Kalau tidak salah bukan hanya saya, Loudry Maspaitella juga dapat tosser terbaik. Saya best server, Loudry best tosser, yang lainnya dibagi-bagi, ada yang dari Thailand dan negara lain.

Jadi waktu tahun 1987 juga ada pemain terbaik, kebetulan saya dapat receiver terbaik sama satu penghargaan lain.

Melawan Thailand itu salah satu pertandingan yang berat. Kalau dulu kan tidak seperti sekarang, dulu masih ada pindah bola. Jadi pemain-pemain Thailand ini merujuk dari tim junior, sama kaya Indonesia.

Pada saat tahun 1985 (SEA Games) karena mereka tuan rumah, kami kalah, hanya mendapatkan perak. Begitu 1991 bertemu lagi, Thailand sudah mulai meningkat.

Mereka ulet, seperti saat sekarang. Bertanding melawan Thailand itu memang adu otak, bukan adu otot. Memang sama-sama kuat, sampai-sampai hingga 3 atau 4 jam. Pertandingan dimulai dari jam 4 sore sampai dengan malam.

Iman Agus Faizal (ketiga kanan) saat jadi Ketua Tim Jakarta BNI 46 di Proliga 2020. Hadir juga Dio Zulfikri, Megawati Hangestri Pertiwi, Samsul Jais, dan Hanny Sukartty.Iman Agus Faizal (ketiga kanan) belajar bola voli yang baik hanya saat ke luar negeri. (ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko)

Intinya siapa yang kuat mental dia yang menang. Pindah bola, pindah bola, pindah bola terus. Seperti itu. Akhirnya yang kuat mental dialah yang menang.

Saat selesai selebrasinya sih yang normal saja, namanya senang ya senang. Tapi yang jelas pada saat itu faktor keletihannya sudah sangat tinggi, dua-duanya. Baik Indonesia baik Thailand.

Jadi selebrasinya hanya selebrasi normal saja. Itu GOR tribune-nya penuh sampai ke bawah. Sampai saya juga heran, saya seperti di Istora. Tapi penonton menikmati permainan yang diterapkan Indonesia dengan Thailand.

Sebenarnya kalau bicara mengenai prestasi, mana yang terbaik, mana yang berkesan, jadi seharusnya tidak ada satu atau dua yang berkesan. Prestasi yang berkesan itu adalah, bagaimana prestasi ini bisa membawa nama harum bangsa. Nah itu dia.

Jadi kalau bicara membawa nama harum bangsa, dan itu membuat prestasi, tentunya bila kita mendapatkan medali ataupun mendapatkan ranking yang terbaik.

Tidak mudah mengharumkan nama bangsa itu. Kenapa tidak mudah? Kalau kita bicara SEA Games, tidak usahlah kita bicara SEA Games, kalau kita bicara event internasional itu tidak asal tanding saja. Di mana di situ faktor mental itu sudah 99 persen.

Tetapi yang namanya berkesan saat itu tidak hanya di area SEA Games saja. Kami juga ikut di Kejuaraan Asia tahun 1991 di Perth, di mana kami bisa ranking lima, kami di bawah Jepang, China, Korea, Taiwan, baru Indonesia. Nah seperti itu.

Itu merupakan suatu kebanggaan, kebanggaan tersendiri. Di Asia ternyata kami bisa masuk di situ.

Baca kelanjutan berita ini di halaman berikutnya>>>

Petuah Ayah dan Larangan Jadi Pemain Bola

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER