AF Rinaldo, 'Jenderal' Kebangkitan Basket Indonesia
Basket yang sudah saya kenal sejak usia SD benar-benar menjadi separuh hidup bagi saya, dan cukup membanggakan bisa memberi prestasi dalam tiga momen yang membangkitkan basket Indonesia pada berbagai ajang seperti SEA Games dan SEABA.
Tiga momen yang luar biasa itu adalah SEA Games 1993, SEABA 1996, dan SEA Games 2001.
SEA Games 1993 saya menjadi anggota Timnas Basket Indonesia di level senior setelah sempat dipanggil memperkuat tim junior. Meski saya masih 21 tahun waktu itu, saya sudah ditunjuk sebagai kapten.
Sebuah kebanggaan tersendiri bisa mempersembahkan medali pertama di SEA Games dari cabang bola basket setelah sekian lama bendera merah putih tidak berkibar di kompetisi basket internasional.
Tiga tahun kemudian di Kejuaraan SEABA (South East Asean Basketball Association) saya kembali menjadi kapten dan bersama teman-teman menorehkan sejarah untuk pertama kali Indonesia juara di turnamen antarnegara ASEAN itu.
Medali emas jelas berbeda rasanya. Terlebih seperti kita tahu untuk kawasan ASEAN ada raja basket Filipina, dan saya bersama teman-teman bisa mengalahkan mereka.
Berkali-kali lipat merasa bahagia juga karena dalam kejuaraan itu Indonesia tidak terkalahkan, plus ada pride karena waktu itu benar-benar pemain lokal semua.
Sejarah lain lagi yang bisa saya sumbangkan adalah pada SEA Games 2001, ketika Indonesia untuk pertama kali merasakan perak SEA Games. Untuk tahun itu sebenarnya saya tidak 100 persen fit karena cedera anterior cruciate ligament (ACL) empat bulan sebelum SEA Games.
Saya kemudian diberi waktu untuk beristirahat dan kemudian dikasih kesempatan memulihkan diri sebelum bergabung. Saya kebetulan waktu itu dibantu almarhum Octavianus Matakupan yang menjadi pelatih fisik.
Kalau dipaksa untuk memilih satu prestasi terbaik, mungkin emas SEABA jawabannya. Terlepas dari itu tentu ketiga prestasi tersebut memiliki cerita berbeda yang begitu berkesan buat saya.
Bagaimana dengan di level klub? Yang begitu membanggakan buat saya adalah ketika menjadi juara Merlion Cup di Singapura. Itu adalah kejuaraan bergengsi yang diikuti wakil-wakil Asia seperti China, Korea, Filipina. Selain itu ada juga wakil Australia dan Selandia Baru, bahkan dari Yugoslavia.
Ketika itu saya membawa Aspac juara. Pada partai final Aspac bisa mengalahkan tim nasional China yang baru pulang dari Olimpiade. Mereka kalau enggak salah tembus 10 besar. Jadi benar-benar bukan lawan sembarangan.
Pas final itu saya merupakan satu-satunya pemain lokal, sementara empat starter lainnya adalah pemain asing. Penggunaan pemain asing diperbolehkan dan wakil-wakil dari negara lain juga menggunakan talenta-talenta luar negeri.
Kenangan lain yang juga menyenangkan adalah ketika juara bersama Aspac pada 2005, karena waktu itu unbeatable. Kami juara tanpa terkalahkan dari reguler season sampai final. Mungkin skor menang-kalahnya 22-0 dan belum terpecahkan ya sampai sekarang.
Secara total saya mengoleksi sembilan gelar juara di liga lokal dari yang bernama Kobatama atau Kompetisi Bola Basket Utama sampai IBL atau Indonesian Basketball League. Di pentas Kobatama saya bersama Asaba/Aspac juara pada 1990, 1993, 1995, 1996, 2000, 2001, dan 2002. Sementara di IBL saya bersama teman-teman angkat trofi pada 2003 dan 2005.
Sepanjang karier saya sepertinya memang predikat kapten hampir selalu melekat. Itu bukan keinginan saya. Sebenarnya saya enggak masalah siapapun yang jadi kapten. Mungkin pelatih menganggap saya bisa jadi leader, terutama di lapangan untuk menerjemahkan kemauan pelatih dan teman-teman. Ketika saya ditunjuk ya saya ambil challenge sebagai kapten. Itu saja.
Soal mendapat julukan 'The General', saya juga enggak tahu alasannya ha ha ha. Mungkin pada waktu itu bung Helmy Yahya atau bung Reinhard Tawas atau bung Toto Sudarsono yang mencetuskan. Karena ketiga orang itu kan dulu merupakan komentator di televisi. Bisa jadi itu cara mereka menghidupkan suasana dengan memberi julukan-julukan kepada para pemain.
Saya lebih kurang 20 tahun main di liga dan ada periode, kira-kira 10 tahun, membela Timnas Indonesia. Ada prestasi-prestasi yang sudah saya raih, tetapi itu tidak membuat saya lengah.
Ada pemain-pemain yang bilang saya itu fokus sekali tidak terbuai dengan prestasi, ya kalau menurut saya memang waktu itu sebagai pemain saya masih memiliki banyak ruang untuk berkembang.
Dengan berpikir demikian, saya enggak pernah setop mempelajari teknik atau sistem permainan yang baru yang nantinya bisa saya gunakan di kemudian hari. Intinya walaupun saya sudah bisa mencapai suatu titik tertentu, saya selalu menantang diri saya untuk meraih poin yang lebih tinggi lagi.
Baca lanjutan artikel ini di halaman selanjutnya>>>