Sebesar apapun usaha Gregoria untuk mengesampingkan beban yang ada, ia tetap harus menerima fakta bahwa sulit untuk melakukannya. Terlebih saat ia mulai menapak ke level senior, pemain-pemain senior di atasnya sudah mulai tak lagi berada di Pelatnas Cipayung.
Gregoria Mariska pun langsung berhadap-hadapan dengan berbagai beban. Proses dan upayanya untuk naik perlahan, satu per satu anak tangga menuju level elite dunia, tidak bisa memuaskan semua pihak.
Apalagi jika kemudian proses tersebut dibanding-bandingkan dengan Ratchanok, Nozomi, dan Akane yang memang bisa langsung menggebrak saat masuk ke level senior. Di Olimpiade 2020, Chen Yufei yang jadi juara dunia junior satu edisi sebelum dirinya sudah bisa berdiri di podium tertinggi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di saat proses pemain-pemain muda negara lain lancar, termasuk An Se Young yang melejit usai Olimpiade 2020 di 2021, perjalanan Gregoria Mariska justru seolah melambat bahkan cenderung diam di tempat.
Peringkat terbaiknya di posisi belasan tidak pernah berlanjut jadi tembus ke 10 besar. Yang ada, Gregoria bahkan sempat kembali terlempar ke luar 20 besar. Gregoria benar-benar ada dalam situasi dan momen yang sulit di 2022.
Sejak membawa Indonesia juara Badminton Asia Team Championship 2022, Gregoria sejatinya sudah berusaha keras untuk keluar dari tekanan yang ada. Ia menyadari bahwa mentalnya cukup goyah karena hasil baik yang tak kunjung datang. Namun keinginan dan harapan Gregoria tak serta-merta mulus berjalan.
Setelah berbagai pergulatan batin dan momen sulit, Gregoria yang mendapat banyak dukungan dari orang-orang terdekat dan juga fans badminton Indonesia akhirnya bisa menampilkan versi terbaik dari dirinya.
![]() |
Di tahun 2023, Gregoria bisa menembus tiga final dan dua kali merebut gelar. Usai memenangkan Spain Masters, Gregoria kembali jadi yang terbaik di Kumamoto Japan Masters.
Penampilan Gregoria di laga final lawan Chen Yufei adalah penutup manis bagi pekan yang indah yang dicatat Gregoria.
Di laga lawan Chen Yufei, penampilan Gregoria nyaris tanpa cela. Ia sangat dominan dalam tiap reli yang dilakukan.
Chen Yufei yang jadi unggulan ketiga dipaksa lebih banyak dalam posisi tertekan di tiap reli yang dimainkan. Kombinasi pukulan Gregoria yang 'lembut' seperti saat melakukan netting silang serta dropshot, dipadu serangan 'keras' lewat smes tajam benar-benar membuat Chen Yufei kewalahan, dari awal hingga akhir pertandingan.
Bila berpatokan pada gelar juara, satu gelar BWF Tour Super 500 ini masih jauh dari pembuktian bahwa Gregoria sudah layak disebut masuk level elite. Namun patutlah Gregoria untuk lebih percaya diri bahwa ia ada di jalan yang benar untuk menuju ke sana.
Dan yang patut diingat oleh Gregoria Mariska, ia telah membuktikan bahwa dari segi permainan, dirinya tidak patut lagi untuk berkecil hati dan tertekan ketika menghadapi pemain-pemain unggulan.
Beban Gregoria sebagai tunggal putri nomor satu Indonesia akan tetap berat, namun ia bisa lebih percaya diri menanggung beban itu karena sudah punya pundak yang lebih kuat.