TESTIMONI

Rony Gunawan, Kisah Ring Ember Bekas dan Nyaris Dilepas Satria Muda

Rony Gunawan | CNN Indonesia
Rabu, 06 Des 2023 18:55 WIB
Rony Gunawan melalui perjuangan yang tidak mudah dari mengawali karier sebagai pebasket profesional hingga sukses di Satria Muda.
Rony Gunawan meraih banyak gelar tim dan individu bersama Satria Muda. (Dok. Satria Muda)

Badan saya waktu itu memang masih kurus banget. Setelah momen pahit itu, saya beli segala kebutuhan sendiri bahkan saya beli sate babi hanya lemaknya saja. Ketika pemain-pemain lain istirahat, saya memilih untuk latihan tambahan.

Saat itu saya masih main di posisi nomor empat atau power forward. Saya pakai duit sendiri, gaji habis untuk beli susu buat saya ketika itu tidak jadi masalah. Saya memilih bodoh amat karena terpenting bagaimana saya bisa memberi pembuktian.

Setahun berselang, CLS berganti pelatih dengan masuknya Eddy Santoso atau Ko Hok Sui. Coach Eddy memutuskan untuk melakukan regenerasi dengan memberikan kepercayaan kepada para pemain muda. Saya mulai jadi starter saat itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan skuad yang berisi pemain muda kami pernah menembus final four Kobatama. Skuadnya lengkap ada Hari Suharsono, Charly Affandi, dan Agung Sunarko juga. Saya juga merasa koneksi yang spesial juga dengan Hari Suharsono saat berada di lapangan.

Setelah enam tahun bermain di CLS, saya memutuskan untuk cabut ke Satria Muda. Sebenarnya saya juga ditawari untuk pindah oleh Aspac, tetapi pada akhirnya saya memutuskan menerima pinangan Satria Muda.

Aspac statusnya waktu itu tidak terkalahkan. Dalam benak saya: "Ngapain lagi saya pindah ke sana?", apalagi di sana sudah ada Hari Suharsono, Antonius Joko, Saut Lombok Johnson, Rommy Chandra, para pemain langganan Timnas Basket Indonesia.

Saya ingin mencari tantangan, karena Satria Muda dihuni pemain muda dan pas juga tidak punya bigman.

Pikiran saya pada saat itu, bisa jadi saya adalah kepingan yang hilang itu, dan mungkin saya akan banyak main di sana. Pendekatan personal yang dilakukan petinggi Satria Muda juga berpengaruh besar dalam keputusan yang saya ambil.

Manajer Satria Muda Simon Pasaribu sering datang ke Surabaya untuk bertemu langsung. Di situ saya menaruh respek karena pendekatan personal yang mereka lakukan.

Sebelum saya bergabung, Satria Muda kan citranya dikenal klub yang anak mudanya belagu-belagu, sempat khawatir juga. Tetapi begitu saya masuk tidak terlihat sama sekali pemain-pemainnya belagu. Mereka justru bekerja keras saat latihan.

Di Satria Muda juga saya sebagai bigman mulai bisa nembak tiga poin. Coach Ito [Fictor Roring] bilang saya harus belajar nembak tiga poin karena dia meyakini itu akan bagus buat saya dan tim.

Coach Ito sosok yang detail dan dia punya pengaruh besar dalam karier saya. Dia membuat tim sesuai dengan perannya masing-masing.

Kayak Faisal Julius Achmad tipe agak lambat bisa nembak, Wendha Wijaya yang akselerasi, Wahyu Widayat Jati alias Cacing dan Welly Wellyanson Situmorang yang obrak-abrik di low post, lalu saya yang passing, offense atau eksekusi nembak.

Rony Gunawan meraih tujuh gelar bersama Satria Muda semasa masih aktif bermain di kompetisi basket tanah air.Rony Gunawan dikenal sebagai bigman dengan kemampuan menembak yang memikat. (Dok. Satria Muda)

Keputusan saya bergabung dengan Satria Muda pada akhirnya terbukti tidak salah. Total tujuh gelar juara kompetisi basket bisa diraih plus sejumlah penghargaan individu yang masuk lemari prestasi saya.

Dari tujuh gelar juara yang saya raih bersama Satria Muda, juara IBL musim 2014/2015 jadi yang paling berkesan. Saya pernah mau ditrade ke Pelita Jaya setelah Satria Muda kalah dari Aspac di final IBL 2013/2014.

Saya, Faisal Achmad dan Amin Prihantono ingin dilepas manajemen Satria Muda ke Pelita Jaya, yang ingin melakukan regenerasi pemain. Saya sudah sepakat sama Pelita Jaya, termasuk kontrak juga.

Pada akhirnya, saya ditahan untuk tetap di Satria Muda kemudian Faisal dan Amin yang ditrade ke Pelita Jaya. Di menit-menit akhir coach Ito sama Pak Erick memutuskan untuk tidak melepaskan saya karena pengalaman saya dirasa masih dibutuhkan.

Buat saya untuk bertahan tetap di Satria Muda benar-benar berat. Faisal dan Amin itu kan teman seperjuangan saya di Satria Muda. Mereka di sana dan saya tetap di Satria Muda, enggak enak sama mereka.

Menariknya di final IBL, Satria Muda bertemu Pelita Jaya. Waktu itu saya sudah termasuk pemain veteran, sisanya young guns dan berhasil meraih gelar juara. Setahun berselang saya memutuskan pensiun.

Sayangnya saat bersama Timnas Basket Indonesia, saya tidak pernah merasakan meraih medali emas. Medali perak jadi prestasi terbaik, tetapi mungkin akan beda ceritanya kalau ketika itu Timnas Basket Indonesia minimal punya pemain seperti Derrick Michael Xzavierro.




HALAMAN:
1 2
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER