Muslim yang Membanggakan, Muslim yang Terkekang di Ligue 1 Prancis
Sepak bola, muslim dan Prancis. Terlihat tidak berkesinambungan, namun saling berkaitan erat.
Prancis merupakan negara sekuler dengan undang-undang dan tindakan yang dianggap anti-Islam oleh masyarakat.
Islamophobia di Prancis bukanlah hal baru. Tindakan pemerintah Prancis di masa lalu meletakkan peraturan dan regulasi yang secara inheren anti-muslim.
Larangan dan kebijakan yang disahkan selama bertahun-tahun secara eksklusif menyerang umat Islam.
Menampilkan tanda-tanda keagamaan di ruang publik menjadi topik sensitif di Prancis. Pada bidang olahraga, hal ini pun berlaku.
Federasi Sepak Bola Prancis (FFF) menolak menghentikan sementara pertandingan untuk pemain muslim berbuka puasa. Terjadi awal tahun 2023, praktik ini baru diterapkan di Liga Inggris dan Belanda.
"Idenya adalah bahwa segala sesuatu ada waktunya: ada waktu untuk berolahraga, ada waktu untuk menjalankan agama," ujar Eric Borghini, Presiden Komisi Wasit Federal FFF kepada AP.
Pada Olimpiade Paris 2024, Menteri Olahraga Prancis Amelie Oudea-Castera juga melarang atlet negaranya untuk mengenakan hijab. Oudea-Castera menilai penggunaan hijab dianggap dakwah yang tidak boleh dilakukan di bidang olahraga.
"Artinya apa? Artinya larangan terhadap segala bentuk dakwah dan netralitas sektor publik. Artinya, anggota delegasi kami di tim olahraga kami tidak akan mengenakan cadar," kata Oudea-Castera.