Saya berhasil lolos ke semifinal Piala Dunia 1990. Setelah bertanding di Bandung, babak semifinal digelar di Istora Senayan Jakarta.
Dalam persiapan menuju semifinal, saya sudah berpikir apakah saya bisa bermain. Karena saat itu badan saya sudah sakit, sudah kelelahan sekali.
Cik Chiu Sia bilang dan meyakinkan saya bahwa saya bisa untuk terus bermain. Saat itu ada istirahat satu hari dan akhirnya saya coba untuk bermain.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saya dan Susy Susanti waktu itu masuk semifinal. Susy sempat latihan jelang semifinal dan saya tidak latihan karena saya sudah tidak kuat latihan. Makan pun saya paksa.
Babak semifinal pun tiba. Saya dan Susy main di waktu yang sama. Pelatih bingung mau dampingi yang mana karena waktunya berbarengan.
Akhirnya saya tak dapat pengawasan pelatih saat menghadapi Tang Jiuhong. Sebagai pemain tuan rumah, penonton tentu memberikan dukungan. Kami juga punya target untuk bisa lolos ke final karena bermain di kandang sendiri.
![]() |
Setelah permainan dimulai, saya seolah lupa rasa sakit saya di lapangan. Saya bermain penuh percaya diri dan akhirnya bisa menang. Di pertandingan lain, Susy juga menang. Akhirnya saya lawan Susy di babak final.
Walau Susy lebih muda, saat itu Susy sudah ada di atas saya. Namun saya merasa dukungan penonton saat itu ingin saya yang menang. Karena saya kan tidak pernah menang di kejuaraan besar, walau saya juga pernah juara dan masuk final di beberapa turnamen.
Pertandingan antara saya dan Susy sengit sekali waktu itu. Kalau saya lawan Susy, biasanya polanya siapa yang kalah sabar, yang lebih sering nurunin bola, pasti kalah. Jadi, harus sabar-sabaran.
Saya bisa menang lawan Susy dengan selisih satu poin, 12-11, di set ketiga. Poin terakhir itu saya kembalikan shuttlecock dengan setengah smash. Bola datang lebih cepat ke arah Susy, nah di situ dia gagal kembalikan pukulan.
Momen itulah yang saya ingat sekali. Saya rasa begitu membanggakan bagi saya karena berhasil juara Piala Dunia.
Momen penting lainnya dalam karier saya adalah saat Olimpiade Barcelona 1992. Saat itu saya lupa detailnya, apakah saya unggulan 5/8 atau 3/4.
Pada All England 1992, beberapa bulan sebelum Olimpiade, saya dan Susy sama-sama gagal di babak awal. Padahal di tahun sebelumnya kami bisa menciptakan All Indonesian Final di All England.
Setelah itu ada turnamen Thomas dan Uber Cup. Hasil saya jelek di turnamen itu dan sebagai hukuman, saya dikirim ke turnamen pra-Olimpiade di Barcelona. Saya malah juara di turnamen tersebut.
Tampil di Olimpiade 1992 Barcelona, saya tidak mengalami masalah dan kendala hingga lolos ke babak perempat final. Di babak perempat final, saya bertemu Bang Soo Hyun. Setiap kali saya duel lawan Bang Soo Hyun, pertandingan pasti sengit. Saya tidak ingat berapa rekor pertemuan antara saya dengan dia, namun yang saya ingat, mengalahkan dia itu tidak mudah.
Dua set berlalu, saya dan dia sama-sama menang dengan skor telak. Pertandingan lalu berlanjut ke set ketiga. Pada set penentuan, skor saling susul. Saya sempat tertinggal lalu menyusul dan skor 9-9 hingga terjadi deuce.
Saat deuce, saya dapat dua angka lebih dulu. Tetapi kemudian bisa disamakan oleh Bang Soo Hyun. Saya akhirnya kalah 11-12. Bola terakhir yang saya pukul keluar di sisi kanan belakang. Saya merasa bermain terlalu hati-hati saat itu, mungkin karena tegang.
Setelah kalah, saya stres banget. Saya tidak bisa menangis, tidak bisa tidur. Di pertandingan lain, Susy berhasil menang dan lolos ke semifinal.
Setelah itu saya menjalankan tugas untuk bantu jadi sparring Susy, menemani dia latihan hingga juara. Terus Susy bisa menang Olimpiade, saya baru bisa menangis plong. Berbicara soal Olimpiade Barcelona 1992, tentu ada rasa menyesal juga.
Turnamen lain yang saya kenang adalah Kejuaraan Dunia 1991. Saat itu kami menjalani persiapan yang matang menuju Copenhagen.
Saya dan Susy ditarget bisa masuk final. Karena sebelum Kejuaraan Dunia ada Piala Sudirman, Susy sepertinya kelelahan karena dia lebih sering main di Piala Sudirman.
Susy kalah dari Tang Jiu Hong di babak semifinal sedangkan saya menang lawan Lee Heung Soon untuk lolos ke final. Saya bertemu Tang Jiuhong di babak final. Ternyata saya kalah dengan skor yang jauh. Jauh sekali.
Mungkin saat itu saya terlalu yakin bisa juara karena prediksi saya bisa juara dunia. Hal itu karena sebelumnya di All England, saya bisa mengalahkan Tang Jiuhong.
Di Kejuaraan Dunia itu, satu yang saya ingat adalah jarak lapangan dengan langit-langit tidak terlalu tinggi, jadi kami tidak bisa kasih bola tinggi-tinggi. Susy juga mengalami kendala itu. Kalau pukulan terlalu tinggi dan mentok di atap, itu berarti tidak diulang melainkan keuntungan untuk lawan.
![]() |
Saya melihat medali perak Kejuaraan Dunia itu sebagai sebuah kegagalan, gagal banget. Karena tentu tiap tahun ada tujuan yang ditetapkan dan saya juga ingin dapat bonus.
Jadi saat itu yang berhak mendapat bonus adalah saat pemain menang di kejuaraan besar seperti All England dan Kejuaraan Dunia. Di situ saya gagal. Kalau hanya runner up, tidak dapat bonus.
Merangkum perjalanan karier saya sepenuhnya, saya merasa ada hal-hal yang sangat disayangkan sebenarnya. Dibilang puas juga tidak. Kalau saya lihat, saya itu saat bermain harus 100 persen fokus. Hati harus senang dan tidak ada hal-hal yang mengganggu.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>