Timnas Indonesia sudah naik kelas. Tak salah persepsi ini. Namun, kurang pas juga untuk digembar-gemborkan dalam situasi krusial Kualifikasi Piala Dunia 2026 yang tinggal dua laga.
Masih bertengger di peringkat ke-134 FIFA dari awalnya 173 pada 2019, bukan naik kelas. Ini kemajuan. Jelas. Namun, kemajuan dalam sepak bola tak pernah cukup sampai di sini.
Jika Vietnam sebagai lawan terkuat di Asia Tenggara sudah terlewati, Irak sebagai representasi salah satu kekuatan Asia, juga kudu dilampaui. Ini keniscayaan untuk ke Piala Dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kalau ada narasi, Indonesia perlu sadar diri. Mungkin pada Kamis (6/6) sore nanti pemain Timnas Indonesia tak perlu sadar diri. Kesadaran belum di atas Irak, bisa melemahkan.
Seperti ucapan klise namun petuah paling ampuh, "bola itu bundar" mesti difilsafati dengan sungguh. Sebelum peluit panjang ditiup wasit, peluang menang tetap besar.
Soal kondisi pemain, Irak dan Indonesia tak jauh berbeda. Malahan pemain Indonesia bersiap sedikit lebih panjang dari Irak yang harus melakukan perjalanan dari Basra.
Komposisi pemain Indonesia saat dilumat 1-5 dan 1-3 oleh Irak pun sudah berbeda. Wajah-wajah baru Timnas Indonesia, dari pemain keturunan sudah memberi wajah jantan.
Skuad Garuda bukan lagi anak ingusan yang mentalnya jatuh melihat lawan tinggi dan besar. Pemain Indonesia, Marselino Ferdinan misalnya, sudah makin dewasa dan matang.
Nathan Tjoe-A-On dan Jay Idzes, sebagai bintang kelas dunia Indonesia saat ini, sepantasnya pula memperlihatkan magisnya. Jika harus 100 persen, ini saatnya menumpahkannya.
Suporter yang akan hadir di GBK, yang jumlahnya sekitar 60 ribu lebih, datang bukan untuk melihat Indonesia kalah. Mereka ingin berpesta dan bergembira melihat idolanya berlaga.
Jika memang Timnas Indonesia sudah naik kelas. Ini saatnya. Lolos ke fase ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026 mungkin di depan mata, tetapi menandai kenaikan tepat dengan kemenangan.