Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah melalui Kemenpora mengusung target tembus peringkat lima besar dalam perolehan medali Olimpiade 2044. Ada waktu 20 tahun untuk mewujudkan angan-angan itu.
Dalam kurun dua dasawarsa, berarti ada lima edisi Olimpiade yang dilewati. Dari lima ajang itu, Indonesia perlu menunjukkan tren peningkatan dalam perolehan medali emas.
Berkaca dari Olimpiade 2024, negara peringkat lima besar butuh minimal 16 medali emas. Berarti masih ada selisih 14 emas yang harus direbut untuk mencapai posisi kelima.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain jumlah medali emas, penentuan peringkat juga dipengaruhi faktor jumlah peserta dan cabor serta nomor apa saja yang dilombakan. Ini menjelaskan bahwa keinginan menambah jumlah emas Olimpiade bukan perkara mudah. Raihan emas tim Merah Putih selama lebih dari 30 tahun terakhir juga belum naik signifikan.
Indonesia pertama kali mendapat emas di Olimpiade 1992 Barcelona. Kala itu ada dua medali emas bersejarah yang dipersembahkan Susy Susanti dan Alan Budikusuma.
Setelah itu, Indonesia hampir selalu meraih emas sebanyak satu keping, di luar saat tradisi emas sempat terhenti di Olimpiade 2012. Selain itu cabor penghasil emas berputar di bulutangkis. Barulah di Olimpiade 2024, emas Indonesia bertambah lagi jadi dua sekaligus menyamai rekor 32 tahun lalu.
Meski sekilas peningkatan jumlah emas tak signifikan, ini sudah jadi langkah yang sangat layak diapresiasi. Sebab dua emas yang hadir berasal dari cabang olahraga yang sebelumnya belum pernah menapak pencapaian yang sama.
 Atlet panjat tebing Indonesia Veddriq Leonardo raih emas Olimpiade 2024. (REUTERS/Benoit Tessier) |
Medali emas itu lahir dari cabor panjat tebing berkat Veddriq Leonardo di nomor speed. Nomor lomba tersebut baru dipertandingkan di Olimpiade 2024 setelah di edisi sebelumnya baru melombakan kombinasi.
Lalu di angkat besi, untuk pertama kalinya cabor itu meraih emas lewat Rizky Juniansyah di nomor 73 kilogram. Angkat besi berhasil mencetak sejarah setelah jadi langganan perak dan perunggu sejak Olimpiade 2000.
Prestasi dari panjat tebing dan angkat besi jadi tanda bahwa Indonesia punya kapasitas untuk menambah torehan emas tanpa bertumpu pada cabor yang itu-itu saja. Persiapan menuju Olimpiade 2028 perlu lebih inklusif dalam mengincar emas.
Baca halaman berikutnya>>>
Indonesia harus benar-benar fokus dalam cabor yang dipertandingkan di Olimpiade jika ingin menambah jumlah medali. Sebenarnya, langkah awal sudah dilakukan saat gaungan Desain Besar Olahraga Nasional (DBON) pada 2021 lalu.
DBON diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 tahun 2021. Terdapat 14 cabang olahraga prioritas yakni bulutangkis, angkat besi, panjat tebing, panahan, menembak, wushu, karate, taekwondo, balap sepeda, atletik, renang, dayung, senam artistik, dan pencak silat.
Dari 14 cabor prioritas itu, sebanyak 11 di antaranya dilombakan di Olimpiade 2024. Ada delapan cabor yang diwakili Indonesia di Olimpiade masuk dalam koridor DBON.
Sayangnya masih ada lubang menyangkut hal ini. Indonesia belum bisa bicara banyak lantaran tanpa medali di atletik dan renang padahal dua cabor itu adalah lumbung medali Olimpiade.
Indonesia mengirim satu orang untuk atletik yakni Lalu Muhammad Zohri. Kemudian di renang, diwakili oleh Joe Aditya dan Azzahra Permatahani. Mereka lolos dari kuota Universality Place.
Kuota universality places atau unqualified athletes merupakan salah satu sistem kualifikasi yang diterapkan federasi olahraga internasional untuk mengizinkan NOC masing-masing negara yang gagal meloloskan atletnya ke salah satu cabang olahraga Olimpiade, untuk mengajukan satu atlet putra dan putri peringkat tertinggi agar tampil di Paris.
Secara angka sebenarnya Zohri tidak lolos Olimpiade karena belum bisa finis di bawah 10 detik pada kualifikasi. Ini perlu jadi evaluasi bahwa Olimpiade tak berdiri sendiri karena ada turnamen-turnamen yang menyertainya.
Kualifikasi Olimpiade adalah gerbang utama menuju panggung pesta olahraga dunia. Sebelum kualifikasi pun ada turnamen-turnamen yang perlu diikuti untuk membentuk kesiapan seorang atlet, atau bahkan menyatu sebagai kualifikasi itu sendiri.
Di turnamen-turnamen pra-Olimpiade itu lah yang perlu turut jadi perhatian, terlebih untuk cabor Olimpiade potensial sebagai lumbung medali seperti atletik dan renang.
Anggaran rata-rata Rp2 triliun untuk Kemenpora per tahun semestinya bisa lebih dimaksimalkan untuk olahraga Olimpiade. Terutama setelah ada cabor 'baru' yang mendapatkan emas di Olimpiade 2024.
Lolos ke Olimpiade memang sebuah pencapaian membanggakan bagi atlet Indonesia. Namun jika ingin bicara soal prestasi apalagi target sarat ambisi untuk tembus lima besar, sebatas tampil di Olimpiade belum cukup. Cita-cita besar harus dibarengi dengan kerja keras berbagai pihak.
[Gambas:Video CNN]