Jakarta, CNN Indonesia --
Memang, banyak jalan menuju Roma, tetapi tak ada jalan pintas ke sana. Ini juga berlaku bagi Timnas Indonesia yang baru dibantai Jepang dan berkaitan dengan mimpi menuju Piala Dunia.
Indonesia kalah 0-4 dari Jepang dalam lanjutan Kualifikasi Piala Dunia 2026 di Stadion Utama Gelora Bung Karno pada Jumat (15/11) malam. Wajar kalah, tapi ada fenomena usai kekalahan ini.
Siapa tak ingin tampil ke Piala Dunia? Indonesia yang tim berperingkat ke-130 FIFA juga bermimpi ke sana. Dan, PSSI tak ingin ini seperti kata pepatah: bagai pungguk merindukan bulan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan segala 'privilege' yang ada, PSSI mencoba membentuk 'tim super'. Tak salah tentu saja. Buktinya mayoritas suporter Timnas Indonesia mendukung jalan ninja PSSI itu.
Namun, badai tentu pula datang. Semakin tinggi pohon, semakin kencang angin menerpa. Adalah keniscayaan bahwa hukum alam yang keras akan menguji di perjalanan.
Setelah menahan Arab Saudi dan Australia, ujian stabilitas datang. Kemenangan atas Bahrain yang sudah di depan mata, terenggut karena fokus hilang atas kebijakan wasit.
Ujian selanjutnya terjadi saat melawan China. Entah meremehkan atau salah strategi, yang ini merupakan bagian dari gangguan psikologis, dipertontonkan di atas lapangan pertandingan.
Kemudian, ujian lebih besar mengadang. Jepang datang menantang sebagai ujian kredibilitas. Celakanya, tampak cukup terang performa sebagian pemain tak seperti biasanya.
Calvin Verdonk, sebagai contoh, tak se-disiplin sebelumnya. Gol Yukinari Sugawara menunjukkan itu. Pemain pengganti ini seolah dikasih ruang tembak di kiri pertahanan Indonesia.
Selepas laga, saat jumpa pers, Shin menyebut Eliano Reijnders tak dalam level yang diharapkan sehingga dicoret dari skuad melawan Jepang. Ini kali kedua Eliano dicoret Shin.
Mengapa ini terjadi? Apakah Shin tidak tahu kualitas Eliano sebelum diputuskan dinaturalisasi? Bukankah selama ini diterangkan bahwa naturalisasi atas rekomendasi Shin?
 Erick Thohir sempat menyebut soal mundur dari jabatan sebagai Ketua PSSI. (CNN Indonesia/Adi Ibrahim) |
Tak berselang lama, melalui media sosial, Ketua Umum PSSI mengunggah monolog di ruang ganti pemain Timnas. Menteri BUMN ini sampai mengucap ancaman mundur dari PSSI.
"Jadi, apakah kita masih bisa bersama? Saya membawa pelatih, saya membawa semua pemain, untuk percaya pada proyek ini," kata Erick di depan skuad Timnas Indonesia.
"Pertanyaannya, apakah kalian masih percaya pada proyek ini? Apakah kalian masih percaya pada saya sebagai pemimpin? Karena jika tidak, saya akan mengundurkan diri."
Mengapa Erick sampai mengancam mundur? Adakah ketidakpercayaan di internal Timnas sehingga proyek Indonesia ke Piala Dunia 2026 harus dipertanyakan? Siapa?
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>
Masih ada lima pertandingan tersisa di fase ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Terdekat, Selasa (19/11), Timnas Indonesia akan menjamu Arab Saudi.
Dengan psikologis saat ini, dua kali kalah beruntun, bisakah Jay Idzes dan kawan-kawan bangkit? Apa serum agar tim Merah Putih bisa tampil solid lagi seperti dua laga di September 2024?
Shin Tae Yong hanya punya waktu tiga hari: Sabtu, Minggu, dan Senin, untuk menyiapkan pasukan tempurnya. Dan, Arab bermodalkan hasil imbang atas Australia di Melbourne.
Merujuk ungkapan Calvin Verdonk saat ditemui di mix zone seusai laga melawan Jepang, memperbaiki pertahanan dengan menutup ruang gerak lawan jadi penekanan.
Secara teknis, ruang kosong itu adalah pergerakan selama pertandingan. Namun, secara filosofis yang dimaksud 'ruang' di sini bisa jadi adalah chemistry antarpemain dan antarlini.
Dalam sepak bola, chemistry jadi kunci. Ia akan membuka cakrawala atau dimensi permainan. Namun, sistem bermain tak kalah vital. Ia merupakan penyambung lidah ideologi.
Pemain baru niscaya bisa langsung 'klik' jika sesuai dengan sistem. Saat sistem dilangkahi, bahaya mengintai. Sosok baru, kendati hebat, bisa terjengkang dan mati kutu.
 Timnas Indonesia masih punya peluang lolos ke Piala Dunia 2026. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono) |
Begitupun dengan opsi mengganti Shin sebagai solusi. Tanda pagar STY Out yang menggema di media sosial sebagai tesis Shin kurang lihai meramu pemain diaspora Indonesia, bisa patah.
Memang pergantian pelatih sering kali jadi pencerahan. Lemak jenuh yang mengikat di dalam akan terkikis. Pertanyaannya, apakah lemak jenuh sudah menggerogoti tubuh Timnas?
Sepertinya sudah ada lemak itu. Hanya saja pergantian juga penuh risiko. Tak ada jaminan bahwa pergantian pelatih akan seperti kata Kartini: habis gelap terbitlah terang.
Dan, badai pasti berlalu. Pertandingan melawan Arab Saudi adalah badai gelapnya. Satu-satunya cara selamat adalah dengan meraih poin: menang atau minimal imbang. Jangan kalah.
Hukum alamnya, jangan rusak sistem demi ambisi. Hak prerogatif masing-masing kepala dijaga agar tak ada benturan peradaban sebagaimana diramalkan Francis Fukuyama.
Saling percaya. Federasi percaya pelatih, pelatih percaya pemain, pemain percaya rekan setim, dan tim percaya punya daya luar biasa. Ini sistemnya. Jangan ubah-ubah. Bahaya.
Ini saatnya PSSI kembali ke sistem, pelatih yang menentukan pemain untuk dinaturalisasi. Tak bisa serampangan menaturalisasi, sesuai selera federasi, seperti kisah di 2010.
Jalan Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026 masih ada. Tapi, untuk sampai ke sana jalannya tak banyak. Tak ada jalan pintas, sebab seperti kata para bijak, berakit ke hulu berenang ke tepian.
[Gambas:Video CNN]