Masih ada lima pertandingan tersisa di fase ketiga Kualifikasi Piala Dunia 2026. Terdekat, Selasa (19/11), Timnas Indonesia akan menjamu Arab Saudi.
Dengan psikologis saat ini, dua kali kalah beruntun, bisakah Jay Idzes dan kawan-kawan bangkit? Apa serum agar tim Merah Putih bisa tampil solid lagi seperti dua laga di September 2024?
Shin Tae Yong hanya punya waktu tiga hari: Sabtu, Minggu, dan Senin, untuk menyiapkan pasukan tempurnya. Dan, Arab bermodalkan hasil imbang atas Australia di Melbourne.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merujuk ungkapan Calvin Verdonk saat ditemui di mix zone seusai laga melawan Jepang, memperbaiki pertahanan dengan menutup ruang gerak lawan jadi penekanan.
Secara teknis, ruang kosong itu adalah pergerakan selama pertandingan. Namun, secara filosofis yang dimaksud 'ruang' di sini bisa jadi adalah chemistry antarpemain dan antarlini.
Dalam sepak bola, chemistry jadi kunci. Ia akan membuka cakrawala atau dimensi permainan. Namun, sistem bermain tak kalah vital. Ia merupakan penyambung lidah ideologi.
Pemain baru niscaya bisa langsung 'klik' jika sesuai dengan sistem. Saat sistem dilangkahi, bahaya mengintai. Sosok baru, kendati hebat, bisa terjengkang dan mati kutu.
![]() |
Begitupun dengan opsi mengganti Shin sebagai solusi. Tanda pagar STY Out yang menggema di media sosial sebagai tesis Shin kurang lihai meramu pemain diaspora Indonesia, bisa patah.
Memang pergantian pelatih sering kali jadi pencerahan. Lemak jenuh yang mengikat di dalam akan terkikis. Pertanyaannya, apakah lemak jenuh sudah menggerogoti tubuh Timnas?
Sepertinya sudah ada lemak itu. Hanya saja pergantian juga penuh risiko. Tak ada jaminan bahwa pergantian pelatih akan seperti kata Kartini: habis gelap terbitlah terang.
Dan, badai pasti berlalu. Pertandingan melawan Arab Saudi adalah badai gelapnya. Satu-satunya cara selamat adalah dengan meraih poin: menang atau minimal imbang. Jangan kalah.
Hukum alamnya, jangan rusak sistem demi ambisi. Hak prerogatif masing-masing kepala dijaga agar tak ada benturan peradaban sebagaimana diramalkan Francis Fukuyama.
Saling percaya. Federasi percaya pelatih, pelatih percaya pemain, pemain percaya rekan setim, dan tim percaya punya daya luar biasa. Ini sistemnya. Jangan ubah-ubah. Bahaya.
Ini saatnya PSSI kembali ke sistem, pelatih yang menentukan pemain untuk dinaturalisasi. Tak bisa serampangan menaturalisasi, sesuai selera federasi, seperti kisah di 2010.
Jalan Timnas Indonesia ke Piala Dunia 2026 masih ada. Tapi, untuk sampai ke sana jalannya tak banyak. Tak ada jalan pintas, sebab seperti kata para bijak, berakit ke hulu berenang ke tepian.