Piala Asia U-17 dan Piala Dunia U-17 tak boleh jadi ajang kesombongan. Banyak pemain gugur atau gagal selepas ajang prestisius ini. Dan, ini fakta.
Pencapaian tinggi di Piala Asia U-17 yang berlanjut main di Piala Dunia U-17, sering membuat sudut pandang kabur. Seolah, puncak tertinggi dunia sudah berhasil digapai. Selesai.
Nyatanya, Piala Asia U-17 dan Piala Dunia U-17 hanyalah bagian dari proses. Turnamen usia muda ini dibuat untuk mencipta tangga kematangan di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Begitu pula kiranya anak-anak Garuda Asia, julukan Indonesia U-17. Zahaby Gholy dan kawan-kawan perlu diingatkan tentang pentingnya berjuang dan mencari pengalaman.
Prestasi usia muda, terkadang, hanya halusinasi. Mencapai perempat final Piala Asia U-17 2025 membanggakan, namun yang lebih penting bagi mereka adalah menaikkan level permainan.
Lawan yang akan dihadapi akan semakin berat dan akan terus bertambah berat. Saat fokus melemah, ketahanan turun, dan teknik serta strategi stagnan, niscaya berbuah kegagalan.
Mengenai hal ini, Nova tak main-main. Ia memproteksi para pemain dengan ketat dan bijak. Proteksi ini tak lain untuk menjauhkan pemain dari gulma-gulma pengganggu jalan sukses.
Setelah kelolosan ke Piala Dunia U-17 2025 misalnya, tak ada aksi dari para pemain di media sosial. Nova tak ingin pemain terlena atau diserang dua sisi 'mata uang' media sosial.
Nova juga telah menyatakan bakal merotasi pemain. Pemain yang belum mendapat jam terbang bakal diberi menit bermain saat melawan Afghanistan. Ini sikap bijak.
Dalam sepak bola usia muda, memberi jam terbang, apalagi di pentas internasional, merupakan langkah besar. Dari jam terbang ini pemain bisa memetik pelajaran dan pengalaman.
Dan, haus pengalaman tampil di ajang tertinggi ini harus terus dijaga dan dikobarkan. Dari pengalaman inilah sebuah prestasi bisa diraih di kemudian hari untuk Timnas Indonesia.
(jun/jun)