Jakarta, CNN Indonesia --
Indonesia tak dapat gelar juara di Kejuaraan Dunia 2025 bukanlah sebuah kejutan, melainkan sebuah penegasan lanjutan bahwa Indonesia tertinggal dari level elite dunia saat ini.
PBSI memasang target yang terbilang minimalis dan realistis di Kejuaraan Dunia 2025 yang berlangsung di Paris. Mereka hanya menargetkan satu gelar di ajang ini.
Namun target tersebut tidak terwujud. Bahkan punya wakil di babak final pun tak sanggup.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Indonesia yang melaju paling jauh di Kejuaraan Dunia 2025 ini adalah Putri Kusuma Wardani. Datang sebagai unggulan kesembilan, Putri KW bisa mengakhiri turnamen dengan kalungan medali perunggu.
Prestasi Putri KW adalah segelintir kebanggaan di tengah kesulitan dan tereksposnya wajah Indonesia secara nyata dalam persaingan di dunia badminton saat ini.
Indonesia kembali hampa gelar di Kejuaraan Dunia dan itu berarti sudah tak bisa meraih gelar dalam empat edisi terakhir. Jelas itu jadi pukulan telak bagi Indonesia yang dipandang sebagai kekuatan utama bulu tangkis dunia.
Dalam sejarah Kejuaraan Dunia, Indonesia meraih 23 gelar juara, hanya kalah dari China yang sangat perkasa di puncak klasemen dengan jumlah 72 gelar.
Dari jumlah tersebut, sejatinya Indonesia tidak terlalu akrab dengan kejutan di Kejuaraan Dunia. Pemain-pemain Indonesia yang bisa jadi juara adalag pemain yang memang sudah masuk dalam daftar unggulan dan menorehkan banyak prestasi mentereng di turnamen grand prix atau kini disebut BWF Tour.
Mungkin hanya nama Verawaty Fadjrin, Icuk Sugiarto, Hendrawan, Nova Widianto/Liliyana Natsir (2005), dan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan (2013) yang sedikit masuk dalam kategori kejutan karena status unggulan mereka ataupun lantaran mereka baru bermain sebagai pasangan.
Selebihnya, pemain-pemain Indonesia yang berhasil jadi juara dunia adalah pemain sudah mapan meraih gelar demi gelar di seri grand prix atau world tour. Bahkan dari empat nama di atas pun juga sebenarnya turut masuk dalam kelompok yang dimaksud.
Bila dikaitkan dengan kondisi saat ini, ada satu garis lurus yang bisa diperhatikan. Bahwa Indonesia sulit berharap kejutan besar yang menyenangkan terjadi untuk Indonesia di ajang Kejuaraan Dunia.
Artinya, sulit berharap ada pemain Indonesia yang tidak mampu meraih banyak kemenangan bergengsi di ajang BWF World Tour kemudian tiba-tiba jadi juara dunia.
Dan hal itulah yang kembali tergambar di tahun 2025.
Baca lanjutan berita ini di halaman berikut >>>
Pada tahun 2025, Tim Badminton Indonesia paceklik gelar di turnamen BWF Tour. Bahkan dalam enam bulan pertama, Indonesia tidak punya pemain yang bisa memenangkan turnamen level Super 500 ke atas. Catatan buruk itu baru terhapus oleh keberhasilan ganda dadakan, Fajar Alfian/Muhammad Shohibul Fikri di China Open bulan lalu.
Karena itu, merujuk pola yang ada, berat bagi Indonesia, atau dalam hal ini PBSI, untuk berharap bisa kembali punya gelar juara dunia selama belum ada pemain yang rutin menyumbang gelar di ajang BWF Tour.
Kegagalan di Kejuaraan Dunia kali ini kemudian jadi penegasan wajah badminton Indonesia saat ini yang terekspos nyata. Gambaran jelas bahwa Indonesia sedang tertingal dari persaingan di level elite dunia.
Di balik kekecewaan akan kembali gagalnya Indonesia merebut gelar juara dunia, ada secercah harapan yang timbul. Ada baris generasi baru yang terlihat bisa menghidupkan harapan.
Putri Kusuma Wardani menunjukkan penampilan solid di Kejuaraan Dunia kali ini. Ia bahkan jadi satu-satunya pemain yang mampu memaksa Akane Yamaguchi, juara dunia 2025, bermain rubber game di Kejuaraan Dunia kali ini.
Jafar Hidayatullah/Felisha Pasaribu memang kalah di babak 16 besar. Tetapi mereka juga jadi satu-satunya yang bisa memaksa Chen Tang Jie/Toh Ee Wei, juara dunia 2025 asal Malaysia, bermain rubber game di ajang ini.
Alwi Farhan pun demikian. Ia bermain ketat dari awal hingga akkhir melawan Kunlavut Vitidsarn di babak 16 besar. Kunlavut mengakhiri turnamen ini dengan raihan medali perak di tangan.
 Alwi Farhan tampil bagus saat kalah dari Kunlavut Vitidsarn di babak 16 besar. (AFP/DIMITAR DILKOFF) |
Di sisi lain, ganda putra yang awalnya terlihat sebagai nomor paling menjanjikan dalam urusan regenerasi, kini malah terbelit situasi sulit dan minim prestasi dengan berbagai hambatan yang mengadang, termasuk dari badai cedera yang menimpa beberapa pemain andalan.
Setelah momen ini, ganda putra bersama ganda putri, melakukan perubahan formasi pasangan. Hal ini bisa jadi titik mula harapan kebangkitan badminton Indonesia kembali terwujud.
Gambaran-gambaran singkat itu bisa menunjukkan bahwa masih ada harapan di tengah situasi sulit yang menimpa Indonesia.
Namun di sisi lain, generasi yang sebelumnya jadi andalan Indonesia seperti Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan kawan-kawan terus menunjukkan penurunan. Mereka tidak mampu bertahan hingga fase akhir Kejuaraan Dunia 2025.
Merujuk pada usia, Indonesia masih punya asa untuk berharap pada Fajar, Rian, Jonatan, Gregoria Mariska, hingga Anthony Ginting. Namun PBSI sudah harus mulai benar-benar fokus membangun ulang kekuatan yang bertumpu pada nama-nama baru.
Kegagalan Indonesia di Kejuaraan Dunia 2025 bisa saja jadi kegagalan yang berarti, bila disertai perbaikan dan pemetaan pemecahan masalah beserta solusi yang mumpuni.
[Gambas:Video CNN]