Nama besar seorang pelatih mungkin indah di mata sekaligus melesatkan perhatian. Tapi tanpa dibarengi kualitas, hegemoni sosok beken dapat jadi pepesan kosong belaka.
Ada nama bangsa yang dibawa Timnas Indonesia. Sudah sepatutnya, PSSI tak mencoba-coba juru tatktik tanpa memerhatikan betul rekam jejaknya.
Sepak terjang pelatih penting sebagai indikator kesuksesan. Rapor apik akan membantu federasi dalam memerhatikan gaya kepelatihan dan pendekatan terhadap pemain, serta hal-hal teknis bahkan non teknis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengetahuan tentang sepak bola Indonesia juga penting. Tapi, sekadar pernah melatih klub Liga Indonesia saja tak bisa jadi acuan tunggal.
Sebab, skuad Garuda punya banyak cerita buruk jika ditangani oleh pelatih yang sebelumnya menangani klub Liga Indonesia. Ambil contoh teranyar Simon McMenemy yang sukses bersama Bhayangkara FC lalu suram di Timnas Indonesia.
Menarik lebih ke belakang, nama-nama lain seperti Jacksen F. Tiago, Benny Dollo, Ivan Kolev, lalu Danurwindo juga demikian. Tanpa mengurangi rasa hormat, sejarah mencatat mereka kurang beruntung di Timnas Indonesia.
Catatan ini bisa jadi cerminan bahwa berpengalaman di klub Indonesia belum tentu sukses pula di tim nasionalnya. Tentunya ini bukan penentu takdir kalau di masa depan, eks pelatih Liga Indonesia akan gagal saat ke Timnas.
Justru ada benang merah saat seorang pelatih punya pengetahuan serta pengalaman panjang sepak bola Asia ketika melatih Timnas Indonesia. Ambil contoh Alfred Riedl dan Shin Tae Yong.
Meski kedua pelatih itu tak mempersembahkan gelar untuk Timnas Indonesia, mereka menghadirkan pencapaian yang membanggakan suporter.
Di luar membawa Timnas Indonesia ke runner up Piala AFF 2010 dan Piala AFF 2016, Alfred Riedl jadi sosok yang dihormati di dalam dan di luar lapangan. Kedisiplinan pula yang membuat eks pelatih Palestina, Vietnam, dan Laos itu dipercaya tiga kali melatih Timnas Indonesia.
Kemudian STY, pelatih asal Korea Selatan yang membawa Indonesia 'naik level'. Walaupun tak ada gelar yang dipersembahkannya, peringkat Indonesia naik pesat di ranking FIFA. Belum lagi soal menembus semifinal Piala Asia U-23 2024 dengan status debutan dan lolos ke fase gugur Piala Asia 2023.
Dengan benang merah ini, pantas bagi PSSI untuk mempertimbangkan pelatih dengan rekam jejak mumpuni di sepak bola Asia. Namun tentunya, visi berjenjang yang jelas juga perlu jadi acuan. Ada mimpi menuju Piala Dunia 2030 yang perlu diperjuangkan.
(ikw/jun)