Jakarta, CNN Indonesia --
Pelatih Timnas Indonesia masih jadi tanda tanya. Nama-nama besar bermunculan di mana-mana. Tapi, apakah perlu nama tenar untuk juru taktik skuad Garuda?
Hingga saat ini, PSSI belum menentukan langkah taktis setelah berpisah dengan Patrick Kluivert. Ketua PSSI, Erick Thohir juga masih irit bicara saat ditanya wartawan soal ini.
Membaca gelagat selama satu pekan terakhir, PSSI tak ingin gegabah mengambil sikap. Tetapi, tak elok pula menggantungkan isu di tengah dinamika yang bergulir cepat seiring perhatian masif terhadap Timnas Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Situasi ini pula yang membuat rumor liar beredar di media sosial. Satu unggahan foto Simon Tahamata dengan Frank De Boer diterjemahkan warganet sebagai sinyal eks pelatih Inter Milan itu akan merapat ke Timnas Indonesia.
Begitu juga dengan pelatih asal Uzbekistan, Timur Kapadze yang mengaku dibanjiri komentar dari netizen Indonesia. Ia gembira ada ketertarikan besar dari negeri yang jauh, namun wajar pula jika Indonesia belum masuk ke dalam visinya.
Warganet juga menyerbu akun media sosial Shin Tae Yong agar pelatih asal Korea Selatan itu mau kembali ke Indonesia. Tidak ada yang tak mungkin, namun bukan perkara mudah menentukan pelatih yang tepat.
PSSI tak bisa serta-merta menunjuk pelatih hanya karena ditekan publik. Dalam hal ini, Direktur Teknik yang dipegang Alexander Zwiers harus ikut mengambil peran. Visi jangka panjang wajib ada di dalam pandangan pelatih yang nantinya jadi nahkoda.
Tak perlu terburu-buru mencari pelatih tetap. Namun dalam waktu dekat, penting bagi PSSI dalam memilih sosok caretaker. Ini berguna untuk FIFA Matchday pada 10-18 November 2025.
Dua laga yang bisa dilakoni sepanjang FIFA Matchday November dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki posisi Indonesia di peringkat dunia yang turun ke tangga nomor 119. Sepanjang periode tersebut juga dapat dimaksimalkan guna persiapan tim Merah Putih jelang SEA Games 2025.
Kehadiran caretaker sekaligus dapat membawa bahtera Timnas Indonesia tetap berlayar. Setidaknya arah layar bergerak ke depan tak terombang-ambing di samudera tanpa rencana.
Karenanya, PSSI perlu memberi jawaban.
Baca kelanjutan berita ini di halaman berikutnya>>>
Nama besar seorang pelatih mungkin indah di mata sekaligus melesatkan perhatian. Tapi tanpa dibarengi kualitas, hegemoni sosok beken dapat jadi pepesan kosong belaka.
Ada nama bangsa yang dibawa Timnas Indonesia. Sudah sepatutnya, PSSI tak mencoba-coba juru tatktik tanpa memerhatikan betul rekam jejaknya.
Sepak terjang pelatih penting sebagai indikator kesuksesan. Rapor apik akan membantu federasi dalam memerhatikan gaya kepelatihan dan pendekatan terhadap pemain, serta hal-hal teknis bahkan non teknis.
Pengetahuan tentang sepak bola Indonesia juga penting. Tapi, sekadar pernah melatih klub Liga Indonesia saja tak bisa jadi acuan tunggal.
Sebab, skuad Garuda punya banyak cerita buruk jika ditangani oleh pelatih yang sebelumnya menangani klub Liga Indonesia. Ambil contoh teranyar Simon McMenemy yang sukses bersama Bhayangkara FC lalu suram di Timnas Indonesia.
Menarik lebih ke belakang, nama-nama lain seperti Jacksen F. Tiago, Benny Dollo, Ivan Kolev, lalu Danurwindo juga demikian. Tanpa mengurangi rasa hormat, sejarah mencatat mereka kurang beruntung di Timnas Indonesia.
Catatan ini bisa jadi cerminan bahwa berpengalaman di klub Indonesia belum tentu sukses pula di tim nasionalnya. Tentunya ini bukan penentu takdir kalau di masa depan, eks pelatih Liga Indonesia akan gagal saat ke Timnas.
Justru ada benang merah saat seorang pelatih punya pengetahuan serta pengalaman panjang sepak bola Asia ketika melatih Timnas Indonesia. Ambil contoh Alfred Riedl dan Shin Tae Yong.
Meski kedua pelatih itu tak mempersembahkan gelar untuk Timnas Indonesia, mereka menghadirkan pencapaian yang membanggakan suporter.
Di luar membawa Timnas Indonesia ke runner up Piala AFF 2010 dan Piala AFF 2016, Alfred Riedl jadi sosok yang dihormati di dalam dan di luar lapangan. Kedisiplinan pula yang membuat eks pelatih Palestina, Vietnam, dan Laos itu dipercaya tiga kali melatih Timnas Indonesia.
Kemudian STY, pelatih asal Korea Selatan yang membawa Indonesia 'naik level'. Walaupun tak ada gelar yang dipersembahkannya, peringkat Indonesia naik pesat di ranking FIFA. Belum lagi soal menembus semifinal Piala Asia U-23 2024 dengan status debutan dan lolos ke fase gugur Piala Asia 2023.
Dengan benang merah ini, pantas bagi PSSI untuk mempertimbangkan pelatih dengan rekam jejak mumpuni di sepak bola Asia. Namun tentunya, visi berjenjang yang jelas juga perlu jadi acuan. Ada mimpi menuju Piala Dunia 2030 yang perlu diperjuangkan.
[Gambas:Video CNN]