ANALISIS

Pasar Sepeda Motor yang Kian Kendur

Hafizd Mukti | CNN Indonesia
Kamis, 27 Okt 2016 19:03 WIB
Tersisa dua bulan mengejar 6,3 juta unit penjualan sepeda motor untuk sebanding dengan hasil di 2015 yang mana hingga saat ini baru mencapai 4,3 juta unit.
Laju penjualan kendaraan bermotor tersendat, namun hal itu tidak membuat jalan berangsur pulih dari kemacetan, khususnya di Jakarta. (Adhi Wicaksono/CNNIndonesia)
Jakarta, CNN Indonesia -- Bergentayangan sejak dini hari
Dari semua sudut kota ini
Menghindari panas matahari
Dalam lomba berburu rejeki

Tak ada lagi yang berjalan kaki
Naik bajaj atau metromini
Semua orang punya motor satu
Dari majikan sampai pembantu

Woy, Jakarta motor city
Semua ngebut tak terkendali
Skot mobil disikat Trotoar dikangkangin
Tak takut mati apalagi takut polisi

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lirik itu diambil dari karya lagu Sir Dandy, seorang seniman indie juga pengusaha kreatif asal Bandung. Tampak relevan dengan keadaan Jakarta kekinian, namun akhirnya belakangan ini makin sedikit orang membeli motor, karena banyak faktor.

Namun, hanya tersisa dua bulan untuk mengejar target setidaknya 6,3 juta unit penjualan sepeda motor jika ingin sebanding dengan hasil di 2015. Namun, hal itu tampaknya mustahil untuk menggenjot laju penjualan sepeda motor domestik sesuai dengan target setidaknya sama dengan tahun lalu.

Data Asosiasi Industri Sepedamotor Indonesia yang diterima redaksi CNNIndonesia.com memperlihatkan target ibarat jauh panggang dari api. AISI merilis penjualan sepeda motor hingga akhir September 2016 di angka 4.351.397 unit saja.

Catatan penjualan paling tinggi ada di Maret 2016 dengan 563.341 unit sepeda motor, dan terendah ada di Juli dengan 305.153 unit. Ada paradoks di Juli 2016 yang seharusnya terjadi peningkatan pembelian sepeda motor mengingat hari raya Idul Fitri, namun hal itu tidak juga mengangkat penjualan sepeda motor yang biasanya di tahun-tahun sebelumnya berada di kisaran 600 ribu unit per bulan.
Secara makro dampak penurunan ini karena perlambatan ekonomi termasuk juga dengan kemungkinan tidak tercapainya pertumbuhan ekonomi 2016 di angka 5,2 persen dan target DPR dan Kementerian Keuangan yang telah disepakati untuk 2017 hanya 5,1 persen, yang sebelumnya di angka 5,3 persen. Hal itu memperlihatkan adanya stagnasi dari industri sepeda motor, yang kemungkinan masih bernasib sama di tahun depan.

Konsumsi pembelian kendaraan memang jadi salah satu faktor yang memperlihatkan pertumbuhan ekonomi. Namun baik roda dua dan roda empat keduanya mengalami penurunan signifikan. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) pun mencatat hingga September 2016 hanya mampu menjual 783.470 unit mobil saja, jauh dari pencapaian di bulan yang sama tahun lalu di angka 1.013.291 unit. Target mereka tidak muluk, minimal sama dengan target tahun lalu di angka 1.050.00 unit.

Ketua Umum AISI Gunadi Sindhuwinata mengatakan penjualan motor hingga September belum sesuai dengan harapan industri. Normalnya, penjualan sepeda motor mencapai 600 ribu unit per bulan. Namun, hingga September, penjualan motor gagal menembus level psikologis itu.

"Penjualan bulan ini belum normal. Masih jauh di bawahnya. Ada kecenderungan titik jenuh dan kami harap tahun depan itu bisa rebound," kata Gunadi dalam agenda konferensi pers persiapan ajang pameran Indonesia Motorcycle Show (IMOS) belum lama ini. IMOS yang akan digelar 2-6 November 2016 diharapkan jadi tumpuan seperti ajang Gaikindo Indonesia International Motor Show (GIIAS) yang mampu mendongkrak penjualan mobil fase bulanan di Agustus 2016.
Melihat data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), penjualan sepeda motor yang menurun salah satunya disebabkan karena pasar yang sudah jenuh.

"Pembelian motor melalui multifinance mengalami penurunan karena market sudah saturated (jenuh), motor itu merupakan moda transportasi yang dibutuhkan kalau menurut saya struktur masyarakat Indonesia memang sepeda motor kalau di luar negeri kan buat hobi makanya keren," kata Deputi Direktur Pengawasan Lembaga Pembiayaan 2 OJK, Tuahta Aloysius Saragih dalam sebuah diskusi di Jakarta.

Hal tersebut membuat OJK merilis aturan DP 25 persen agar masyarakat lebih selektif dalam membeli sepeda motor jika mereka memang benar-benar butuh akan barang tersebut.

Sepeda motor memang masih menjadi tumpuan masyarakat di Indonesia sebagai moda transportasi, namun sedikit demi sedikit digerus oleh semakin nyamannya transportasi publik dan perilaku penggunaan sepeda motor "satu untuk semua kegiatan." Kecenderungan masyarakat membeli motor kedua sangat minim, karena level berikutnya adalah memiliki kuda besi roda empat, yang mana itu kemungkinan bisa dinikmati dua sampai lima tahun setelah punya motor.

Keberadaan e-commerce dan moda transportasi dari turut andil membuat penjualan motor menurun. E-commerce dianggap mempu mengalihkan pola konsumsi masyarakat terhadap konsumsi barang otomotif, dan transportasi daring memberikan pilihan masyarakat yang telah putus asa dengan kemacetan, seperti di Jakarta. Di luar itu, transportasi publik yang semakin membaik. Pilihan Jakarta atau Jabodetabek relevan soal penjualan motor ini, karena produsen motor ibarat mendorong penjualan di wilayah ini.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Komersial AISI, Sigit Kumala menolak mengatakan pasar motor sudah sampai pada titik jenuh karena di beberapa daerah motor masih tumbuh.

"Ginilah kita secara nasional kan 1:4, jadi gini 1 sepeda motor masih dipakai 4 orang karena masih terbuka luas. Jangan lihat Jakarta, Bali udah rapet 1:1, tapi Bali yang 1:1 masih bisa growth rata 4-5 persen karena apa disana ada persewaan sepeda motor mesti dilihat itu," tutur Sigit.

Tentu tukang jualan motor melihat ekonomi yang melambat, cuaca yang tidak menentu atau sejumput faktor lain yang bisa di hitung matematis. Tapi angka-angka itu hanya sedikit masyarakat yang mau mengerti. Publik membeli motor karena kebutuhan dan adanya kesempatan cicilan ringan bahkan tanpa down payment (DP), atau bisa saja mereka sudah memiliki motor setiap individunya dan ingin menaikan derajat dengan membeli roda empat, bisa saja, setelah menjamurnya mobil murah.

Intinya ada pada regulasi. Meskipun penjualan menurun, namum setiap tahun motor bertambah, termasuk mobil. Melambatnya penjualan mobil bisa jadi kesempatan pemerintah memperbaiki sarana dan prasarana transportasi, karena tidak mungkin pemerintah membatasi pembelian kendaraan, karena sampai saat ini aturan itu hanya jadi wacana lingkaran setan.
Pemerintah bisa melawan dengan berbagai kebijakan untuk menekan konsumerisme salah satunya di kendaraan bermotor, atau lebih spesifik di roda dua. Negara harus bisa melawan dengan memberikan layanan prima transportasi publik, baik melalui moda yang ada juga fasilitas pendukungnya.

Angka kematian kecelakaan lalu lintas di Indonesia tergolong tinggi. Data Ditjen Darat Kementerian 2015, jumlah kecelakaan mencapai 95.906 insiden dengan 28.897 korban meninggal dan 136.581 korban luka-luka. Jika di rata-ratakan ada 72 kecelakaan yang merengut nyawa setiap harinya, atau 3 kematian setiap jam di jalanan, dan kebanyakan dialami roda dua.

Tidak untuk mengurangi penjualan kendaraan, melainkan mengurangi risiko kecelakaan di jalanan saat transportasi publik telah mapan, kendaraan pribadi tetap dibeli untuk menjadi alternatif individu pergi  liburan bukan keseharian.

Bisa saja semakin kendornya penjualan kendaraan, karena masyarakat telah paham dengan risiko tersebut dan menjauhi pola konsumerisme khususnya konsumsi kendaraan, tidak hanya semata-mata perhitungan perlambatan ekonomi dan faktor-fakto yang dikeluarkan oleh pihak pelaku industri dan pemangku kebijakan. (pit)
TOPIK TERKAIT
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER