Jakarta, CNN Indonesia -- Tahun ini menjadi persaingan panas bagi produsen mobil dan teknologi di dunia. Pasalnya, baik produsen otomotif maupun pelaku teknologi berlomba-lomba untuk mengembangkan dan menjadi yang pertama merilis mobil tanpa pengemudi.
Sejumlah perusahaan ternama dunia seperti Ford, GM, Tesla, Lyft, Google, dan Intel telah berencana dan melakukan uji coba dengan menyematkan teknologi teranyar mereka pada mobil otonom. Bahkan tidak sedikit yang menargetkan purwarupa mobil otonom mereka bisa dipasarkan secara komersil dalam lima tahun ke depan.
Seperti dilansir dari
Business Insider, berikut beberapa alasan yangmengklaim mobil otonom menjamin tingkat keamanan yang lebih baik dibandingkan mobil 'konvensional' dengan pengemudi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sensor
Mobil tanpa pengemudi dirancang untuk memiliki kemampuan mengenali dunia di sekitarnya dengan menggunakan banyak sensor untuk mengumpulkan jutaan data tentang lingkungan dan kondisi jalan. Sensor yang disematkan diharapkan dapat bekerja dengan baik di lingkungan yang terus berubah.
Sederhananya, perusahaan otomotif dan teknologi dengan jeli mempelajari dan meniru pola berkendara manusia dengan mengunakan sensor ini. Alasan utamanya tentu kehadiran sensor pintar mobil bisa menjamin keamanan dan keselamatan orang yang berada di dalamnya.
"Sebenarnya sensor hanyalah representasi sosok manusia yang memiliki kemampuan melihat dan merasakan kondisi sekitar. Jadi sensor hanyalah pengganti indera manusia saat berkendara," jelas Danny Shapiro selaku Direktur Senior Unit Bisnis Otomotif India.
Beberapa sensor yang digunakan pada mobil otonom melingkupi kamera, GPS, radar, laser, dan sensor ultrasonik. Sejumlah produsen memperkirakan pada tahun 2030 mobil tanpa pengemudi bisa diproduksi sebanyak 60 persen dari total penjualan mobil di AS.
'Otak' ala manusia
Semua data yang dikumpulkan akan masuk ke dalam sistem komputer mobil. Mobil otonom sejatinya memiliki otak yang mampu 'berbicara' dan memproses serta membuat keputusan dari setiap informasi yang diterima.
Dari semua informasi yang masuk, otak dalam mobil otonom akan membuat keputusan kapan harus 'menginjak' pedal gas dan rem, berbelok, atau berputar arah.
"Dalam otak mobil otonom terlihat seperti dalam video game. Kami pada dasarnya menciptakan dunia dalam ruang 3D virtual," ungkap Shapiro.
Pembelajaran Berbasis Mesin
Semua data dan informasi yang terkumpul akan diolah oleh sebuah mesin yang telah dibekali algoritma khusus. Agar lebih pintar, mobil tanpa kendali sopir ini akan memproses dan mengidentifikasi setiap data pada setiap objek yang ditemui di jalan.
Ibaratnya, diperlukan seorang pengemudi untuk menempuh jarak ratusan kilometer untuk mengumpulkan data. Hal yang sama juga berlaku untuk mobil otonom yang kemudian mengolah setiap informasi yang diperoleh.
"Awalnya, komputer tidak tahu apa-apa. Apa yang bisa kita lakukan adalah memberi 'makan' jutaan gambar dari setiap objek yang ada di jalan agar semua informasi tersebut terlihat berbeda," Shapiro kembali menjelaskan.
Semakin banyak data yang diberikan, tentu bisa menjadi indikasi baik untuk membuat mobil otonom kian pintar. Kemampuannya mengingat dan memahami perbedaan karakter benda akan membantu meminimalisir kemungkinan terburuk saat berada di jalan raya.
(evn)