Jakarta, CNN Indonesia -- Kehadiran mobil dan motor otonom di jalan raya mungkin bukan lagi hal baru. Namun apa jadinya jika konsep serupa ternyata bisa ditemui di udara?
Kehadiran pesawat udara tanpa pilot ternyata tengah digodok oleh industri pesawat terbang. Dalam laporan terbarunya, UBS berencana melakukan penghematan di bidang penerbangan dengan tidak lagi menggunakan jasa pilot.
Mengingat, rencana opsi tersebut dikabarnya dapat menghemat US$35 miliar dalam setahun. Di sisi lain, hanya ada 17 penumpang survei tersebut yang bersedia ikut mengudara dengan pesawat tanpa pilot.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengganti fungsi pilot di balik kemudi pesawat, akan ada teknologi untuk mengendalikannya dari jarak jauh. Kabarnya hal itu akan mulai ditemui pada 2025 nanti.
Bahkan kabarnya, dalam lima tahun kedepan teknologi serupa bisa diterapkan untuk penerbangan pesawat jet hingga helikopter.
"Teknologi dalam pengembangan saat ini memungkinkan pesawat untuk membantu dan mendukung pilot di semua fase penerbangan, melepaskan pilot dari operasi kontrol serta sistem manual di semua jenis situasi," kutip laporan tersebut, seperti diberitakan
CNN.
Secara sistem, saat ini dalam penerbangan komersial ada campur tangan pilot terutama ketika mendarat dan lepas landas. Sementara ketersediaan komputer juga banyak membantu pilot dari balik kokpit.
Namun, hal itu tentu bertentangan dengan kepercayaan dikalangan masyarakat luas. Penumpang tetap menginginkan pilot yang mengendalikan pesawat terbang, meskipun sekali waktu bisa menggunakan autopilot.
Keberadaan pilot lebih bertujuan untuk memantau dan menyesuaikan navigasi serta sistem pesawat terbang. Termasuk berkomunikasi dengan kontrol lalu lintas udara dan mempersiapkan tahap lanjutan dari proses penerbangan.
Seorang analis UBS memaparkan fakta yang mungkin muncul dari pesawat tanpa pilot. Transisi ke pesawat tanpa pilot besar kemungkinan akan memakan waktu bertahun-tahun. Paling cepat, implementasi teknologi itu kepada pesawat kargo menyusul pesawat komersial paling akhir.
Sementara, jumlah pilot yang dibutuhkan untuk setiap penerbangan bisa dikurangi sepanjang perjalanan.
Pergeseran tersebut berpotensi menyelamatkan industri penerbangan dalam jumlah besar. Maskapai biasanya mempekerjakan 10 pilot per-pesawat terbang, dan mengurangi jumlah mereka sehingga bisa menekan pengeluaran untuk pelatihan, gaji dan biaya kepegawaian.
Selain itu juga dapat menjadi upaya antisipasi kekurangan pilot dalam beberapa waktu mendatang.
Profitabilitas Maskapai PenerbanganSebuah perediksi tahunan yang dikeluarkan oleh Boeing bulan lalu, mencatat jika maskapai penumpang dan kargo di seluruh dunia diperkirakan akan membeli 41 ribu pesawat baru dalam rentang waktu antara 2017 dan 2036. Itu berarti mereka perlu menemukan dan melatih 637 ribu pilot baru untuk menerbangkannya.
Maskapai penerbangan di Timur Tengah dan China, di mana lalu lintas udara berkembang dengan cepat, menawarkan cek gaji yang besar untuk menarik lebih banyak pilot dan gaji di A.S. juga meningkat. UBS beranggapan, pergerakan pesawat tanpa pilot akan meningkatkan profitabilitas industri.
Sebagai alternatif, jika penghematan biaya sepenuhnya diserahkan ke konsumen atau melalui tiket bisa menghabiskan biaya jauh lebih sedikit (11% lebih murah di Amerika Serikat). Itu menjadi sekitar $40 per-tiket, sesuai rata-rata perjalanan $369 pada paruh pertama 2016, termasuk biaya $23.
Ketertarikan dan Penolakan PenumpangNamun, kemungkinan besar akan ada perlawanan besar untuk menarik pilot keluar dari kursi kokpit.
Sebuah survei terhadap 8.000 orang dari UBS menemukan bahwa 54 persen responden menolak terbang dengan pesawat tanpa pilot. Hanya 17 persen responden dari Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Jerman dan Australia bersedia membeli tiket penerbangan tersebut.
Perubahan peraturan utama juga diperlukan dan pengurangan staf kokpit akan menghadapi tentangan besar dari serikat pekerja pilot.
Undang-undang lalu lintas udara di sebagian besar dunia membutuhkan
"four-eye-rule" di kokpit. Dua pilot harus hadir setiap saat, dan jika salah satu dari mereka perlu istirahat, anggota kru lainnya harus mengambil alih tempatnya.
(evn)