Ojek Online Kembali Demo, Masih Tuntut Tarif dan Payung Hukum

Bintoro Agung | CNN Indonesia
Selasa, 27 Mar 2018 12:35 WIB
Ojek online kembali berdemo, tuntutan yang diajukan tetap seputar payung hukum transportasi umum kendaraan roda dua dan tarif.
Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh GARDA (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tuntutan unjuk rasa ojek online di depan Istana Merdeka terjadi untuk kesekian kalinya. Lagi-lagi tuntutannya mengerucut pada kebutuhan regulasi dan kenaikan tarif. Mereka mendesak pemerintah segera mewujudkan tuntutan tersebut sesegera mungkin.

Unjuk rasa pengemudi ojek online bukan kali ini saja terjadi. Mereka telah beberapa kali menuntut hal yang sama. Belum merasa cukup, mereka kembali mendesak pemerintah mendengar kebutuhan mereka yang terdiri dari beberapa butir.

"Kami mohon Bapak Ir. H. Joko Widodo bersedia mewujudkan payung hukum yang di dalamnya memuat sekurang-kurangnya tiga aspek mendasar," bunyi tuntutan pengemudi ojek online dari berbagai platform atas nama Gerakan Aksi Roda Dua Indonesia (Garda Indonesia).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Adapun tiga aspek yang dimaksud oleh mereka adalah:

1. Pengakuan eksistensi legal sebagai bagian dari sistem transportasi.

2. Penetapan tarif standar sebesar Rp4.000 per kilometer.

3. Perlindungan hukum dan keadilan bagi ojek online sebagai bagian dari tenaga kerja di Indonesia.

Berbekal mobil komando, sejumlah pengemudi ojek online bergantian menyampaikan orasi ke hadapan ribuan pengemudi ojek online. Dari sekian banyak orasi yang bergema di sana, pesan mereka tetap sama yakni payung hukum dan tarif yang tidak mencekik.

Sementara, pemerintah bergeming. Belum juga meloloskan motor sebagai moda transportasi umum ke dalam aturan perundang-undangan. Pertimbangannya, tingkat keselamatan penumpang pada kendaraan roda dua itu rendah.

Sebelumnya, pada November 2017 lalu, Azas Tigor Nainggolan yang membantu advokasi pengemudi ojek online mengaku bakal menggugat UU No.22 Tahun 2009 tentang transportasi umum ke Mahkamah Konstitusi.

Peraturan itu menurut Tigor sangat dibutuhkan lantaran pengemudi ojek online rentan mendapat perlakuan sepihak dari perusahaan yang menaungi mereka.

"Misalnya di tarif. Mereka (aplikator) itu bisa mengubah tarif seenaknya. Yang kasihan para pengemudi ini ketika tarifnya sudah rendah sekali. Padahal kalau merujuk PM 108 tentang taksi online kan aplikator enggak boleh menentukan tarifnya sendiri," tegas Tigor kala itu. (eks)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER