Demi menonton pertandingan sepak bola di Surabaya, orang tua berkendara dari Tegal sambil membawa bayi berusia enam bulan. Bayi itu meninggal setelah sampai Surabaya, lantas siapa yang salah dalam peristiwa ini?
Praktisi keselamatan berkendara Jusri Pulubuhu mengomentari kejadian itu. Dia mengatakan aturan dasar berkendara motor adalah tidak membonceng lebih dari satu orang.
"Kalau pada dasarnya safety driving, bayi, atau orang ketiga, itu tidak boleh naik motor. Yang dibenarkan secara hukum, motor hanya boleh membonceng satu penumpang," ucap Jusri saat dihubungi, Senin (8/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam konteks ini pengendara sudah salah, sudah melanggar hukum, dia bisa dipidana karena dengan sengaja menimbulkan cedera atau kematian," kata Jusri lagi.
Aturan tentang membonceng motor terdapat di Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 106 ayat 9 yang isinya 'Setiap orang yang mengemudikan Sepeda Motor tanpa kereta samping dilarang membawa Penumpang lebih dari 1 (satu) orang'.
Kemudian pada ayat 8 dinyatakan pengendara motor dan penumpangnya wajib menggunakan helm SNI.
FJ (38), orang tua bayi, menjelaskan perjalanan dimulai dari Tegal pada Sabtu (31/7) kemudian tiba di Surabaya pada Minggu (1/8) pukul 07.10 WIB. Ini kemungkinan perjalanan selama lebih dari 470 km itu ditempuh saat gelap dini hari.
FJ beralasan menggunakan motor karena perkiraannya lebih murah ketimbang membawa mobil yang akan menghabiskan biaya Rp2 juta.
Saat di Surabaya, sang ibu, RA (31), dikatakan sempat memberi ASI dan memandikan bayinya. Namun setelah itu bayi tak mau menyusui lantas mengalami batuk serta dahak.
Bayi dibawa ke RS Marinir di Gunung Sari, Surabaya lalu dirujuk ke RSAL Surabaya. Bayi yang ditangani di IGD RSAL dinyatakan dokter sudah tak bernafas, kemudian diberi pertolongan bantuan pernafasan dan kembali bernafas.
Dokter yang menangani mengatakan ada cairan di paru-paru bayi. Usai cairan berhasil dikeluarkan jantung bayi tak berdetak lagi kemudian meninggal.
"Saya pribadi menyesal sedalam-dalamnya, karena akibat keegoan saya agar mendapat kebanggaan akan mendukung klub bola yang saya dukung, membawa petaka bagi putri saya," ujar FJ.
Jusri mengatakan penentuan siapa yang salah dalam kasus hukum adalah hakim. Namun kata dia dalam kacamata keselamatan berkendara orang ketiga sangat memengaruhi risiko keselamatan sebab motor cuma didesain untuk dinaiki dua orang.
Kata Jusri, di mana pun bayi itu ditempatkan, misal di tengah atau di depan, bakal mempengaruhi ruang gerak pengendara. Dia mengingatkan motor adalah kendaraan yang tak kenal kata stabil sebab itu pengendara butuh ruang gerak untuk menghadapi tantangan jalan.
"Akan memengaruhi ruang gerak dan keseimbangan, kemudian manuver-manuver menghindari bahaya, lubang, orang menyeberang dan lain-lain, itu kalau ada seseorang yang mengokupasi ruang gerak pengendara sebenarnya sudah megnganggu pengendalian pengendara, ini bisa menyebabkan kehilangan kendali atau kecelakaan," jelas Jusri.
Jusri juga mengingatkan motor adalah kendaraan tanpa perlindungan dari cuaca, sedangkan bayi disebut rentan sakit misal karena terpapar angin atau kecapaian.
"Bila perjalanan lebih dari satu jam, udara itu setelah riding ini bisa saja menimbulkan penyakit bagi orang dewasa kalau tidak dilindungi dengan pakaian yang benar, misal helm plus kaca, jaket, sarung tangan, celana panjang, sepatu, apalgi balita," ujar Jusri.
Menurut Jusri tak bijak bagi orang tua dengan alasan transportasi murah atau hanya punya motor, hingga membawa anak, terutama bayi, berkendara motor apalagi jarak jauh.
Jusri bilang hal seperti itu umum kejadian saat mudik di momen Lebaran. Katanya hal ini dilatarbelakangi kebutuhan dan lain hal namun bisa mengorbankan keselamatan.
"Saya turut prihatin dan belasungkawa, tapi ini harus jadi pembelajaran mahal masyarakat lain yang mengabaikan keselamatan berkendara," ucap Jusri.
(fea)