Asosiasi pengemudi truk yang tergabung dalam Aliansi Perjuangan Pengemudi Nusantara (APPN) mengeluhkan langkah pemerintah yang hendak membasmi truk kelebihan muatan atau over dimension over loading (ODOL) mulai 2023.
Menurut asosiasi, larangan truk ODOL tak seharusnya diterapkan karena berimbas pada menurunnya penghasilan pengemudi truk.
"Harapan saya tidak hanya menunda, harapan kami jangan ada lagi pembahasan ODOL ini. Aturan ini bisa bikin dapur kacau. Kami udah sering duduk bersama tapi ending hanya angin surga dan bola panas," kata Koordinator APPN Vallery Gabriella disiarkan daring, Kamis (15/12).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, pemerintah tidak melibatkan para sopir truk dalam merancang kebijakan tersebut. Pelibatan pengemudi truk ini diharapkan untuk mengetahui kondisi di lapangan.
"Pak, kami ini cuma ingin cari rezeki untuk bertahan hidup, bukan memperkaya diri," ucap Vallery.
Larangan truk ODOL di jalanan dimulai pemerintah mulai 1 Januari 2023. Hal ini menyusul sejumlah temuan merugikan yang disebabkan truk ODOL.
Truk ODOL diketahui menyebabkan banyak masalah, mulai kemacetan, kerusakan jalan, kecelakaan hingga kematian.
Menurut data Kemenhub, kecelakaan lalu lintas pada 2021 jumlahnya mencapai 103.645 kasus. Dari kasus itu sebanyak 24.729 orang meninggal dunia, 80.284 orang luka-luka dan 230 orang cacat.
Kemenhub dari jumlah kecelakaan lalu lintas pada periode itu 17 persen di antaranya disebabkan ODOL.
Pada kesempatan sama, Vallery juga sedikit memberikan bantahan mengenai banyaknya tudingan pemerintah terkait dampak truk ODOL yang dianggap merugikan salah satunya jalanan rusak.
Baginya hal tersebut tidaklah mendasar, sebab jalan tersebut faktanya bukan hanya dilalui truk.
"Memangnya hanya kami yang memakai jalan itu?" ucap dia.
Lebih lanjut, Vallery turut menyinggung mengenai pergerakan pemerintah yang selama ini dinilai tidak pernah memikirkan masalah lain dari sopir truk yakni kesetaraan tarif.
"Semoga diawal tahun kerasnya Kemenhub dan Polri yang akan menindak kami terus dipikirkan solusinya. Karena sampai hari ini kesetaraan tarif tidak ada. Jadi saya harap ada win win solusi terkait ini," tutup Vallery.