Rencana jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) di Jakarta tak kunjung terealisasi. Sampai saat ini belum pasti kapan kebijakan ini bakal diterapkan.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan ERP baru bisa diterapkan apabila regulasinya sudah tersedia.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pun mengebut pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) yang akan memayungi kebijakan tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penerapan ini akan dilaksanakan setelah legal aspeknya selesai," ungkap Syafrin saat dihubungi, Selasa (10/1).
Berikut sejumlah fakta mengenai rencana ERP di Jakarta yang mandek:
Rencana ERP muncul pertama kali di zaman Gubernur Sutiyoso alias Bang Yos pada 2004. Kala itu, Bang Yos sempat melempar wacana ini ke publik.
Ketua DPRD DKI Jakarta saat itu, Ade Supriyatna, mengatakan Bang Yos meminta ERP diterapkan bagi kendaraan pribadi yang melalui ruas jalan Blok M-Kota berlaku pada 2006.
"Gubernur minta program ini berlaku sebelum masa jabatan beliau berakhir. Berarti tahun 2006 sudah ada," kata Ade saat itu.
Pada kepemimpinan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, ERP sempat diuji coba pada 2014. Saat itu Ahok memuji pelaksanaan uji coba sistem jalan berbayar itu sudah berjalan dengan baik.
"Dia (Kadishub) sudah laporkan pada saya tadi pagi. Prinsipnya itu sudah bagus, bisa mendeteksi kendaraan yang lewat beberapa. Ini sudah bagus banget," kata Ahok saat itu.
Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono memutuskan merevisi Peraturan Gubernur Nomor 149 Tahun 2016 tentang ERP yang sempat diteken Ahok.
Revisi tersebut tak lepas dari desakan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Pasalnya, KPPU menilai revisi diperlukan untuk mempermudah proses lelang.
Pemprov DKI pun setuju merevisi Pergub setelah KPPU menyebut ada indikasi pelanggaran terkait penerapan sistem ERP yang hanya menggunakan metode dedicated short range communication (DSRC). KPPU menilai penggunaan hanya satu teknologi itu mempersempit peluang usaha karena vendor teknologi lain tak bisa ikut proses lelang.
Pada 2019, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi meminta Gubernur DKI Anies Baswedan segera merealisasikan program yang terbengkalai itu. Pras menilai program jalan berbayar harus menjadi prioritas.
Anies kemudian meresponsnya dengan menyatakan tengah menyiapkan teknologi mutakhir untuk menerapkan ERP. Menurut dia jangan sampai ERP masih menggunakan teknologi yang lama.
"Jangan sampai DKI mengadopsi konsep ERP yang masih menggunakan teknologi yang lama yang kita kenal sebagai gawang, kendaraan masuk di tempat-tempat tertentu. Yang kemarin itu selesai. Sekarang kita mulai babak baru," kata Anies.
Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengatakan rencana ERP masih terkendala masalah regulasi.
Belakangan muncul Raperda Pengendalian Lalu Lintas Secara Elektronik (PPLE) yang bakal menjadi dasar dari kebijakan tersebut. Namun, selain butuh perda, penerapan jalan berbayar elektronik juga menunggu Peraturan Gubernur (Pergub) yang akan menjadi petunjuk pelaksana perda.
"Karena kan setelah ada peraturan daerah lalu (dilanjutkan) dengan Peraturan Gubernur yang sifatnya sebagai petunjuk pelaksanaan peraturan daerah. Baru kemudian itu dipenetrasikan," tutur Syafrin.
Awal 2023, Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengatakan aturan mengenai kebijakan jalan berbayar elektronik masih dibahas di DPRD DKI Jakarta.
"Sekarang masih dalam proses di DPRD, raperda namanya, itu masih ada beberapa tahapan, nanti dibahas di DPRD, diolah sesuai dengan kewenangannya masing-masing terus jadi Perda," kata Heru.
Sementara itu, Syafrin mengatakan pihaknya menargetkan raperda mengenai jalan berbayar elektronik ini dapat rampung pada tahun ini.
Dalam draft Raperda PPLE, ERP bakal dilaksanakan di ruas-ruas jalan atau kawasan yang memenuhi kriteria. Setidaknya ada empat kriteria untuk sebuah kawasan atau ruas jalan bisa menerapkan ERP.
Berdasarkan kriteria tersebut, Pemprov DKI dalam raperda tersebut mencantumkan daftar 25 ruas jalan yang bakal diterapkan ERP.
Draf raperda itu juga menyatakan kebijakan ini bakal dilaksanakan di ruas jalan dan pada waktu tertentu. Draf itu menyatakan ERP bakal diberlakukan setiap hari mulai pukul 05.00 WIB sampai 22.00 WIB.
Kendati begitu, dalam kondisi tertentu, Gubernur DKI Jakarta dapat memberikan persetujuan untuk sementara waktu tidak memberlakukan ERP.
Dinas Perhubungan DKI mengusulkan tarif jalan berbayar ini mulai Rp5 ribu sampai Rp19 ribu. Penetapan tarif ERP ini akan disesuaikan berdasarkan panjang ruas jalan hingga kategori kendaraan yang melintas.
"Ada rincian kemarin kalau enggak salah di angka Rp5 ribu sampai dengan Rp19 ribu. Akan di antara angka itu," ujar Syafrin.
Sementara itu, menurut Heru Pemprov DKI perlu berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk penentuan tarif.
"Tarif saya tidak menyampaikan, tapi masih perlu pembahasan dengan tingkat pusat. Kira-kira itu, masih ada tujuh tahapan. Itu (Raperda) dibahas mulai tahun 2022 dan dilanjutkan mungkin 2023," kata Heru.
(dmr/fea)