Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengungkap kebijakan jalan berbayar elektronik (Electronic Road Pricing/ERP) kini masih dalam tahap focus group discussion (FGD) dengan ahli.
Menurut Heru, tahapan peraturan tersebut membutuhkan waktu yang tak sebentar. Namun ia tidak bisa memprediksi kapan jalan berbayar di Jakarta selesai dibahas.
"Jadi tahapan-tahapan peraturannya sedang kita bahas, itu memerlukan waktu yang cukup panjang. Sehingga tatanan aturannya dipersiapkan. Berikutnya ini kan baru menggali informasi pendapat para ahli, masyarakat, bagaimana pun itu masih kita masih FGD," ujar Heru saat ditemui di Jakarta, Jumat (13/1).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Heru mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mesti meningkatkan layanan transportasi umum PT Transportasi Jakarta (Transjakarta).
"Jadi kan konsepnya sambil proses itu, Pemda DKI juga harus merapikan, menyiapkan Transjakarta misalnya bisa melayani dengan baik,headway-nya diperketat, dan seterusnya. Itu kan perlu waktu sambil jalan. Di sisi lain ERP juga aturan-aturan yang dibahas masih lama waktunya. Kalau enggak dimulai, kapan dimulainya kan," jelas Heru.
Diberitakan, Heru menyebut Pemprov DKI perlu berkoordinasi dengan pemerintah pusat untuk penentuan tarif. Adapun Dinas Perhubungan DKI Jakarta sebelumnya telah mengusulkan tarif ERP berkisar antara Rp5 ribu sampai Rp19 ribu.
Lihat Juga : |
Pengamat Transportasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Sony Sulaksono menilai rencana tarif ERP Jakarta Rp5 ribu hingga Rp19 ribu sekali melintas kurang mahal.
Menurut Sony, angka itu belum "mengganggu" pengguna kendaraan sampai mau pindah naik angkutan umum.
"Kurang mahal," kata Sony saat diwawancarai CNN TV, Kamis (12/1).
Lebih lanjut, ia menjelaskan ada dua hal yang harus diperhatikan Pemprov DKI buat menentukan tarif ERP, yakni harus membuat pengguna mobil mau beralih ke angkutan umum dan jangan menargetkan ERP sebagai pendapatan.
Wacana ruas jalan berbayar di Jakarta ini telah mengemuka sejak Gubernur Sutiyoso atau Bang Yos.
Wacana ini awalnya dilempar Bang Yos pada 2004 dengan meminta ERP diterapkan bagi kendaraan pribadi yang lewat Blok M-Kota berlaku 2006.
Kendati demikian, kebijakan ini tak kunjung terlaksana setelah hampir 19 tahun dan enam gubernur silih berganti memimpin Jakarta.