Perusahaan baterai Tianneng Group resmi masuk Indonesia. Kedatangannya ke Indonesia turut serta mengenalkan teknologi baterai sodium-ion yang dapat digunakan untuk kendaraan listrik.
Sampai saat ini banyak perusahaan otomotif yang memproduksi kendaraan listrik menggunakan baterai jenis lithium-ion. Artinya, teknologi sodium-ion di lingkup ekosistem kendaraan listrik bisa dibilang barang baru.
Lalu, apa itu teknologi baterai sodium-ion?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baterai sodium-ion sebetulnya memiliki desain yang mirip dengan lithium-ion, Kedua jenis baterai menghasilkan listrik melalui reaksi kimia dan terdiri dari anoda, katoda, pemisah, dan elektrolit.
Namun, dalam baterai sodium-ion, ion lithium diganti dengan ion sodium di katoda baterai, dan garam lithium ditukar dengan garam sodium di elektrolit.
Baterai sodium-ion telah ada selama beberapa dekade, tapi pengembangannya ditinggalkan demi baterai lithium-ion. Namun, teknologi baterai ini kembali mendapat panggung.
Hal ini tak lepas dari perusahaan baterai kendaraan listrik terbesar dunia, Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL) pada 2021 mengungkapkan mereka berinvestasi untuk mengembangkan teknologi tersebut.
Mengutip CNBC, baterai sodium-ion memang tidak dapat memberikan jarak tempuh yang lebih panjang untuk kendaraan listrik sebagaimana lithium-ion. Namun ternyata, baterai ini memiliki sejumlah keunggulan.
Misalnya, bahan yang digunakan dalam baterai sodium-ion cenderung lebih murah daripada baterai lithium-ion. Hal ini diperkirakan dapat membuat harga mobil listrik bisa lebih terjangkau.
"Itu tidak menggunakan bahan mentah yang mahal," kata James Quinn, CEO pembuat baterai sodium-ion Faradion yang berbasis di Inggris.
"Tidak ada kobalt, tidak ada tembaga, tidak ada litium, tidak ada grafit, yang saat ini benar-benar dikendalikan oleh China," ujarnya lagi.
Quinn mengatakan baterai sodium-ion juga lebih aman karena dapat habis sepenuhnya untuk transportasi.
Pada Februari 2023, mobil listrik pertama yang menggunakan baterai sodium-ion meluncur. Mobil tersebut hasil produksi JAC, perusahaan otomotif asal China, yakni Sehol E10X.
Mengutip Bloomberg, tantangan utama baterai sodium-ion adalah kepadatan energinya yang lebih rendah, mobil yang menggunakan baterai ini harus menggunakan baterai yang lebih berat untuk jumlah kapasitas kilowatt per jam yang sama.
E10X misalnya memiliki kerapatan energi 140 watt-jam per kilogram, yang berkurang menjadi 120Wh/kg pada tingkat baterai. Ini 25 persen lebih rendah dari paket baterai LFP saat ini.
Lihat Juga :![]() Edukasi & Fitur Mengenal Istilah kWh dan kW Pada Kendaraan Listrik |
Tianneng memperkenalkan dirinya sebagai perusahaan baterai baru di Indonesia di ajang Periklindo Electric Vehicle Show (PEVS) 2023. Selain akan menjadi pemasok baterai untuk kendaraan listrik dalam negeri, mereka juga mengungkap rencana mendirikan pabrik di Tanah Air.
Jack Yang, Wakil Presiden Tianneng Group mengatakan sebagai tahap awal bisnis perusahaas sudah dimulai dengan menggandeng merek roda dua lokal yaitu United dan Selis untuk kemudian memasok baterai berteknologi sodium-ion.
Lewat kerjasama ini diharapkan dapat menghasilkan produk 'hijau' yang lebih terjangkau.
"Kami telah menjalin kerjasama dengan produsen e-bike dan e-motor ternama di Indonesia seperti United Bike, Selis, dan lainnya," ucap Jack.
Ia menambahkan perusahaan berencana mendirikan kantor di Indonesia dalam waktu dekat. Baru setelah itu langkah selanjutnya untuk mendirikan pabrik baterai akan terealisasi.
Selain baterai kendaraan listrik, Tianneng juga memiliki lini usaha lain yaitu sistem penyimpanan energi (energy storage system) hingga kemampuan untuk membuka fasilitas daur ulang baterai.
(ryh/dmr)