80 Persen Warga Tolak Subsidi Mobil Listrik, Khawatir Jadi Bancakan

CNN Indonesia
Selasa, 23 Mei 2023 16:18 WIB
Ilustrasi. Sebanyak 80 persen warga menolak program subsidi mobil listrik dari pemerintah. (Foto: Gaikindo)
Jakarta, CNN Indonesia --

Hasil riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menunjukkan sebanyak 80,77 persen masyarakat menolak program subsidi mobil listrik dari pemerintah. Mayoritas masyarakat khawatir program ini hanya untuk menjadi bancakan pejabat pemerintah yang berbisnis kendaraan listrik.

Wahyu Tri Utomo, Data Analyst Continuum Indef mengatakan masyarakat khawatir subsidi kendaraan listrik justru menjadi bancakan bagi pejabat yang juga memiliki usaha di sektor kendaraan listrik.

Menurut dia warganet menyoroti sosok Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang memiliki perusahaan Mobil Anak Bangsa (MAB), perusahaan bus listrik di Indonesia. Moeldoko saat ini juga masih menjabat sebagai Ketua Perkumpulan Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo).

Selain itu, mereka juga menduga ada kepentingan bisnis dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan. Luhut dikaitkan dengan perusahaan motor listrik, Electrum. Pasalnya, CEO Electrum Pandu Sjahrir merupakan keponakannya.

"Ada juga yang menilai subsidi ini hanya akan jadi 'bancakan' pejabat yang juga pengusaha. Moeldoko sebagai KSP dan Ketua Periklindo, Luhut sebagai Menko Marves dan berkaitan dengan Electrum," kata Wahyu dalam sebuah webinar yang disiarkan di Youtube, Senin (22/5).

Menurut Wahyu ada kekhawatiran dari masyarakat bahwa kebijakan subsidi kendaraan listrik ini memunculkan konflik kepentingan dari para pejabat yang juga bermain di industri kendaraan listrik.

"Secara tersirat ada ketakutan conflict of interest antara dia yang menjabat di pemerintahan, punya power atas kebijakan, tapi di satu sisi punya usaha yang secara kebetulan ada irisan dengan kebijakan," jelas Wahyu.

"Ini akhirnya menimbulkan kecurigaan dari masyarakat, jangan-jangan subsidi ini untuk 'pengpeng' bukan untuk masyarakat yang membutuhkan," tambah dia.

Sebelumnya, hasil riset Indef menunjukkan sebanyak 80,77 persen masyarakat menolak program pemberian subsidi kendaraan listrik. Riset dilakukan melalui pendekatan big data yang diambil pada media sosial Twitter periode 8-12 Mei 2023.

Selama periode itu, Indef menjaring 18.921 pembicaraan mengenai subsidi kendaraan listrik dari 15.139 akun Twitter.

Saat dihubungi terpisah, Jodi Mahardi selaku Juru Bicara Luhut membantah tudingan bancakan tersebut. Menurut Jodi Luhut tidak memiliki kaitan dengan Electrum.

"Saya ingin menegaskan bahwa Pak Luhut tidak memiliki kaitan kepemilikan dengan Electrum," ujar Jodi.

"Kebijakan ini diambil berdasarkan pertimbangan untuk memajukan industri kendaraan listrik di Indonesia, bukan untuk kepentingan pribadi seseorang atau sekelompok orang," ujarnya menambahkan.

Adrianto Gani, Tenaga Ahli Utama KSP membantah soal bancakan tersebut. Lagipula, menurutnya yang diberikan pemerintah bentuknya insentif, bukan subsidi untuk mobil listrik.

Menurut dia pemberian insentif itu pemerintah tidak mengeluarkan dana sama sekali. Insentif itu berupa potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 1 persen.

"Kalau dibilang bancakan saya juga bingung, mana yang mau dibancak, karena enggak ada dana yang keluar untuk insentif mobil listrik," tuturnya.

Sempat dikritik Anies

Program subsidi ini sempat mendapat sorotan khusus dari bakal calon presiden Anies Baswedan. Menurut Anies subsidi kendaraan listrik bukan solusi untuk mengatasi masalah lingkungan.

"Solusi menghadapi masalah lingkungan hidup, apalagi soal polusi udara bukanlah terletak di dalam subsidi mobil listrik yang pemilik-pemilik mobil listriknya adalah mereka-mereka yang tidak membutuhkan subsidi," ujar Anies.

Ia mengatakan pemerintah seharusnya lebih dulu membenahi sektor transportasi umum. Anies mengklaim jejak karbon seseorang saat menggunakan kendaraan pribadi listrik lebih tinggi ketimbang angkutan umum mesin konvensional.

"Kalau kami hitung apalagi ini, contoh ketika sampai pada mobil listrik, emisi karbon mobil listrik per kapita per kilometer sesungguhnya lebih tinggi daripada emisi karbon bus berbahan bakar minyak," kata dia.

"Kenapa itu bisa terjadi? Karena bus memuat orang banyak sementara mobil memuat orang sedikit, ditambah lagi pengalaman kami di Jakarta, ketika kendaraan pribadi berbasis listrik dia tidak akan menggantikan mobil yang ada di garasinya, dia akan menambah mobil di jalanan, menambah kemacetan di jalanan," imbuhnya.

(dmr/dmr)


KOMENTAR

ARTIKEL TERKAIT
TOPIK TERKAIT
TERPOPULER
LAINNYA DARI DETIKNETWORK