Hasil riset Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menyebutkan sebanyak 80,77 persen masyarakat menolak pemberian subsidi kendaraan listrik
Wahyu Tri Utomo, Data Analyst Continuum Indef mengatakan riset itu dilakukan melalui pendekatan big data yang diambil pada media sosial Twitter periode 8-12 Mei 2023. Selama periode itu, Indef menjaring 18.921 pembicaraan mengenai subsidi kendaraan listrik dari 15.139 akun Twitter.
"Kita menemukan bahwa 80,77 persen masyarakat di internet itu tak sepakat dengan subsidi kendaraan listrik atau mereka mengkritik kebijakan tersebut," kata Wahyu dalam sebuah webinar yang disiarkan di Youtube, Senin (22/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Masyarakat yang menolak program subsidi kendaraan listrik menilai kebijakan ini tidak tepat sasaran. Pasalnya, mayoritas masyarakat menilai pembeli kendaraan listrik, khususnya mobil listrik adalah kalangan atas sehingga tidak membutuhkan subsidi.
"Ini kemungkinan yang beli kalangan menengah ke atas, kenapa diberikan subsidi? Bukan kah itu kurang pas dan sebagainya. Masyarakat mengkritik itu," ujar dia.
Menurut Wahyu masyarakat juga mempertanyakan sebenarnya siapa sasaran subsidi kendaraan listrik. Pasalnya, tidak sedikit yang menilai bahwa subsidi ini justru hanya menguntungkan pabrikan otomotif yang memasarkan kendaraan listrik mereka.
Wahyu mengatakan warganet juga khawatir subsidi kendaraan listrik ini justru menjadi bancakan bagi pejabat yang juga memiliki usaha di sektor kendaraan listrik.
Warganet menyoroti sosok Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko yang memiliki perusahaan Mobil Anak Bangsa (MAB) dan menjabat sebagai Ketua Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo).
Selain itu, mereka juga menduga ada kepentingan bisnis dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Panjaitan. Pasalnya, keponakan Luhut, Pandu Sjahrir merupakan CEO Electrum, perusahaan yang turut memproduksi sepeda motor listrik.
"Ada juga yang menilai subsidi ini hanya akan jadi 'bancakan' pejabat yang juga pengusaha. Moeldoko sebagai KSP dan Ketua Periklindo, Luhut sebagai Menko Marves dan berkaitan dengan Electrum," tuturnya.
Menurut Wahyu ada kekhawatiran dari masyarakat bahwa kebijakan subsidi ini memunculkan konflik kepentingan dari para pejabat yang juga bermain di industri kendaraan listrik.
"Secara tersirat ada ketakutan conflict of interest antara dia yang menjabat di pemerintahan, punya power atas kebijakan, tapi di satu sisi punya usaha yang secara kebetulan ada irisan dengan kebijakan," jelas Wahyu.
"Ini akhirnya menimbulkan kecurigaan dari masyarakat, jangan-jangan subsidi ini untuk 'pengpeng' bukan untuk masyarakat yang membutuhkan," imbuhnya.
Jodi Mahardi, Juru Bicara Luhut buka suara perihal tudingan bancakan tersebut. Menurut Jodi antara Luhut dengan produsen motor listrik Electrum tidak memiliki keterkaitan kepemilikan.
"Saya ingin menegaskan bahwa Pak Luhut tidak memiliki kaitan kepemilikan dengan Electrum. Kebijakan ini diambil berdasarkan pertimbangan untuk memajukan industri kendaraan listrik di Indonesia, bukan untuk kepentingan pribadi seseorang atau sekelompok orang," kata Jodi saat dihubungi, Selasa (23/5).
Sementara itu, Andrianto Gani selaku Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) membantah soal bancakan tersebut. Lagipula, menurutnya yang diberikan pemerintah bentuknya insentif, bukan subsidi untuk mobil listrik.
Menurut dia pemberian insentif itu pemerintah tidak mengeluarkan dana sama sekali. Insentif itu berupa potongan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 1 persen.
"Kalau dibilang bancakan saya juga bingung, mana yang mau dibancak, karena enggak ada dana yang keluar untuk insentif mobil listrik," jelas Gani.