Anak Buah Luhut Klaim Industri Otomotif RI Siap Transformasi ke EV
Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) memastikan industri otomotif Indonesia siap bertransformasi industri otomotif ke kendaraan listrik (electric vehicle/EV) sebagai langkah untuk mendukung pengurangan emisi dan ketergantungan terhadap BBM impor.
"Kita akan berusaha memastikan sektor otomotif dapat bersiap diri, dan mampu melakukan proses adaptasi yang dibutuhkan," kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin dalam keterangan di Jakarta, mengutip Antara, Jumat (23/6)
Saat ini pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan terkait Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) agar konsumen semakin dimudahkan untuk beralih ke EV diantaranya melalui pengenaan pajak yang lebih rendah untuk EV, pemberian bantuan, hingga pembebasan aturan ganjil-genap bagi pengguna EV.
Ke depannya, pemerintah juga akan berupaya memberikan tambahan kemudahan agar minat masyarakat untuk beralih ke EV semakin besar.
Rachmat mengatakan selain menjaga kelangsungan sektor otomotif, transformasi ini mampu mendukung peningkatan kualitas udara, dan mendorong pemanfaatan kekayaan alam dalam negeri sebagai sumber energi transportasi.
Adopsi massal EV menjadi salah satu komponen kunci dalam perjalanan transisi energi Indonesia. Sebab, Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai target emisi nol bersih (net zero emission) di 2060 atau lebih cepat, yang sejalan dengan komitmen global untuk mengatasi perubahan iklim.
Urgensi net zero pun telah mendorong negara-negara produsen kendaraan BBM untuk melakukan pembatasan penjualan kendaraan berbasis bahan bakar minyak (BBM).
Negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Uni Eropa (EU), Inggris (UK) dan China juga telah mengumumkan rencana pelarangan penjualan kendaraan BBM baru di tahun 2035.
Di AS, larangan penjualan kendaraan BBM telah resmi menjadi peraturan untuk negara bagian California.
"Dalam melakukan transisi energi, Pemerintah tidak hanya akan mempertimbangkan kebijakan dari luar negeri tetapi juga kondisi Indonesia. Kita akan mengkaji dan memutuskan kebijakan dan waktu yang paling tepat dan sesuai bagi Indonesia," tutup Rachmat.