Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Gilbert Simanjuntak menilai kehadiran kendaraan listrik tak akan mampu mengurangi polusi udara di Ibu Kota Jakarta.
Kementerian Lingkungan Hidup mengumumkan penyebab polusi yakni 44 persen dari kendaraan bermotor, 30 persen dari industri, dan sisanya rumah tangga.
Menurut Gilbert, solusinya dia menyarankan agar memperbanyak transportasi publik di lokasi yang belum tersedia, sementara itu pemerintah harus tegas mengurangi penggunaan kendaraan pribadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"LRT dan MRT butuh waktu lama dan biaya besar, namun TransJakarta paling memungkinkan tapi dengan penambahan jalur dan waktu antara (headway) yang tidak lama," kata Gilbert disitat dari Antara, Rabu (30/8).
Ia mengkritisi program pemerintah yang populer namun tidak signifikan mengurangi polusi udara di ibu kota. Menurut dia sejumlah program pemerintah itu tidak diaplikasikan melalui pendekatan ilmiah yang berbasis riset data penyebab polusi agar lebih optimal memperbaiki kualitas udara.
"Menanam pohon,kendaraan listrik, menyiram jalanan, dan kegiatan lainnya itu tidak menyentuh penyebab polusi," kata Gilbert saat dikonfirmasi di Jakarta, Selasa.
Sebelumnya diberitakan berdasarkan Public Expose: Strategi Pengendalian Pencemaran Udara Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jakarta 2022, kendaraan bermotor jadi sumber paling signifikan polusi Jakarta.
Sektor transportasi menjadi kontributor terbesar terutama untuk polutan NOx, CO, PM10, dan PM2.5, dan SO2.
Ada tujuh jenis polutan yang diteliti yakni karbon monoksida (CO), Nitrogen Oxsida (NOx), Sulfur dioksida (SO2) Partikulat udara 10 mikrometer (PM10), partikulat udara 2,5 mikrometer (PM2,5), karbon hitam (BC), dan Non-methane volatile organic compounds (NMVOC).
CO menjadi yang terbanyak, yakni 298.171 ton, dengan kendaraan bermotor menyumbang 28.317 ton atau 96,36 persen di antaranya.
Selain kendaraan bermotor, penyumbang CO terbesar di Jakarta adalah sektor industri (3.738 ton, 1,25 persen), pembangkit listrik (5.252 ton, 1,76 persen), perumahan (1.774 ton, 0,59 persen), dan komersial (90 ton, 0,03 persen).
Kendaraan bermotor juga menjadi penyumbang terbesar untuk polutan PM10, PM 2,5, dan BC. Untuk PM10, kendaraan bermotor menghasilkan 5.113 ton atau 57,99 persen.
Berbeda dengan polutan SO2, sektor industri menjadi penyumbang terbanyak yakni 2.637 ton (61,96 persen) dari total 4.256 ton. Di posisi kedua, ada pembangkit listrik industri menjadi penyumbang terbanyak yakni 2.637 ton (61,96 persen) dari total 4.256 ton.
Selanjutnya, kendaraan bermotor dengan sumbangan 493 ton SO2 atau 11,58 persen.
Fakta soal kontribusi kendaraan ini seiring dengan jumlah total kendaraan di Jakarta yang terus meningkat, dengan laju kenaikan angka sepeda motor mencapai 4,9 persen, sementara mobil penumpang naik 7,1 persen per tahun.
Sementara, jumlah mobil beban naik 5,3 persen dan mobil bus 4,7 persen. Dengan laju kenaikan itu, berdasarkan data 2020, jumlah kendaraan bermotor di DKI mencapai 20,22 juta unit.