Polusi buruk di Jakarta lagi menjadi topik menarik beberapa waktu terakhir. Sumber utamanya masih simpang siur, meski berbagai pihak menuding asap knalpot kendaraan biang keladinya.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyebut kendaraan bermotor memberi kontribusi terhadap pencemaran udara sebanyak 44 persen. Sumber terbesar berikutnya adalah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 34 persen dan sisanya lain-lain termasuk rumah tangga.
Senada KLHK, dalam jurnal yang dirilis akademis ITB Puji Lestari, dijelaskan polusi paling besar atau 46 persen berasal dari sektor transportasi. Bedanya ia menyebut sektor industri menyumbang 43 persen, pembangkit 9 persen dan kegiatan di pemukiman 2 persen.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun data ini tak diamini semua institusi pemerintahan. Baru-baru ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkap fakta yang meragukan kendaraan bermotor sebagai penyebab utama polusi ibu kota.
Kemenperin mengungkap fenomena di mana polusi udara di ibu kota tetap tinggi pada libur akhir pekan, Sabtu (2/9), yang saat itu jumlah kendaraan dikatakan sedang berkurang.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif bilang hal ini menjadi tanda tanya baru apakah memang kendaraan sumber utama atas memburuknya kualitas udara Jakarta atau ada faktor lain yang berkontribusi besar terhadap polusi udara.
Febri turut memberi bukti soal kualitas udara di Jakarta, Bogor, Bekasi, Tangerang dan Depok (Jabodetabek) pada Sabtu (2/9) menunjukkan indeks 168 (tidak sehat) dan konsentrasi Particulate Matter (PM) 2,5 mencapai 19,3 kali nilai panduan kualitas udara tahunan dari Wolrd Health Organization (WHO).
Kondisi tersebut terjadi pada pagi hari hingga pukul 11.00 WIB berdasarkan situs IQair.com yang merupakan terburuk dibanding sepanjang Agustus.
Menanggapi hal tersebut, Bondan Adriyanu, juru kampanye dan iklim Greenpeace, menyatakan data yang diungkap ini memang perlu dipertanyakan konsistensinya. Dia menilai pemerintah belum memiliki basis data mengenai sumber pencemar udara.
Hal itu yang ujungnya memunculkan tanya mengenai penyebab utama memburuknya kualitas udara di Ibukota dan berbagai daerah penyangga lainnya saat ini.
"Balik lagi soal tidak ada base line data mengenai sumber pencemar udara yang belum dilakukan berkala bukan hanya Jakarta tapi Jawa Barat dan Banten juga," kata Bondan saat dihubungi, Selasa (5/9).
Bondan pun meminta pemerintah membuka data mereka secara jelas terkait penyebab utama polusi, termasuk dari sektor di luar transportasi.
"Kalaupun ada saat ini yang sudah diberikan sanksi, akan lebih baik bila buka datanya kepada publik ada berapa dan di mana saja industri yang menghasilkan pencemaran udara. Dan jadikan publik berpartisipasi untuk memantau dengan memberikan edukasi mengenai emisi apa yang dihasilkan oleh kegiatan industri," kata Bondan.
Lebih lanjut Bondan menyoroti upaya pemerintah menekan polusi melalui kegiatan uji emisi kendaraan. Bagi dia kebijakan tersebut sebaiknya diikuti upaya pengendalian jumlah kendaraan bermotor di Tanah Air.
"Uji emisi hanya bisa mengetahui kualitas emisi dari kendaraan, ini harus juga di lengkapi dengan upaya pengendalian kuantitas atau jumlah," kata Bondan.