Perusahaan Ojol Cekek Mitra, Ini Hitungan Potongan Tarif 30 Persen
Asosiasi ojek online (ojol) Garda Indonesia merinci hitung-hitungan potongan aplikasi perusahaan ojol yang dianggap 'mencekek' para mitra pengemudi.
Ketua Umum (Ketum) Garda Indonesia Igun Wicaksono menjelaskan tarif yang bayarkan oleh konsumen ojol tak seluruhnya masuk ke kantong driver.
Misalnya, jika konsumen membayar Rp10 ribu dalam satu kali perjalanan, maka, mitra ojol hanya dapat Rp6 ribu.
Padahal dalam aturan Kepmenhub KP nomor 1001 tahun 2022 dijelaskan kalau potongan dibatasi maksimal 20 persen.
"Pihak aplikator memotong hingga sampai ada yang 40 persen atau Rp4 ribu dan driver terimanya Rp6 ribu saja," kata dia saat dihubungi CNNIndonesia, Rabu (15/1).
Sedangkan, kata Igun, biaya operasional driver bisa mencapai 50 persen dari setiap menjalankan order tarif diterima atau Rp5 ribu.
Praktis, mitra ojol hanya mendapat margin keuntungan 10 persen dari tarif yang diterima. Sedangkan, ada biaya yang harus dikeluarkan oleh para mitra 20-30 persen dari pendapatan untuk biaya perawatan hingga biaya cicilan kendaraan.
"Sehingga secara hitungan normal si driver menjadi nombok setiap dapat order," kata dia.
Hal itu dinilai Igun menyebabkan driver terjadi kecelakaan di jalan karena potongan yang diambil oleh perusahaan aplikator menghilangkan anggaran biaya perawatan kendaraan sepeda motor.
Sedangkan biaya angsuran yang seharusnya dibayar oleh para mitra pun terancam mandek karena besarnya potongan pihak aplikasi ojol.
"Sehingga potongan aplikator yang bisa mencapai 30-40 persen ini sangat tidak manusiawi dan tidak adil, hal tersebutlah yang harus sampai kepada pihak regulator," tuturnya.
CNNIndonesia telah menghubungi dua perusahaan ojek online yaitu Grab Indonesia dan GoJek Indonesia lewat pesan singkat, Rabu (15/1). Namun hingga berita ditulis, belum merespons.
Dikutip dari detik, Kepala Biro Komunikasi dan Informasi Publik (BKIP) Kemenhub Budi Rahardjo merespons kalau pihaknya tak berwenang memberikan batasan potongan tarif dari aplikasi.
Kebijakan tersebut berada di tangan Kementerian Komunikasi Digital (Komdigi).
"Dulu peraturan dibuat karena ada kepentingan dengan transportasi, walaupun aplikator di bawah Komdigi. Maka kita ke Komdigi hanya memberikan rekomendasi agar Komdigi memberikan teguran kepada aplikator. Jadi Kemenhub tidak bisa secara langsung," ujar Budi Rahardjo melalui keterangan resminya, dikutip Rabu (15/1).
Padahal Kemenhub memiliki aturan batasan potongan perusahaan aplikator yang tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 1001 tahun 2022 tentang Perdoman Perhitungan Biaya Jasa Penggunaan Sepeda Motor yang Digunakan untuk Kepentingan Nasyarakat yang Dilakukan dengan Aplikasi.
(can/mik)