Gelombang protes dan boikot terhadap Tesla semakin meluas di Amerika Serikat (AS), dengan ratusan orang turun ke jalan untuk menyuarakan ketidakpuasan terhadap Elon Musk dan pemerintahan Donald Trump.
Aksi demonstrasi terjadi di berbagai kota, termasuk Los Angeles, Philadelphia, Boston, dan New York.
Di Brooklyn, sekitar 50 orang berkumpul di depan showroom Tesla pada Sabtu (16/3), menjadikan aksi ini sebagai protes keempat dalam sebulan terakhir. Para demonstran meneriakkan slogan seperti "Hands off our data" dan "Arrest Elon Musk", sementara beberapa pengendara yang melintas membunyikan klakson sebagai bentuk dukungan, termasuk seorang pengemudi Tesla.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Protes ini muncul di tengah penurunan drastis penjualan Tesla secara global. Data terbaru menunjukkan penjualan kendaraan Tesla di Australia turun 72 persen pada Februari 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara di Jerman anjlok hingga 76 persen. Saham Tesla juga mengalami penurunan hampir 50 persen sejak Desember 2024, mengakibatkan penurunan drastis dalam kekayaan bersih Elon Musk.
Aksi boikot terhadap Tesla dipicu oleh peran Musk dalam pemerintahan Trump melalui Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE). Kritikus menilai Musk memiliki pengaruh yang berlebihan dan memanfaatkan kedekatannya dengan Trump untuk kepentingan bisnisnya.
Situasi ini memicu kemarahan publik, yang semakin mendorong gerakan boikot Tesla di berbagai wilayah.
Seiring meningkatnya protes, Gedung Putih memberikan dukungan penuh kepada Musk. Presiden Donald Trump bahkan menyatakan boikot terhadap Tesla adalah tindakan ilegal.
Jaksa Agung Pam Bondi mengancam akan melakukan investigasi terhadap aksi vandalisme terhadap kendaraan dan showroom Tesla.
"Jika Anda menyentuh Tesla, pergi ke dealer, atau melakukan apa pun, sebaiknya hati-hati karena kami akan mengejar Anda," ujar Bondi dalam wawancaranya dengan Fox Business.
Namun, ancaman ini tampaknya tidak menyurutkan semangat para demonstran. Protes yang terjadi di Brooklyn berhasil menghambat aktivitas showroom Tesla, dengan hanya tiga pelanggan yang tercatat masuk dalam rentang waktu satu setengah jam.
Donna C, seorang demonstran yang telah empat kali mengikuti aksi di depan showroom Tesla, menyatakan bahwa kehadiran Musk di pemerintahan Trump menyulut aksi demokrasi Amerika Serikat.
"Elon Musk memiliki kebebasan penuh untuk menghancurkan negara ini, merusak demokrasi, dan mengontrol institusi yang selama ini menjadi sandaran jutaan warga Amerika," ujar Donna.
Ia juga menyinggung bagaimana sejarah menunjukkan bahaya ketika individu dengan kekuatan finansial besar memperoleh kendali politik yang berlebihan.
Sementara itu, kasus vandalisme terhadap properti Tesla terus meningkat. Hampir 20 showroom dan stasiun pengisian daya Tesla dilaporkan mengalami pembakaran, sementara puluhan mobil Tesla menjadi sasaran vandalisme, mulai dari dilempari telur, dilumuri kotoran anjing, hingga dilapisi keju Kraft.
Meskipun ada aksi perusakan, protes pada Sabtu lalu berlangsung relatif damai. Yedon Thonden, salah seorang peserta aksi, mengungkapkan bahwa demonstrasi ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai dampak kebijakan Musk terhadap ekonomi dan industri otomotif.
"Tesla adalah target yang tepat. Saham mereka anjlok, para petingginya mulai menjual kepemilikan saham mereka, dan Elon jelas khawatir dengan masa depan perusahaannya," ujar Thonden dikutip dari The Guardian.
Dengan terus bertambahnya aksi boikot dan protes, Tesla kini menghadapi tantangan besar di tengah tekanan politik dan ketidakpastian pasar.
(can/dmi)